KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Anggota DPD Nyalon Jadi DPR, Haruskah Mengundurkan Diri?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Anggota DPD Nyalon Jadi DPR, Haruskah Mengundurkan Diri?

Anggota DPD Nyalon Jadi DPR, Haruskah Mengundurkan Diri?
Jennifer Jafrin, S.H.ILUMNI FH UNPAR
ILUMNI FH UNPAR
Bacaan 10 Menit
Anggota DPD Nyalon Jadi DPR, Haruskah Mengundurkan Diri?

PERTANYAAN

 Bolehkah anggota DPD RI yang masih aktif bergabung dengan partai politik untuk Caleg 2024 mendatang? Anggota DPD RI tersebut di awal pencalonan bukan anggota parpol, hanya saja ketika telah menjadi anggota DPD RI dan mendekati akhir periode jabatan (karena tidak mencalonkan kembali di DPD untuk periode berikutnya) ia masuk sebagai kader parpol dengan status DPD aktif. Adakah aturan yang mengatur hal ini?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Anggota Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”) pada dasarnya dipilih secara perseorangan, bukan sebagai perwakilan partai politik. Namun demikian, apabila anggota DPD ingin mencalonkan diri menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”) salah satu syaratnya adalah bergabung dengan partai politik. Lantas, haruskah anggota DPD aktif mengundurkan diri terlebih dahulu jika bergabung dengan partai politik untuk mencalonkan diri menjadi anggota DPR?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Hukumnya Anggota DPD Aktif Bergabung dengan Partai Politik

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (“DPD”) adalah perseorangan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (4) UUD 1945.

    KLINIK TERKAIT

    Apa Perbedaan DPD dan DPRD?

    Apa Perbedaan DPD dan DPRD?

    Lebih lanjut, dalam Pasal 182 huruf l UU 7 Tahun 2017 disebutkan bahwa perseorangan dapat menjadi calon anggota DPD setelah memenuhi syarat, salah satunya adalah:

    bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas wewenang, dan hak sebagai anggota DPD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun yang dimaksud dengan ‘pekerjaan lain’ dalam pasal tersebut, menurut Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 dimaknai dengan mencakup pula sebagai pengurus (fungsionaris) partai politik (hal. 52).

    Jika sudah menjadi anggota DPD, Pasal 302 ayat (2) UU 17/2014 mengatur sejumlah larangan, yaitu:

    Anggota DPD dilarang melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan publik, konsultan, advokat atau pengacara, notaris, dan pekerjaan lain yang ada hubungannya dengan wewenang dan tugas DPD serta hak sebagai anggota DPD.

    Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan di atas, tidak ada larangan bagi anggota DPD aktif untuk bergabung dengan partai politik. Sehingga, anggota DPD aktif boleh bergabung dengan partai politik di tengah masa jabatannya sepanjang tidak menjadi pengurus (fungsionaris) partai politik.

    Baca juga: Dapatkah Anggota Parpol Mencalonkan Diri Menjadi Anggota DPD?

    Jika Anggota DPD Ingin Mendaftar Jadi Calon Anggota DPR

    Dalam Pasal 240 ayat (1) huruf k UU 7/2017 diatur beberapa jabatan yang harus mengundurkan diri agar dapat memenuhi syarat untuk menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Adapun bunyi pasalnya adalah sebagai berikut:

    mengundurkan diri sebagai kepala daerah, wakil kepala daerah, aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

    Berdasarkan persyaratan di atas, pejabat negara termasuk pimpinan dan anggota DPD tidak termasuk dalam jabatan yang diharuskan mengundurkan diri untuk mengikuti pemilihan umum anggota legislatif.

    Akan tetapi, meskipun tidak perlu mengundurkan diri dari jabatannya, anggota DPD aktif perlu memperhatikan beberapa batasan ketika mengikuti pemilu. Salah satu ketentuan mengenai hal tersebut adalah Pasal 304 ayat (1) UU 7/2017 yang berbunyi:

    Dalam melaksanakan Kampanye, Presiden dan Wakil Presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara.

    Artinya, selama masa pencalonan dalam pemilu, dalam melaksanakan kampanye anggota DPD tidak boleh menggunakan fasilitas yang diberikan negara dalam kedudukannya sebagai pejabat negara untuk melakukan kampanye.

    Baca juga: Perbedaan Pejabat Negara dan Pejabat Pemerintahan Serta Contohnya

    Dengan demikian, anggota DPD aktif tidak harus mengundurkan diri dari jabatannya bila ingin menjadi bakal calon anggota legislatif dalam pemilihan umum, namun tidak diperbolehkan menggunakan jabatannya untuk mendapatkan keuntungan lebih selama pemilu.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023;
    3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018.

    Tags

    dpd
    dpr

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!