YLBHI: Anak Korban Gagal Ginjal Akut Dapat Menuntut Ganti Rugi
Terbaru

YLBHI: Anak Korban Gagal Ginjal Akut Dapat Menuntut Ganti Rugi

Ganti rugi materiil maupun non-materiil terhadap perusahaan produsen dan penyedia obat cair/sirup dan kepada Pemerintah.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ketua YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa
Ketua YLBHI Muhammad Isnur. Foto: Istimewa

Kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal/acute kidney injury (AKI) terutama pada anak usia di bawah 5 tahun jumlahnya meningkat. Kementerian Kesehatan Mencatat lebih dari 200-an anak mengalami gangguan ginjal akut dan korban meninggal dunia lebih dari 130 anak. Sebagai upaya mencegah lebih banyak korban, pemerintah mengimbau masyarakat untuk sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. Alternatifnya bisa mengkonsumsi obat dalam bentuk lain seperti tablet dan kapsul.

Kasus tersebut mendapat perhatian dari kalangan organisasi masyarakat sipil. Ketua YLBHI, Muhammad Isnur, mendesak pemerintah untuk melaksanakan tugas konstitusionalnya dengan memaksimalkan sumber daya untuk menjamin keselamatan warga negara. Lambannya respon pemerintah berpotensi menambah jumlah korban. “Pemerintah juga penting mengutamakan prinsip kehati-hatian agar penanganan yang dilakukan tidak melanggar HAM,” kata Muhammad Isnur saat dikonfirmasi, Selasa (25/10/2022).

Mengingat korban dalam kasus ini adalah anak yang masuk dalam kategori kelompok rentan, Isnur mengingatkan penanganan yang dilakukan harus memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak. Hal itu sebagaimana ditegaskan Pasal 1 angka 12 Jo. Pasal 4 UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo. UU No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 Jo. UU No. 17 Tahun 2016 tentang PERPPU No.1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua UU No.23 Tahun 2002.

Beleid itu intinya menyatakan antara lain hak anak adalah bagian dari HAM yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara. Dan setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang. Respon Kementerian Kesehatan dengan menerbitkan edaran kepada seluruh fasilitas kesehatan untuk tidak meresepkan obat dalam bentuk cair/sirup tanpa menyiapkan alternatif obat justru berpotensi melanggar hak-hak kesehatan anak berupa hilangnya akses memperoleh obat-obatan.

Isnur mengusulkan pemerintah melakukan perlindungan komprehensif bagi anak meliputi pencegahan yang efektif dengan tidak sebatas larangan, namun juga menyiapkan alternatif obat. Kemudian melakukan rehabilitasi terhadap korban anak yang terindikasi mengalami dampak, memposisikan kasus ini sebagai prioritas dengan memaksimalkan seluruh layanan dan fasilitas kesehatan. Pemerintah perlu memaksimalkan peran serta masyarakat karena tanggung jawab perlindungan anak tak hanya pemerintah, tapi juga orang tua, keluarga, dan masyarakat.

Selain itu Isnur menyebut lembaganya menyayangkan lemahnya pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pemerintah berdasarkan kewenangannya perlu segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan farmasi produsen dan penyedia jenis obat cair/sirup yang diduga mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol.

Jika ditemukan pelanggaran hukum, Isnur mendesak pemerintah mengambil tindakan tegas berupa tindakan administratif pencabutan izin sementara atau izin tetap sesuai ketentuan Pasal 188 Ayat (3) UU Kesehatan. Kemudian diteruskan ke tahap penegakan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 196 UU Kesehatan, yang menyatakan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu dapat dipidana dengan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Tak ketinggalan Isnur menekankan keluarga korban dapat menuntut ganti rugi materiil dan non materiil terhadap perusahaan produsen dan penyedia obat cair/sirup. Tuntutan itu juga perlu disampaikan kepada pemerintah karena lalai melakukan pengawasan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa warga negara.

Oleh karena itu, YLBHI mengusulkan kepada pemerintah setidaknya 3 hal. Pertama, segera mengambil tindakan perlindungan yang komprehensif berupa pencegahan efektif, rehabilitasi korban yang terindikasi mengalami dampak, memprioritaskan seluruh layanan dan fasilitas kesehatan untuk kasus ini serta melibatkan peran serta orang tua, keluarga dan masyarakat.

Kedua, pemerintah segera menyiapkan alternatif obat bagi anak selain obat sirup/cair. Ketiga, segera melakukan penyelidikan terhadap perusahaan-perusahaan produsen dan penyedia obat cair/sirup yang diduga mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glikol.

Tags:

Berita Terkait