Respons MA Soal Penghentian Survei EoDB World Bank
Utama

Respons MA Soal Penghentian Survei EoDB World Bank

Survei EoDB merupakan hal penting karena memotivasi negara-negara untuk memperbaiki kemudahaan berusaha.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Gedung Mahkamah Agung. Foto: RES
Gedung Mahkamah Agung. Foto: RES

Penghentian survei kemudahaan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB) World Bank atau Bank Dunia mengejutkan berbagai negara termasuk Indonesia. Pasalnya, Indonesia menjadikan survei EoDB tersebut sebagai rujukan dalam membuat ragam kebijakan khususnya bidang ekonomi. Misalnya, pembentukan Undang-Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja merupakan salah satu cara untuk meningkatkan peringkat EoDB Indonesia.

Selain itu, bidang yudikatif juga menjadi komponen penting pemeringkatan EoDB. Penegakan kontrak dan penyelesaian perkara kepailitan merupakan porsi utama lembaga yudikatif dalam penilaian EoDB tersebut. “Saya cukup kaget ada discontinue (penghentian), apa ini diganti dalam bentuk lain atau discontinue,” ungkap Hakim Agung Mahkamah Agung, Syamsul Ma’arif kepada Hukumonline, Jumat (17/9). 

Dia menjelaskan survei EoDB merupakan hal positif karena memotivasi negara-negara untuk memperbaiki kemudahaan berusaha. MA memandang survei EoDB merupakan hal serius, bahkan memiliki kelompok kerja untuk mengurusi agar arah program kerja yang dilakukan bersinergi dengan komponen-komponen penilaian tersebut. 

Salah satu yang dilakukan MA yaitu melakukan modernisasi peradilan sehingga dapat memudahkan masyarakat saat berurusan dengan peradilan. Contoh upaya MA yaitu mengadakan proses gugatan sederhana dan e-court. (Baca: Terindikasi Fraud, Bank Dunia Stop Lanjutkan Survei EoDB)

“MA tanggapi survei ini sangat serius. Kami punya pokja sendiri terhadap EoDB. Dan dari pokja itu banyak kegiatan dan sudah berhasil serta menghasilkan modernisasi peradilan. Ini berjalan dengan baik dan ini agar diefektifkan lagi terlepas ada discontinue atau tidak. Kedua, e-court berjalan dengan baik,” jelas Syamsul.

Meski terhadap penghentian survei EoDB tersebut, Syamsul menerangkan paradigma untuk memudahkan akses peradilan bagi masyarakat harus terus dilakukan. Bahkan, MA juga memiliki cetak biru 2025 untuk terus modernisasi dan inovasi lingkungan peradilan agar memenuhi kebutuhan masyarakat.

Seperti diketahui, kabar mengejutkan dari World Bank atau Bank Dunia yang menghentikan survei tahunan kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EoDB). Penghentian survei EoDB ini karena terjadi dugaan kecurangan atau fraud dalam proses penilaian oleh internal. Padahal, survei EoDB selalu dijadikan suatu negara sebagai patokan kemudahaan berinvestasi.

Tags:

Berita Terkait