Voucer Pulsa dan Token Listrik Dikenai Pajak, Begini Penjelasannya
Berita

Voucer Pulsa dan Token Listrik Dikenai Pajak, Begini Penjelasannya

Aturan ini tidak menimbulkan jenis pajak baru. Pengenaan PPN terhadap telekomunikasi sudah diatur sejak tahun 1988.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit

“Jadi mustinya kebijakan ini disambut baik. PPN atas pulsa (jasa telekomunikasi) memang sudah lama terutang dan tak berubah, pedagang dipermudah, konsumen tidak dibebani pajak tambahan. Tapi kan ada PPh Pasal 22 0,5%? Bagaimana ini?” tambah Yustinus.

Terkait PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen, jika diilustrasikan PPh 0,5% ini Rp 500 perak dari voucher pulsa Rp 100 ribu. PPh 22 ini memang dipungut, tapi bisa dijadikan pengurang pajak di akhir tahun.

“Bagi yang sudah WP UMKM dan punya Surat Keterangan, tinggal tunjukin dan tak perlu dipungut lagi. Adil dan setara bukan? Jadi sesungguhnya tak perlu terjadi polemik dan kontroversi. Ini hal yg biasa, bahkan menguntungkan publik dan negara,” tegasnya.

Sementara itu, pengamat pajak Kristiaji Bawono menyampaikan bahwa tidak ada jenis pajak baru yang timbul dari beleid terbaru Menteri Keuangan tersebut. Selama ini dari sistem PPN yang berlaku di Indonesia, penyerahan barang dan/atau jasa yang berkaitan dengan pulsa, voucer, token pada dasarnya dikenakan PPN. Adapun beleid ini justru untuk menciptakan kepastian dan kesederhanaan pemotongan/pemungutan pajak di lapangan agar pengenaan pajaknya lebih efektif.

“Di sisi lain, sistem PPh kita berprinsip pada pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis termasuk misalkan dari jasa penjualan/pemasaran barang-barang tersebut. Jadi tidak ada yang baru,” katanya kepada Hukumonline, Sabtu (30/1).

Kristiaji juga menegaskan bahwa tak ada double tax dari kebijakan ini. Baik sistem PPN dan mekanisme withholding tax PPh di Indoneisa pada dasarnya bersifat netral. Salah satunya dengan adanya mekanisme pengkreditan pajak sehingga mencegah beban pajak dalam mempengaruhi harga.

 

Tags:

Berita Terkait