Saran Akademisi ke Pemerintah Terkait Perbaikan UU Cipta Kerja Pasca-Putusan MK
Terbaru

Saran Akademisi ke Pemerintah Terkait Perbaikan UU Cipta Kerja Pasca-Putusan MK

Pemerintah disarankan membuat aturan baru yang isinya memperbaiki dan memenuhi asas formil. Kemudian, UU Cipta Kerja tersebut dicabut dan dibuatkan pengaturan baru sesuai UU 12/2011.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Hukumonline dan Klinik Hukum mengadakan Instagram Live (IG Live) bertemakan Special Edition Cipta Kerja Updates: Suara Akademisi Menyikapi Putusan MK.
Hukumonline dan Klinik Hukum mengadakan Instagram Live (IG Live) bertemakan Special Edition Cipta Kerja Updates: Suara Akademisi Menyikapi Putusan MK.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji formil Undang-Undang 11/2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) menjadi perhatian khusus dunia hukum.  Dalam putusan No.91/PUU-XVIII/2020 hakim konstitusi menyatakan UU No.11 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat jika tidak dilakukan perbaikan sesuai asas formil dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini.

Atas persoalan tersebut Hukumonline dan Klinik Hukum mengadakan Instagram Live (IG Live) bertemakan “Special Edition Cipta Kerja Updates: Suara Akademisi Menyikapi Putusan MK”. Turut menjadi pembicara dalam acara tersebut yaitu Saksi Ahli Uji Formil UU Cipta Kerja dari Pemohon, Dosen Perundang-undangan Fakultas Hukum UI, dan Direktur Indonesian Center for Legislative Drafting, Fitriani Ahlan Sjarif dan Legal Clinic Manager Hukumonline, Tri Jata Ayu Pramesti.

Fitriani menyampaikan UU 12/2011 tentang Peraturan Pembentukan Perundang-undangan (UUP3) merupakan pedoman dalam pembuatan UU. Dalam UU P3 tersebut tidak terdapat istilah perbaikan sehingga terdapat pilihan untuk memperbaiki UUCK yaitu berupa pembuatan UU baru, perubahan atau pencabutan.

Dia menyampaikan perubahan UUCK tidak dapat dilakukan karena beleid tersebut merupakan kumpulan perubahan UU. Sehingga, dia menilai semakin memperumit untuk memahami UUCK. “Itu enggak mungkin karena UU Cipta Kerja adalah kumpulan perubahan kalau ada perubahan lagi malah bikin kacau,” kata Fitriani. (Baca: Putusan MK Dinilai Tekankan Perbaikan Substansi UU Cipta Kerja)

Sehingga, dia menyarankan agar pemerintah membuat aturan baru yang isinya memperbaiki dan memenuhi asas formil. Kemudian, UU Cipta Kerja tersebut dicabut dan dibuatkan pengaturan baru sesuai UU 12/2011. “Jadi mencabut dengan penggantian. Mencabut UU yang dianggap sebagai inkonstitusional bersyarat,” jelas Fitriani.

Sementara itu, Ayu mengatakan keputusan MK mengabulkan uji formil merupakan pertama kali dilakukan. Dengan putusan MK tersebut, maka UU CK dinyatakan tidak punya kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan perbaikan dalam dua tahun sejak putusan. “Ini kalau tidak diperbaiki maka akan inkonstitusional permanen,” jelas Ayu.

Dalam kesempatan terpisah sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Muhammad Ali Safa'at, menilai dalam putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020, perbaikan materil harus diperhatikan dalam pembentukan UU Cipta Kerja yang disempurnakan dalam 2 tahun. Selain itu, tindak lanjut yang harus dilakukan pemerintah adalah mengubah UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan memasukkan metode omnibus law dan pembentukan kembali UU Cipta Kerja dari awal.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait