Tiga Tantangan Komisi Nasional Disabilitas
Kolom

Tiga Tantangan Komisi Nasional Disabilitas

Mulai dari posisi sekretariat, luasnya ruang lingkup, hingga membangun komunikasi dengan lembaga lain. Tujuannya untuk membangun pondasi agar tidak layu sebelum berkembang.

Bacaan 5 Menit
Fajri Nursyamsi. Foto: Istimewa
Fajri Nursyamsi. Foto: Istimewa

Komisi Nasional Disabilitas (KND) merupakan lembaga yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU Penyandang Disabilitas). Ketentuan itu kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2020 tentang Komisi Nasional Disabilitas (Perpres 68/2020) sekaligus memerintahkan pembentukannya. Setelah melalui proses seleksi, pada 1 Desember 2021, Presiden Republik Indonesia resmi melantik 7 anggota KND, sekaligus menandakan KND jilid I resmi bertugas.

Pembentukan KND disambut harapan di tengah upaya Pemerintah menjalankan amanat dalam mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Namun begitu, terselip keresahan yang mendalam terhadap kekuatan kelembagaan KND untuk menjawab berbagai harapan tersebut, khususnya dalam melaksanakan semangat dan prinsip dari UU Penyandang Disabilitas yang menempatkan isu disabilitas dalam pendekatan lintas sektor.

Bagaimanapun, KND bukanlah eksekutor lapangan, melainkan lembaga pengawas eksternal dari Pemerintah dan pemerintah daerah dalam menjalankan tugas dan kewenangannya yang diatur dalam UU Penyandang Disabilitas. Dalam peran ini, KND perlu memetakan dengan cermat permasalahan yang ada dan menjawab pertanyaan besar “bagaimana KND dapat berperan dalam penyelesaian permasalahan tersebut?”.

Realitas bahwa KND adalah lembaga eksternal dari birokrasi Pemerintah tercantum dalam ketentuan Pasal 132 UU Penyandang Disabilitas yang mengatur bahwa tugas dari KND adalah melaksanakan pemantauan, evaluasi, dan advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Dari tugas itu dapat terlihat bahwa KND bukan pelaksana langsung, tetapi memastikan Pemerintah dan pemerintah daerah menjalankan tugasnya dalam mewujudkan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas berdasarkan UU Penyandang Disabilitas.

Tantangan terbesar bagi KND dalam menjalankan posisi sebagai pengawas eksternal adalah posisi Sekretariat KND dalam Pasal 9 ayat (4) Perpres 68/2020 yang berkedudukan di unit kerja Kementerian Sosial, yang merupakan salah satu obyek pengawasan dari KND. Sekretariat KND bertugas untuk memberikan dukungan teknis dan administratif, termasuk penyediaan anggaran bagi KND. Dalam konstruksi perencanaan dan penganggaran di Indonesia, ketentuan itu menjadikan jalur anggaran KND akan masuk dalam pagu anggaran Kementerian Sosial.

Kondisi itu menjadikan posisi KND tidak diuntungkan secara sistem, sehingga perlu didukung faktor di luar sistem, agar mandat sebagai lembaga pengawas eksternal yang independen tetap terjaga. Bentuk dukungan paling krusial adalah dari organisasi penyandang disabilitas sebagai pemangku kepentingan terbesar. Skema pengisian anggota KND yang keseluruhannya dipilih dari masyarakat sipil, tidak ada anggota yang berstatus sebagai ex officio atau perwakilan Pemerintah, menambah urgensi bahwa KND adalah perpanjangan tangan dari masyarakat penyandang disabilitas.

Dengan begitu, penting bagi KND mengawali langkahnya untuk berkonsolidasi dengan organisasi penyandang disabilitas di seluruh wilayah Indonesia. KND perlu memberikan ruang yang besar bagi organisasi penyandang disabilitas untuk ikut dalam merancang kerja KND ke depan, sehingga terjalin proses yang saling percaya dan memastikan KND bermitra dekat, serta saling mendukung dengan organisasi penyandang disabilitas.

Tags:

Berita Terkait