Ahmad Basarah: Pembangunan Ibu Kota Baru Butuh Payung Hukum
Pojok MPR-RI

Ahmad Basarah: Pembangunan Ibu Kota Baru Butuh Payung Hukum

Dukungan partai-partai dan seluruh masyarakat atas rencana pemindahan ibu kota negara idealnya diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap rencana MPR RI melakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk mengakomodasi PPHN.

Oleh:
Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Istimewa.
Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Foto: Istimewa.

JAKARTA – Rencana Presiden Joko Widodo yang akan menyerahkan surat presiden (surpres) terkait RUU Ibu Kota Negara (ibu kota baru) kepada DPR RI  direspon positif oleh Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah. Dia berharap gagasan besar ini mendapat dukungan partai-partai politik dan semua elemen masyarakat demi kebaikan bangsa. 

“Gagasan besar Presiden Jokowi ini harus dijadikan contoh praktis betapa untuk memastikan kesinambungan rencana pembangunan Ibu Kota Negara baru itu, bangsa kita sangat membutuhkan payung hukum yang lebih kokoh untuk hadirnya ketentuan Pokok-Pokok Haluan Negara atau PPHN,” ujar Ahmad Basarah di forum Stadium General Kongres II Keluarga Alumni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KA-KAMMI) di Jakarta, Sabtu (28/8/2021).

Menurutnya, tanpa PPHN, siapa yang akan menjamin presiden terpilih tahun 2024 nanti benar-benar akan melaksanakan dan melanjutkan rencana pemindahan ibu kota negara ini mengingat UUD NRI 1945 dan UU 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) tidak memberi sanksi apapun kepada presiden berikutnya atas tidak dilanjutkannya sebuah program pembangunan yang telah dilaksanakan oleh presiden sebelumnya,” ujar Ahmad Basarah, Minggu (29/08/2021). 

Dikatakan Ketua Fraksi PDI Perjuangan ini, dukungan partai-partai dan seluruh masyarakat atas rencana pemindahan ibu kota negara itu idealnya diwujudkan dalam bentuk dukungan terhadap rencana MPR RI melakukan amandemen terbatas UUD 1945 untuk mengakomodasi PPHN. 

Amandemen terbatas ini, kata Ahmad Basarah, hanya ingin memasukkan satu ayat pada pasal 3 yang intinya memberi kewenangan kepada MPR RI untuk mengubah dan menetapkan PPHN atau GBHN, serta menambah ayat pada pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR RI untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden bila bertentangan dengan PPHN. 

‘’Karena itu, saya sangat berharap niat MPR RI melakukan amandemen terbatas ini tidak dicurigai punya motif apa pun, apalagi dicurigai ingin mengubah konstitusi agar presiden bisa menjabat tiga periode. Tidak sama sekali. Presiden boleh berganti, tapi rencana pembangunan jangka panjang nasional harus terus berkesinambungan dan dipagari oleh konstitusi,” ujar Ahmad Basarah. 

Ahmad Basarah menegaskan jangkar pembangunan Indonesia modern sudah seharusnya dikembalikan kepada cita-cita luhur pendiri bangsa yang menghendaki pembangunan nasional didasarkan atas pola Pembangunan Nasional Semesta dan Berencana (PNSB) atau Garis-garis Besar Haluan Negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags: