Tindak Lanjuti Putusan MK, Dua UU Ini Bakal Masuk Prolegnas Prioritas 2022
Utama

Tindak Lanjuti Putusan MK, Dua UU Ini Bakal Masuk Prolegnas Prioritas 2022

UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang telah diperbarui dengan UU No.15 Tahun 2019 dan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan masuk daftar kumulatif terbuka dan masuk Prolegnas Prioritas 2022.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Narasumber webinar yang digelar PSHK dengan topik Implikasi Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja Terhadap Upaya Reformasi Regulasi, Jumat (3/12/2021). Foto: ADY
Narasumber webinar yang digelar PSHK dengan topik Implikasi Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja Terhadap Upaya Reformasi Regulasi, Jumat (3/12/2021). Foto: ADY

Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutus permohonan uji formil dan materiil UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Hasilnya, dari 12 permohonan baik uji formil dan/atau materiil, hanya 1 permohonan yang dikabulkan sebagian yakni pengujian formil perkara No.91/PUU-XVIII/2020. Putusan MK itu intinya menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam, waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan.”

Putusan itu menyatakan UU No.11 Tahun 2020 masih berlaku sampai dilakukan perbaikan sebagaimana jangka waktu 2 tahun sejak putusan diucapkan. MK juga menangguhkan semua kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU No.11 Tahun 2020.

Anggota Badan Legislasi DPR RI, Firman Soebagyo, menilai putusan MK itu menyebut antara lain UU No.11 Tahun 2020 dianggap melanggar prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No.15 Tahun 2019 karena beleid itu tidak mengatur tentang metode omnibus law.

Tapi, Firman menegaskan metode omnibus law dipilih untuk mengatasi persoalan overregulate dan tumpang tindih yang menghambat pembangunan nasional. Pemerintah selama ini belum mampu memberikan terobosan untuk mengatasi masalah itu dan baru kali ini terobosan dilakukan melalui metode omnibus law. DPR juga telah membahas penggunaan metode omnibus law ini kepada pakar dan ahli serta berdiskusi dengan parlemen di negara lain seperti Belanda.

Hasil dari pembahasan itu menyimpulkan tidak ada persoalan jika metode omnibus law diterapkan di Indonesia. Setelah putusan MK menyatakan secara formil pembentukan UU Cipta Kerja ada persoalan formil, Firman menyebut hal tersebut sebagai bentuk dorongan agar dilakukan penyempurnaan. Ke depan proses pembentukan peraturan melalui metode omnibus law sangat dibutuhkan.

“Kami menghormati putusan MK,” kata Firman dalam webinar yang digelar PSHK bertajuk “Implikasi Putusan Uji Formil UU Cipta Kerja Terhadap Upaya Reformasi Regulasi”, Jumat (12/3/2021). (Baca Juga: Tiga Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Merevisi UU Pembentuka Peraturan)

Menindaklanjuti putusan tersebut, Firman mengatakan tahap awal yang akan dilakukan yakni mengubah UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. DPR juga telah mengundang pakar hukum tata negara dan melakukan inventarisasi terhadap apa saja yang diperintahkan dalam putusan MK. Rencananya UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan UU No.11 Tahun 2020 akan masuk dalam daftar kumulatif terbuka dan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2022.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait