Perawat Boleh Bertindak Dalam Keadaan Darurat
Berita

Perawat Boleh Bertindak Dalam Keadaan Darurat

Pemohon berharap dengan putusan MK ini pelayanan kesehatan bagi masyarakat bisa berjalan dengan baik.

Oleh:
ASh
Bacaan 2 Menit
MK kabulkan sebagian permohonan para perawat Kalimantan Timur.<br> Foto: Ilustrasi (SGP)
MK kabulkan sebagian permohonan para perawat Kalimantan Timur.<br> Foto: Ilustrasi (SGP)

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan para perawat di Kalimantan Timur dalam pengujian Pasal 108 ayat (1) dan Pasal 190 ayat (1) UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Para pemohon terdiri dari Misran, Mahmud, Zulkifli, Giyana, Muchlas Sudarsono, Loging Anom Subagio, Edi Waskito, Abdul Munif, dan Afriyanto. 

 

“Pasal 108 ayat (1) UU Kesehatan sepanjang kalimat, ‘…harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa tenaga kesehatan itu adalah tenaga kefarmasian dan jika tidak ada tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan tertentu dapat melakukan praktik kefarmasian secara terbatas. Seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat yang melakukan tugasnya dalam keadaan darurat yang mengancam keselamatan jiwa dan diperlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan pasien,” ujar Ketua MK Moh Mahfud MD saat membacakan amar putusan di Gedung MK Jakarta, Senin (27/6).

 

Mahkamah juga menyatakan penjelasan Pasal 108 ayat (1) UU Kesehatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Putusan dijatuhkan dengan suara bulat oleh sembilan hakim konstitusi.       

 

Seperti diketahui, Misran selaku Kepala Puskesmas Pembantu Kuala Samboja  bersama tujuh kepala puskesmas lain di Kalimantan Timur menguji Pasal 108 ayat (1) beserta penjelasannya dan Pasal 190 Ayat (1) UU Kesehatan. Pasal itu dinilai sangat membatasi perawat melakukan tindakan medis dalam mengobati pasien. Pasalnya, Misran pernah dipidana selama selama tiga bulan penjara gara-gara melakukan tindakan medis untuk menolong pasien sesuai Pasal 190 ayat (1) itu.  

 

Beleid itu secara tidak langsung melarang perawat memberikan obat daftar G (Gevaarlijk atau berbahaya) seperti antibiotik, analgetik, dll. Menurut pemohon, tidak semua rumah sakit/puskesmas di daerah-daerah kondisinya memiliki tenaga kefarmasian. Bila obat daftar G tak segera diberikan, maka nyawa pasien akan terancam. 

 

Hal ini yang dilakukan oleh Misran kepada pasiennya saat dia bertugas sebagai Kepala Puskesmas Pembantu Kuala Samoja, kabupaten Kutai Kertanegara. Ia pun nekat memberikan obat daftar G ke pasien sehingga dia dijebloskan ke penjara oleh polisi.

 

Misran menilai UU Kesehatan tak menjamin kepastian hukum sebagaimana dijamin oleh Konstitusi kepada perawat. Sebab, menolong pasien dengan memberi obat daftar G terancam dipidana. Jika membiarkan pun terancam dipidana. Karena itu, ia meminta MK membatalkan Pasal 108 ayat (1) beserta penjelasannya dan Pasal 190 ayat (1) UU Kesehatan.

Tags: