Wadah Tunggal dan Mitos Negara Hukum
Kolom

Wadah Tunggal dan Mitos Negara Hukum

​​​​​​​Tidak ada seorang pun yang dapat memberikan nasihat yang lebih bijak daripada diri Anda sendiri - Marcus Tullius Cicero.

Bacaan 2 Menit

 

Sebagai Menteri Koordinator kabinet pemerintah yang membawahi kebijakan hukum, Mahfud mengakui pentingnya eksistensi PERADI. “Negara merasa rugi bila organisasi advokat yang terbesar ini terpecah. Pemerintah kekurangan partner untuk menyelesaikan masalah-masalah hukum,” Mahfud menambahkan. (Hukumonline, Rabu, 26 Februari 2020).

 

Secara tekstual dan kontekstual maka kalimat tersebut menunjukkan pandangan dari Mahfud bahwa PERADI bukan satu-satunya, menurutnya ialah yang terbesar, di lain pihak beliau tidak mungkin keluar dari pendapat Mahkamah Konstitusi yang pernah dipimpinnya dan putusan atas perkara pengujian undang-undang advokat yang juga pernah diketuainya.

 

Mitos Negara Hukum

Hukum di Indonesia (mungkin) dilekati sifat doktrinal positivistik yang harus dibentuk tidak hanya bersumber dari jiwa rakyat namun juga cermin nilai keadilan, pemerintah seringkali salah-kaprah menempatkan diri sebagai representasi dari negara sebagai pembentuk dan penegak hukum, sementara dalam segala kegiatannya harus tunduk pada hukum, dalam konteks ini hukum membawahi politik. Demi kedaulatan secara doktrinal hukum mempunyai wibawa yang tidak berkaitan dengan seseorang (impersonal), hukum bukan hasil kesepakatan politik.

 

Sejarah yang baik mestinya berulang untuk tujuan pembenahan pondasi yang sesuai, banyak sekali perjuangan membangun negara yang ternyata dipelopori para advokat sebagai manusia hukum, sebagai sumber ide dan pembaharu negara. Kehakiman, kejaksaan dan kepolisian terlibat masuk bersama jadi reformis yang menuntut parlemen harus objektif, sampai akhirnya lahir UUD '45.

 

Dalam rapat dengar pendapat tahun 2002 ketika membahas UU Advokat, di gedung parlemen disepakati agar pada intinya pemerintah tidak mencampuri lagi kewenangan advokat yang oleh karenanya fasilitasi pembentukan organisasi diserahkan kepada Mahkamah Agung, ternyata SKMA-073 secara kodrati menjiwai resultan tersebut.

 

Adnan Buyung menyampaikan idea organisasi "junitre" dalam Rapat Panja RUU Advokat, yang pada dasarnya hampir seperti konfederasi, dan regulasi yang ada dari kesepakatan konfederasi menghasilkan suatu omnibus bill (program kebijakan) bagi organisasi di dalamnya, sesuatu yang visioner bagi duni hukum dan perundang-undangan yang disampaikan pada tahun 2003.

 

Sikap seorang advokat dibangun untuk melawan setiap kenyataan yang serupa dengan  pernyataan seperti yang dicatatat oleh Nino Oktorino (Runtuhnya Hindia Belanda, 2013, hlm. 10) dari kalimat Gubernur Jendral Jhr. de Jonge yang dengan angkuh mengatakan, "Belanda berada di sini (Hindia Belanda) selama 300 tahun lagi bila perlu dengan pedang dan pentung".

Tags:

Berita Terkait