UU Pelindungan Data Pribadi dalam Kaitannya dengan Jurnalis
Utama

UU Pelindungan Data Pribadi dalam Kaitannya dengan Jurnalis

LBH Pers mencatat setidaknya pada tahun 2019-2022 terjadi 11 kasus penyebaran data pribadi (doxing) terhadap jurnalis.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Mustafa dari LBH Pers dalam diskusi online bertajuk 'Peran Advokat Bantuan Hukum dalam Pelindungan Data Pribadi Masyarakat', Selasa (26/9/2023).
Mustafa dari LBH Pers dalam diskusi online bertajuk 'Peran Advokat Bantuan Hukum dalam Pelindungan Data Pribadi Masyarakat', Selasa (26/9/2023).

Data pribadi merupakan data mengenai orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lain baik langsung ataupun tidak melalui sistem elektronik atau nonelektronik. Pelindungan terhadap data pribadi telah dijamin Konstitusi, Pasal 28G ayat (1) UUD Tahun 1945.

"Pelindungan data pribadi ini adalah hak asasi yang dijamin konstitusi. Jaminan terhadap hak ini menjadi tanggung jawab negara untuk memenuhinya," ujar Mustafa dari LBH Pers dalam diskusi online bertajuk "Peran Advokat Bantuan Hukum dalam Pelindungan Data Pribadi Masyarakat", Selasa (26/9/2023).

Baca Juga:

Ia melihat dalam beberapa tahun belakangan ini sangat banyak kebocoran data dan pelanggaran data pribadi terjadi. "LBH Pers mencatat setidaknya sejak 2019 sampai dengan 2022 terjadi 11 kasus penyebaran data pribadi atau doxing yang ditujukan kepada jurnalis," kata dia.

Meski telah berlaku UU No. 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang dibuat dalam rangka melindungi hak warga negara, ia memandang masih ada kekhawatiran UU PDP justru dipergunakan sebaliknya. Beberapa aspek yang menjadi perhatian mengenai potensi kriminalisasi terhadap publik, aktivis, dan jurnalis dengan tidak adanya batasan pasti atas pemrosesan data pejabat publik.

Kemudian potensi penerapan diskriminatif dengan melanggar hak atas informasi publik, sampai dengan tumpang tindih dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers). Misalnya, UU PDP tidak memberi pengecualian pemrosesan data bagi tujuan jurnalistik yang berarti bukan tidak mungkin bagi jurnalis dapat dijerat jika menyebarkan berita yang memuat data pribadi.

"Ada potensi tumpang tindih antara UU PDP dengan UU lain termasuk UU Pers. Kalau konteks ekspresi misalnya, banyak UU yang mengatur kebebasan berekspresi dan berpendapat. Salah satunya, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM). Kemudian UU Ratifikasi ICCPR yang mengatur bagaimana masyarakat mempunyai hak menyebarkan, memperoleh, mencari informasi. Ini tidak diatur jelas bagaimana penyeimbangnya di UU PDP," ungkap Mustafa.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait