Usulan Ombudsman Sikapi Hilangnya Dokumen TPF Kasus Munir
Utama

Usulan Ombudsman Sikapi Hilangnya Dokumen TPF Kasus Munir

Pemerintah tetap wajib mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada masyarakat sebagaimana mandat Keppres No.111 Tahun 2006.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Ninik mencermati sedikitnya 3 hal dalam kasus ini. Pertama, ada potensi diskriminatif dalam pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Harus ditelusuri kenapa kasus ini tidak tuntas dan mandeg. Penyelesaian kasus Munir sebagai pintu masuk untuk mencegah pembiaran dalam pengungkapan berbagai kasus pelanggaran HAM.

 

Kedua, Ninik berpendapat ada potensi penyimpangan prosedur karena dokumen laporan akhir TPF dinyatakan hilang. Ninik yakin TPF sudah bekerja keras menelusuri kasus pembunuhan Munir. Pengungkapan kebenaran ini sebagai upaya untuk mencegah agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.

 

Ninik mengingatkan Sekretariat Negara sebagai lembaga pemerintah seharusnya punya prosedur dan SOP dalam menyimpan dokumen, apalagi dokumen negara seperti laporan akhir TPF ini. Hilangnya dokumen ini harus ditelusuri dan diinvestigasi. “Ini berarti di Sekretariat Negara ada yang tidak beres karena dokumen negara bisa hilang,” kritiknya.

 

Ketiga, ada potensi penundaan berlarut (undue delay). Baginya, pemerintah harus menindaklanjuti pengungkapan kasus pembunuhan Munir. Presiden Jokowi harus menjadikan penuntasan kasus Munir sebagai salah satu prioritas. Langkah itu bisa dimulai dengan sejumlah hal antara lain mengumumkan secara resmi dokumen TPF hilang. Kemudian pemerintah membentuk TPF baru. Upaya ini penting untuk menghilangkan undue delay dalam penuntasan kasus Munir.

 

Selain itu, Ninik menegaskan Ombudsman memiliki mekanisme kerja sebagaimana diatur UU No.37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI. Jika persoalan ini mau ditangani Ombudsman, maka harus ada pengaduan. Untuk mekanisme pencegahan dan investigasi atas inisiatif sendiri, sampai saat ini kasus Munir belum masuk daftar prioritas kerja Ombudsman.

 

Sekjen Komite Aksi Solidaritas Munir (Kasum) Bivitri Susanti menilai pemerintah wajib mengumumkan hasil penyelidikan TPF kepada masyarakat. Hal ini sebagaimana mandat Keppres No.111 Tahun 2006. Mengingat Keppres ini ditetapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 23 Desember 2004, bukan berarti pemerintahan Jokowi lepas tanggung jawab untuk mengumumkan hasil penyelidikan TPF.

 

Perempuan yang disapa Bibip itu menegaskan Keppres itu juga mengikat Jokowi dan jajarannya sebagai lembaga kepresidenan. Keppres ini belum bersifat final karena pemerintah belum mengumumkan hasil penyelidikan TPF. “Ini bukan urusan Susilo Bambang Yudhoyono atau Joko Widodo sebagai individu, tapi lembaga kepresidenan harus umumkan ini kepada publik. Tanggung jawab tetap ada di tangan Presiden,” katanya.

Tags:

Berita Terkait