Adakah Sanksi Jika Perusahaan Meniadakan Program Jaminan Pensiun?
PERTANYAAN
Apakah hukumnya bila perusahaan menolak atau meniadakan jaminan pensiun?
Pro
Pusat Data
Koleksi peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan yang sistematis serta terintegrasi
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab gratis tentang berbagai isu hukum
Berita
Informasi dan berita terkini seputar perkembangan hukum di Indonesia
Jurnal
Koleksi artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk referensi penelitian Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah hukumnya bila perusahaan menolak atau meniadakan jaminan pensiun?
Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
Kami berasumsi bahwa menolak atau meniadakan jaminan pensiun yang Anda maksud adalah perusahaan yang bersangkutan tidak mengikutsertakan pekerjanya atau tidak mendaftarkan pekerjanya pada program jaminan pensiun.
Pada dasarnya, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena memasuki usia pensiun dan apabila pengusaha telah mengikutkan pekerja/buruh pada program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka pekerja/buruh tidak berhak mendapatkan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, tetapi tetap berhak atas uang penggantian hak, demikian yang disebut dalam Pasal 167 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”).
Mengacu pada hal di atas, secara implisit pasal itu mengatakan bahwa diikutsertakannya pekerja/buruh pada program pensiun bukanlah suatu kewajiban perusahaan. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, perusahaan tidak wajib mengikutsertakan pekerjanya untuk program jaminan pensiun sehingga tidak ada sanksi bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya atau dengan kata lain meniadakan program jaminan pensiun.
Pengaturan lain yang secara implisit juga mengatakan bahwa program jaminan pensiun sifatnya tidak wajib bagi perusahaan adalah pengaturan dalam Pasal 167 ayat (3) UU Ketenagakerjaan, yakni dalam hal pengusaha telah mengikutsertakan pekerja/buruh dalam program pensiun yang iurannya/preminya dibayar oleh pengusaha dan pekerja/buruh, maka yang diperhitungkan dengan uang pesangon yaitu uang pensiun yang premi/iurannya dibayar oleh pengusaha.
Kemudian, apa hak bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun namun pengusaha tidak mengikutsertakannya dalam program jaminan pensiun? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Pasal 167 ayat (5) UU Ketenagakerjaan:
Dalam hal pengusaha tidak mengikutsertakan pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja karena usia pensiun pada program pensiun maka pengusaha wajib memberikan kepada pekerja/buruh uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Perlu Anda ketahui, saat ini telah berlaku Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“UU BPJS”). Dengan UU ini dibentuk 2 (dua) BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian (Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU BPJS).
Jika perusahaan yang Anda maksud telah mengikutsertakan pekerjanya dalam program jaminan pensiun, maka berdasarkan Pasal 15 ayat (1) UU BPJS, pemberi kerja wajib mendaftarkan pekerjanya kepada BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan program jaminan sosial yang diikuti.
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut bisa mendapatkan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU BPJS serta Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial, yaitu:
1. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
2. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?