Sah! Begini Materi Muatan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan
Terbaru

Sah! Begini Materi Muatan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Ada 7 poin penting yang termuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan ini. Penyusunan UU ini menggunakan metode omnibus law.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly bersama pimpinan DPR usai pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (7/10/2021). Foto: RES
Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly bersama pimpinan DPR usai pengesahan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Kamis (7/10/2021). Foto: RES

Pemeritah dan DPR secara resmi menyetujui atau mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi UU dalam rapat paripurna di Kompleks Gedung Parlemen. Meski tidak secara bulat, tapi mayoritas fraksi partai memberikan persetujuan. Ada sejumlah materi muatan atau substansi yang termuat dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang belum bernomor ini.

“Apakah RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat disetujui dan disahkan menjadi UU?” ujar Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar saat memimpin rapat paripurna, Kamis (7/10/2021). Sebagian besar fraksi di DPR menyatakan memberikan persetujuan. (Baca Juga: Pembentuk UU Sepakat Bakal Mengesahkan RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan)

Wakil Ketua Komisi XI DPR Dolfie O.F.P, dalam laporan akhir pembahasan RUU HPP, mengatakan UU ini memuat 9 bab dan 19 pasal. Pertama, judul. Penyusunan RUU HPP menggunakan metode omnibus law, sehingga mengubah atau menghapus sejumlah pasal di beberapa UU terkait. Seperti UU No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan; UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan; UU No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

Kemudian UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai; UU No.2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2020 Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan menjadi UU. Selanjutnya, UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

“UU ini juga mengatur mengenai program pengungkapan sukarela wajib pajak; dan pengaturan mengenai pajak karbon,” ujarnya.

Kedua, ketentuan umum dan tata cara perpajakan yakni mengatur tentang penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) orang pribadi. Menurutnya, dengan terintegrasinya penggunaan NIK bakal mempermudah memantau administrasi Wajib Pajak Indonesia (WPI), khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP).

Dia yakin program tersebut bakal mempermudah aktivitas pendataan masyarakat sebagai wajib pajak. Selain itu, terkait asistensi penagihan pajak global kerja sama bantuan penagihan pajak antar negara dilakukan melalui kerja sama negara mitra secara resiprokal. Langkah tersebut dilakukan sebagai wujud peran aktif Indonesia dalam kerja sama internasional.

Tags:

Berita Terkait