Poin-poin Pandangan AKPI Terkait Moratorium PKPU dan Pailit
Terbaru

Poin-poin Pandangan AKPI Terkait Moratorium PKPU dan Pailit

Dengan memberlakukan moratorium dari pelaksanaan UU Kepailitan artinya negara tidak memberikan kepastian dalam kelangsungan usaha/berbisnis di Indonesia.

Oleh:
Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Ketua Umum AKPI, Jimmy Simanjuntak. Foto: Istimewa
Ketua Umum AKPI, Jimmy Simanjuntak. Foto: Istimewa

Wacana moratorium permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan pailit masih terus bergulir. Bentuk dukungan dan penolakan terhadap rencana muncul dari berbagai kalangan mulai dari pengusaha, praktisi dan akademisi.

Salah satu pihak yang menyatakan penolakan terhadap rencana penghentian sementara pelaksanaan UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepalitan dan PKPU (UU Kepailitan) adalah Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Menurut Ketua Umum AKPI, Jimmy Simanjuntak, banyak hal yang harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum memutuskan mengeluarkan kebijakan moratorium PKPU dan pailit.

Jimmy mengungkapkan setidaknya terdapat delapan poin yang harus dipikirkan oleh pemerintah jika ingin menerbitkan Perppu tentang moratorium pemberlakukan UU Kepailitan secara keseluruhan. Pertama, terkait adanya moral hazard. Jika moratorium dilakukan atas dasar ini, maka pertanyaannya adalah bagaimana cara pemerintah mengakomodir kepentingan dan memberikan perlindungan bagi pengusaha khususnya kreditor.

Kedua, moral hazard dari sisi debitur. Bagaimana nasib kreditor jika upaya penagihan yang dilakukan berkali-kali tidak direspon oleh debitur. Ketiga, bagaimana kepastian hukum bagi para kreditur yang akan menagihkan/menuntut pemenuhan utangnya dari debitur? (Baca: Pemerintah Berpotensi Lakukan Moratorium PKPU Secara Total)

Keempat, terkait kepastian hukum bagi para debitor yang memang beritikad baik ingin melakukan restrukturisasi atas utangnya, sehingga bisa kembali menata kelangsungan usaha. Kelima, bagaimana memastikan bahwa moratorium tidak digunakan oleh para debitur menghindari pembayaran utangnya.

Keenam, pemerintah harus memikirkan akibat yang akan ditimbulkan bagi perekonomian nasional jika para kreditur sulit menjalankan usahanya dikarenakan banyaknya tagihan/utang yang belum dibayarkan oleh para Debitor, sehingga tidak memiliki modal untuk melanjutkan usaha.

Ketujuh, apa jaminan yang bisa diberikan oleh pemerintah bahwa selama moratorium ini dilaksanakan debitor atau pengusaha tidak melakukan penjualan/pengalihan atas aset-asetnya, bagaimana kepastian hukum bagi para Kreditor yang akan menagihkan/menuntut pemenuhan utangnya dari debitor.

Tags:

Berita Terkait