Gratifikasi Hambat Objektivitas Penyelenggara Negara
Terbaru

Gratifikasi Hambat Objektivitas Penyelenggara Negara

KPK senantiasa memberikan bimbingan dan melakukan pembinaan, khususnya terhadap personil UPG di masing-masing instansi demi terciptanya budaya anti gratifikasi di Indonesia dan mewujudkan layanan publik yang bebas suap.

Oleh:
CR-27
Bacaan 3 Menit
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam webinar Hari Anti Korupsi yang disiarkan secara daring, Selasa (30/11). Foto: CR-27
Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam webinar Hari Anti Korupsi yang disiarkan secara daring, Selasa (30/11). Foto: CR-27

Upaya pengendalian risiko penerimaan gratifikasi melalui penyusunan kebijakan dan penunjukan pengampu fungsi Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) di instansi terus digalakkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Implementasi pengendalian gratifikasi di instansi membutuhkan komitmen dari pimpinan instansi dan jajarannya, serta bersama UPG berperan dalam internalisasi kebijakan pengendalian gratifikasi di instansi.

Pelaksanaan program pengendalian gratifikasi ini dipantau dan dievaluasi keefektifannya dalam mengatasi kerawanan atau risiko penerimaan gratifikasi yang ada di instansi atau pelayanan publik. KPK senantiasa memberikan bimbingan dan melakukan pembinaan, khususnya terhadap personil UPG di masing-masing instansi demi terciptanya budaya anti gratifikasi di Indonesia dan mewujudkan layanan publik yang bebas suap.

Salah satu yang mengganggu atau menghambat objektivitas dan menghambat keadilan disebabkan oleh adanya gratifikasi. Dalam pelayanan publik yang dalam ini adalah aspek pemerintahan, gratifikasi adalah hal yang dilarang. Hal ini dijelaskan oleh Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam webinar Hari Anti Korupsi yang disiarkan secara daring, Selasa (30/11).

“Kita melarang adanya gratifikasi karena akan meruntuhkan keadilan. Berdasarkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Pasal 12 A dan B untuk menegakan anti gratifikasi. Budaya gratifikasi pada prinsipnya boleh diberikan kepada antar anak bangsa, jika diberikan kepada penyelenggara negara hal ini kemudian diartikan sebagai bentuk suap,” kata Ghufron. (Baca: Urgensi Peningkatan Pengawasan Internal Lembaga Pemerintah Cegah Korupsi)

Saat ini, KPK telah menerima lebih dari 14.019 laporan praktik gratifikasi dari kementerian, lembaga pemerintahan daerah, BUMN hingga swasta. KPK juga menerima 7.709 laporan gratifikasi dari rentang waktu Januari 2015 hingga September 2021 dengan nilai yang diuangkan sebesar Rp 171 miliar. Pelaporan gratifikasi ini adalah upaya layanan publik agar lebih objektif dan adil.

Mengenai gratifikasi, di dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ada 30 perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana korupsi. Hal ini dijelaskan lebih lanjut oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej.

“Berdasarkan buku saku KPK ada 7 jenis tindak pidana korupsi yaitu kerugian keuangan negara, suap menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang yang berkaitan dengan barang dan jasa, serta gratifikasi,” kata Eddy.

Tags:

Berita Terkait