Aturan Upah Minimum untuk Lindungi Pekerja
Uji UU Ketenagakerjaan:

Aturan Upah Minimum untuk Lindungi Pekerja

Pemerintah meminta agar MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya atau menyatakan tidak dapat diterima.

ASh
Bacaan 2 Menit
Aturan upah minimum untuk lindungi pekerja, Foto: Ilustrasi (Sgp)
Aturan upah minimum untuk lindungi pekerja, Foto: Ilustrasi (Sgp)

Ketentuan Pasal 1 ayat (22), Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 162 ayat (1), dan Pasal 171 UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan konstitusional atau tidak bertentangan dengan UUD 1945.

 

Demikian kesimpulan pemerintah yang disampaikan oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenhukham, Wahiduddin Adams, dalam pengujian UU Ketenagakerjaan yang diajukan sejumlah organisasi serikat buruh di Gedung MK Jakarta, Selasa (1/3).   

 

Menurut Wahiduddin, Pasal 1 angka 22 UU Ketenagakerjaan yang menegaskan keberadaan Pengadilan Hubungan Industrial tidak berkaitan sama sekali dengan konstitusional keberlakuan suatu undang-undang. “Jika ini dikabulkan justru dapat menimbulkan kerancuan, ketidakjelasan, ketidakpastian dalam memahami UU Ketenagakerjaan,” jelasnya.

 

Penerapan Pasal 88 ayat (3) huruf a UU Ketenagakerjaan yang mengatur upah minimum, filosofinya sebagai perlindungan dasar dan jaring pengaman bagi pekerja/buruh agar upah tidak jatuh merosot ke level terendah. “Pemberlakuan upah minimum ini juga hanya berlaku bagi pekerja yang masa kerjanya kurang dari satu tahun, lebih dari satu tahun didasarkan kesepakatan yang besarnya tidak boleh lebih rendah dari upah minimum yang ditetapkan pemerintah.”

 

Dalam tataran praktiknya, pemerintah menyadari bahwa pengusaha dalam memberi upah selalu berpatokan pada upah minimum dengan mengabaikan masa kerja (menyamaratakan). Karenanya, jika terjadi disparitas (perbedaan) penerapan pengupahan di perusahaan, hal ini tidak terkait konstitusionalitas keberlakuan norma itu.

 

“Pasal itu justru untuk memberikan perlindungan, kepastian, dan kesejahteraan terhadap pekerja untuk memperoleh upah sesuai standar kebutuhan hidup layak,” jelasnya. “Aturan diperkenankannya pengusaha menangguhkan pembayaran upah minimum yang mengalami kesulitan keuangan sebagaimana diatur Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, juga untuk melindungi pekerja untuk tetap bekerja.”

 

Terkait Pasal 162 ayat (1) yang menyatakan pekerja yang mengundurkan diri hanya berhak atas uang penggantian hak tanpa uang pesangon dan uang penghargaan, merupakan bentuk pengakhiran hubungan kerja secara sukarela dan sadar untuk melepaskan hak uang pesangon dan penghargaan. “Aturan ini bentuk keseimbangan antara pekerja dan pengusaha.”

 

Sementara Pasal 160, mengandung asas praduga tak bersalah ketika pekerja mengalami proses pidana. Pasal itu telah memberikan kepastian hukum bagi pengusaha dan pekerja mengingat proses hukum terkadang melebihi enam bulan. Rentang waktu itu juga merupakan pilihan kebijakan (legal policy) untuk memberi kesempatan pekerja menjalani proses hukum.  

 

“Makanya, jika dalam waktu enam bulan proses pidana belum mempunyai kekuatan hukum tetap, pengusaha dapat melakukan PHK tanpa penetapan PHI. Jika ternyata pekerja dinyatakan tidak bersalah, pengusaha wajib mempekerjakan pekerja kembali.”  

 

Selain itu, adanya batas waktu pekerja untuk mengajukan gugatan ke PHI dalam waktu satu tahun sejak di-PHK dimaksudkan agar adanya kepastian hukum. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya atau menyatakan tidak dapat diterima,” pintanya.        

 

Sebelumnya, Ikatan Serikat Buruh Indonesia (ISBI) dan Indonesian Labour Constitution Watch (ILCW) yang diwakili pengurusnya yakni Muhammad Hafidz dan M Komaruddin menguji sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan.

 

Pasal yang diuji yakni Pasal 1 ayat (22), Pasal 88 ayat (3) huruf a, Pasal 90 ayat (2), Pasal 160 ayat (3) dan ayat (6), Pasal 162 ayat (1), dan Pasal 171 UU Ketenagakerjaan. Menurutnya ketujuh pasal itu dinilai bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (1), (2), Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. Pemohon meminta MK membatalkan pasal-pasal itu.

Tags: