Ada Dugaan Pelanggaran HAM Penangkapan BW
Berita

Ada Dugaan Pelanggaran HAM Penangkapan BW

Penyalahgunaan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan yang eksesif.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ketua Komnas HAM Hafid Abbas diapit komisioner Nur Kholis dan Roichatul Aswidah menunjukkan dokumen kesimpulan dan rekomendasi Komnas atas penangkapan BW. Foto: RES
Ketua Komnas HAM Hafid Abbas diapit komisioner Nur Kholis dan Roichatul Aswidah menunjukkan dokumen kesimpulan dan rekomendasi Komnas atas penangkapan BW. Foto: RES
Kecaman Komisi III DPR tak membuat Komnas HAM ‘kehilangan’ suara. Rapat Paripurna Komnas memutuskan ada dugaan pelanggaran HAM dalam proses penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto (BW). Sebelum sampai pada kesimpulan itu, Komnas HAM sudah meminta keterangan dari sejumlah pihak seperti  BW dan pimpinan KPK, Wakapolri Badrotin Haiti dan Kabareskrim.

Komnas juga meminta informasi dari Tim 9 bentukan Presiden Jokowi dan Ombudsman Republik Indonesia. Juga melihat video penangkapan BW.

“Dalam penangkapan terhadap BW, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM sebagaimana dijamin dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan dibidang HAM,” jelas Nur Kholis dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM di Jakarta, Rabu (04/2).

Tim Lidik yang dibentuk Komnas HAM juga menemukan dugaan penyalahgunaan kekuasaan. Indikasinya, penanganan kasus BW tidak lepas dari situasi konflik yang terjadi antara KPK-Polri. Proses hukum terhadap BW mulai dilakukan setelah KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Modus serupa sudah pernah terjadi sebelumnya. Komnas meyakini  seluruh rangkaian peristiwa itu tidak dapat disebut sebagai suatu koinsiden.

Tim Lidik Komnas juga menemukan dugaan penggunaan kekuasaan yang eksesif. Indikasinya ada penggunaan kekuasaan yang eksesif oleh Polri yang melampaui upaya yang dibutuhkan. Misalnya penggunaan upaya paksa (penggunaan senjata laras panjang) dan pengerahan kekuatan pasukan yang berlebihan untuk menangkap BW.

“Komnas HAM menduga penggunaan upaya paksa serta penanganan perkara telah melampaui langkah yang seharusnya dilakukan oleh kepolisian berdasarkan peraturan yang ada serta keluar dari praktik yang selama ini dilakukan,” papar Nur Kholis.

Selanjutnya, tim menemukan pelanggaran terhadap due process of law. Terlihat dari proses penangkapan yang tidak dilakukan sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Proses hukum terhadap BW tidak didahului dengan surat pemanggilan, malah diduga dilakukan dengan proses yang tidak jujur (fair manner).

Dari temuan tim, Nur Kholis menyebut kepolisian tidak menerapkan hukum secara proporsional. Khususnya dalam penggunaan Pasal 242 juncto Pasal 55 KUHP terhadap kerja-kerja advokat. Sehingga dapat mengancam profesi advokat yang sesungguhnya dibutuhkan masyarakat untuk memenuhi hak atas keadilan.

Terakhir, tim menemukan terjadinya abuse of power  berupa penggunaan kekuasaan yang eksesif sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM. Seluruh prosedur formil dan materil yang digunakan Bareskrim dalam perkara BW tidak didasari dengan iktikad baik (in good faith) dalam rangka upaya penegakan hukum.

“Terjadi diskriminasi karena penangkapan dilakukan tanpa didahului proses pemanggilan. Sehingga kasus yang dikenakan kepada BW justru dapat mengancam kebebasan hak sipil pada umumnya, khususunya kebebasan profesi advokat,” tukas Nur Kholis.

Agar peristiwa serupa tidak terjadi dikemudian hari, tim merekomendasikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengambil tindakan sesuai pasal 71 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM. Guna memastikan keamanan bagi seluruh jajaran KPK dalam menjalankan tugas pemberantasan korupsi. Melakukan tindakan remedial (pemulihan) terhadap pimpinan KPK karena abuse of power dari kepolisian.

Presiden Jokowi juga didesak untuk menetapkan pencalonan Kapolri dengan menjalankan mekanisme yang selama ini digunakan, yaitu meminta masukan dari lembaga-lembaga terkait seperti KPK, PPATK dan Komnas HAM. Kemudian, mengambil langkah untuk menurunkan ketegangan antara KPK-Polri agar jaminan keamanan dan pemberantasan korupsi tetap berjalan.

Kepada Polri, tim merekomendasikan agar dilakukan penyelidikan internal atas dugaan abuse of power dalam penetapan BW sebagai tersangka. Penetapan tersangka itu diduga kuat terkait dengan proses hukum beberapa anggota kepolisian. Polri juga diminta melakukan perbaikan peraturan internal di kepolisian untuk memastikan due process of law.

Untuk KPK, Komnas HAM merekomendasikan adanya pengawasan dan audit kinerja KPK dalam rangka memperkuat integritas dan independensi KPK. “Guna memastikan due process of law,” urai Nur Kholis.

Kritik DPR
Menanggapi kritikan Komisi III DPR yang menyebut Komnas HAM “mencari panggung” dalam kisruh KPK-Polri, Nur Kholis mengatakan Komnas HAM bertindak berdasarkan laporan masyarakat. Menurutnya, tampilnya Komnas HAM di media sebagai bentuk pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kepada publik.

Ketua Komnas HAM, Hafid Abbas, menegaskan Komnas HAM bekerja dengan sungguh-sungguh sesuai dengan amanat undang-undang. Sehingga, legitimasi Komnas HAM untuk melaksanakan tugasnya, termasuk penyelidikan, sudah sangat kuat.

Untuk itu dalam melakukan penyelidikan terhadap kasus yang menimpa BW Hafid mengatakan itu berdasarkan pengaduan yang masuk. Ia mengingatkan beberapa waktu lalu ada kelompok masyarakat yang mengusung tema save KPK-save Polri mengadu ke Komnas HAM. Menindaklanjuti laporan itu maka Komnas HAM membentuk tim penyelidikan.

“Kami tidak berniat untuk mencari sensasi politik. Tapi kami bekerja sesuai amanat,” tegas Hafid.
Tags:

Berita Terkait