Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk Satuan Pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Perlu dipahami bahwa satuan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah, termasuk SMK, berada di bawah kewenangan dan bertanggung jawab kepada dinas daerah provinsi yang menyelenggarakan urusan pendidikan.
[1] Pemerintah daerah bersama masyarakat berwenang melakukan pembinaan dan pengawasan kepada penyelenggaraan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Adapun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah.
[2]
Atas ketentuan-ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa urusan penyelenggaraan SMK berada di bawah kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah daerah provinsi dengan pembinaan dan pengawasan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Pembentukan Badan Layanan Umum Daerah di Sekolah Menengah Kejuruan
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, laman resmi milik Direktorat Pembinaan SMK Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam artikel yang berjudul
Kemdikbud Dorong SMK Jadi BLUD menguraikan bahwa saat ini pemerintah tengah mendorong SMK untuk mengubah
teaching factory unggulan menjadi Badan Layanan Umum Daerah (“BLUD”). Regulasi yang menjadi dasar nantinya ditetapkan oleh pemerintah daerah, yaitu gubernur.
Laman yang sama kemudian menguraikan bahwa melalui BLUD, SMK yang memiliki produk-produk unggulan dapat mengelola proses produksi di teaching factory secara lebih fleksibel tanpa melanggar peraturan. Di sisi lain, siswa akan dilatih untuk memproses produksi selayaknya industri yang kemudian dapat dipasarkan secara umum karena memenuhi standar industri.
Muhadjir Effendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kemudian menyatakan pada laman tersebut bahwa bentuk BLUD dirasa sangat cocok bagi SMK yang telah mampu mengembangkan teaching factory-nya. Muhadjir menyarankan agar SMK yang sudah direvitalisasi dapat segera menjadi BLUD yang mampu menghasilkan. Nantinya digunakan untuk pemeliharaan dan pengembangan SMK itu.
Dengan demikian, menurut hemat kami, alih-alih sekadar membentuk badan usaha, SMK yang Anda maksud dapat didorong untuk beralih status menjadi BLUD.
Pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah
Pengertian BLUD sendiri dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Permendagri 79/2018, yang berbunyi:
Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan pengelolaan daerah pada umumnya.
Perlu diketahui bahwa BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan dari pemerintah daerah serta merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah.
[3] Dalam pelaksanaan operasionalnya, BLUD memperoleh sumber pendapatan dari:
[4]jasa layanan;
hibah;
hasil kerjasama dengan pihak lain;
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (“APBD”); dan
lain-lain pendapatan BLUD yang sah.
Pendapatan BLUD yang bersumber dari APBD berupa pendapatan yang berasal dari Dokumen Pelaksanaan Anggaran APBD (“DPAAPBD”).
[5] DPAAPBD adalah dokumen yang memuat pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran.
[6]
Sementara itu, penghasilan SMK berbentuk BLUD yang dimaksud oleh Muhadjir Effendy sebelumnya dapat dikategorikan sebagai pendapatan dari jasa layanan. Pendapatan BLUD yang bersumber dari jasa layanan berupa imbalan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat.
[7] Jenis pendapatan ini yang menurut hemat kami dapat menggantikan fungsi badan usaha yang hendak didirikan oleh SMK yang Anda maksud, jika pendirian badan usaha tersebut dimaksudkan untuk menambah pendapatan SMK.
Hubungan BLUD dengan UU PNBP
Pendapatan yang diperoleh badan layanan umum merupakan PNBP.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja badan layanan umum yang bersangkutan.
Ketentuan mengenai Pengelolaan PNBP oleh badan layanan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penerimaan anggaran yang bersumber dari APBN/APBD diberlakukan sebagai pendapatan BLU.
Pendapatan yang diperoleh dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat dan hibah tidak terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan operasional BLU.
Hibah terikat yang diperoleh dari masyarakat atau badan lain merupakan pendapatan yang harus diperlakukan sesuai dengan peruntukan.
Hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya merupakan pendapatan bagi BLU.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) dapat dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
Pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilaporkan sebagai pendapatan negara bukan pajak kementerian/lembaga atau pendapatan bukan pajak pemerintah daerah.
Menurut PP 23/2005 dan perubahannya, BLU sendiri adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
[8] Pemerintah yang dimaksud dalam pasal tersebut meliputi pemerintah pusat dan/atau daerah.
[9]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendapatan dari SMK yang berstatus BLUD nantinya termasuk sebagai pendapatan bukan pajak bagi pemerintah daerah.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 2 ayat (3) dan (4) Permendikbud 6/2019
[2] Pasal 19 ayat (1) Permendikbud 6/2019
[3] Pasal 2 ayat (4) dan (5) Permendagri 79/2018
[4] Pasal 51 Permendagri 79/2018
[5] Pasal 52 ayat (5) Permendagri 79/2018
[6] Pasal 1 angka 9 Permendagri 79/2018
[7] Pasal 52 ayat (1) Permendagri 79/2018
[8] Pasal 1 angka 1 PP 23/2005
[9] Pasal 1 angka 3 PP 23/2005