Dirjen AHU: Pembatalan Akta TPI Tak Perlu SK
Berita

Dirjen AHU: Pembatalan Akta TPI Tak Perlu SK

Karena SK Menkumham tentang pengesahan akta TPI (versi MNC) batal demi hukum, maka tak diperlukan lagi SK baru untuk membatalkan, melainkan hanya perlu surat pemberitahuan.

Ali
Bacaan 2 Menit
Dirjen AHU pembatalan akta TPI tak perlu SK, Foto: Sgp
Dirjen AHU pembatalan akta TPI tak perlu SK, Foto: Sgp
PT Media Nusantara Cipta (MNC) memang telah mencabut gugatan tata usaha negara terhadap surat Dirjen Administrasi Hukum Umum yang ditandatangani oleh Plh Direktur Perdata. Dirjen AHU Depkumham selaku tergugat tentu menerima pencabutan tersebut. Namun, dalam jawabannya terhadap pencabutan gugatan, Dirjen AHU merasa perlu meluruskan kesimpangsiuran pemberitaan di sejumlah media.

 

Menurut Dirjen AHU, Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM tertanggal 21 Maret 2005 yang mengesahkan akta TPI versi Kubu MNC telah batal demi hukum, sehingga dianggap tak pernah dibuat atau tidak pernah ada sehingga tidak memiliki akibat hukum. SK itu merupakan pengesahan akta TPI yang dibuat oleh kubu MNC pada 16 Maret dan 18 Maret 2005.

 

Berdasarkan penelitian Dirjen AHU, SK tersebut cacat hukum karena ada prosedur secara administrasi negara yang tak dilalui. Namun, Dirjen AHU menilai tak perlu menerbitkan SK baru untuk membatalkannya karena SK Menkumham tersebut batal demi hukum.

 

“Bahwa terhadap surat keputusan yang batal demi hukum, tidak memerlukan surat keputusan pembatalan, melainkan cukup melalui surat pemberitahuan,” sebut Dirjen AHU dalam tanggapan terhadap pencabutan gugatan tersebut. SK Pembatalan, masih menurut Dirjen AHU, hanya bisa diterbitkan terhadap Surat-Surat Keputusan yang telah diterbitkan sesuai dengan syarat dan prosedur yang berlaku serta dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang atau atas perintah putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

 

Sekedar mengingatkan, kasus ini berawal dari konflik kepemilikan saham PT Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) antara Kubu Harry Tanoesodibjo (pemilik Grup MNC) dengan kubu Siti Hardiyanti Rukmana (Mbak Tutut). Surat Dirjen AHU yang sempat digugat ke PTUN oleh pihak MNC itu sebenarnya ditujukan kepada Harry Ponto selaku pengacara Mbak Tutut.

 

Surat itu berisi pemberitahuan tentang pembatalan perubahan anggaran dasar TPI tertanggal 18 Maret 2005. Sebelumnya, kubu Mbak Tutut menilai ada kejanggalan dalam rapat perubahan anggaran dasar TPI yang digelar oleh Kubu MNC tersebut. Berdasarkan surat itu, Kubu Mbak Tutut menunjuk Komisaris dan Direktur Utama versi mereka.

 

Belakangan, gugatan terhadap Surat Dirjen AHU itu dicabut oleh pihak MNC. Pengacara MNC, Andi Simangunsong sempat mengaku puas dengan jawaban Dirjen AHU pada persidangan sebelumnya, yang mengatakan surat tersebut hanya bersifat korespondensi, bukan sebuah SK yang bisa dijadikan objek gugatan di PTUN.

 

Artinya, masih menurut Andi kala itu, surat tersebut tak memiliki kekuatan hukum mengikat karena hanya bersifat korespondensi. Andi menilai seharusnya kubu Mbak Tutut tak bisa menggunakan surat yang hanya bersifat korespondensi tersebut sebagai dasar hukum pembuatan Akta TPI dan penunjukan Komisaris dan Dirut TPI versi mereka.

 

Sedangkan, Kubu Mbak Tutut menilai dengan adanya tanggapan dari Dirjen AHU itu persoalan menjadi terang benderang. Yakni, SK Pengesahan Akta TPI pada 2005 itu dianggap tidak pernah ada. Alasan Dirjen AHU hanya mengeluarkan surat pemberitahuan (bukan SK Pembatalan) pun sudah jelas, karena SK Menkumham sebelumnya cacat hukum dan dinyatakan batal demi hukum.

 

“Pemegang saham TPI yang sah, Ibu Siti Hardiyanti Rukmana dan Group, mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, karena hasil persidangan PTUN Jakarta yang memeriksa gugatan dari MNC Group terhadap keabsahan Surat Plh Direktur Perdata (Dirjen AHU), telah selesai,” demkian siaran pers yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Mbak Tutut, Senin (23/8).

Tags: