Keadilan Restoratif dalam Putusan-Putusan MA
Berita

Keadilan Restoratif dalam Putusan-Putusan MA

MA beberapa kali memutus berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Ada sejumlah hambatan dalam penerapannya.

Oleh:
IHW/Inu
Bacaan 2 Menit
Keadilan Restoratif dalam Putusan-putusan MA. Foto: Sgp
Keadilan Restoratif dalam Putusan-putusan MA. Foto: Sgp

Hakim Agung Komariah Emong Sapardjaja mengatakan bahwa Mahkamah Agung sudah sejak lama menerapkan keadilan restoratif (restorative justice). Walaupun tidak seutuh teori keadilan restoratif seperti dikemukakan para pakar.

“Dimana seharusnya dilibatkan banyak pihak, yaitu korban, pelaku, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya,” kata Komariah dalam seminar yang diselenggarakan Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) di Jakarta, Selasa (26/4).

Mahkamah Agung, lanjut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjadjaran Bandung itu lebih menempatkan keadilan restoratif bagi kepentingan pelaku dan korban. Caranya dengan memposisikan kepentingan hukum pelaku dan korban dalam posisi yang sama-sama mendapat perhatian. Tidak seperti yang diatur dalam KUHAP yang menurut Komariah hanya bertujuan memidana pelaku.

Dengan kondisi itu, Komariah mengatakan MA sudah beberapa kali mengeluarkan putusan yang menerapkan prinsip keadilan restoratif itu. Dalam putusan perkara pidana No. 1600 K/Pid/2009 misalnya MA mempertimbangkan pencabutan pengaduan, walaupun pencabutan tersebut sudah melewati batas waktu yang ditentukan dalam aturan KUHP. Alasannya karena keluarga korban dan keluarga pelaku. “Terlebih lagi karena mereka masih sekeluarga,” tulis Komariah seperti tertuang dalam makalah.

Keadilan restoratif, lanjut Komariah, juga pernah digunakan MA untuk mengadili seorang suami yang menelantarkan istri dan anaknya. Sang suami didakwa dengan Pasal 49 huruf a Jo Pasal 9 Ayat (1) UU No 23 Tahun 2004 tentang Pemberantasan Kekerasan dalam Rumah Tangga dengan ancaman hukuman paling lama tiga tahun atau denda Rp15 juta.

Namun MA dalam perkara No 307 K/Pid.Sus/2010 itu memilih menjatuhkan hukuman percobaan dengan syarat khusus memberikan nafkah kepada istri dan anak-anak. Salah satu pertimbangannya adalah yang dibutuhkan oleh korban adalah nafkah bulanan, sedangkan pelaku berharap tidak dipecat dari pekerjaannya sebagai PNS. “Dengan demikian kepentingan hukum kedua pihak dapat terakomodasi,” demikian Komariah.

Komariah juga menyebutkan keadilan restoratif terdapat dalam perkara narkotika. Dijelaskan Komariah, akhir-akhir ini para hakim sering dihadapkan pada dakwaan tunggal dalam kasus narkotika. Biasanya jaksa hanya menggunakan Pasal 112 UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal tersebut intinya memberi ancaman pidana bagi seorang yang kedapatan menguasai narkotika.

Halaman Selanjutnya:
Tags: