KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Fasilitas Kerja Dikecualikan dari Objek PPh?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Apakah Fasilitas Kerja Dikecualikan dari Objek PPh?

Apakah Fasilitas Kerja Dikecualikan dari Objek PPh?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Fasilitas Kerja Dikecualikan dari Objek PPh?

PERTANYAAN

Mengingat bahwa terdapat hal yang tidak secara jelas diatur dalam Permenkeu 66/2023, mohon bantuan Klinik Hukumonline untuk memberikan pendapat atas pertanyaan sebagai berikut:

  1. Berdasarkan Permenkeu 66/2023, fasilitas tempat tinggal dari pemberi kerja yang dimanfaatkan secara bersama-sama seperti mess atau asrama termasuk dalam daftar natura/kenikmatan dengan jenis/batasan tertentu yang dikecualikan dari Objek PPh. Apakah pemanfaatan mess atau asrama yang dikecualikan dari objek PPh tersebut hanya dapat dimanfaatkan oleh pegawai perusahaan? Bagaimana jika mess atau asrama tersebut dimanfaatkan oleh tamu perusahaan (di luar pegawai), apakah fasilitas tersebut dikecualikan dari Objek PPh apabila tamu perusahaan melakukan pekerjaan yang berkaitan dengan perusahaan, atau mess/asrama tersebut akan dikenakan PPh?
  2. Permenkeu 66/2023 tidak secara jelas menyebutkan fasilitas seperti private jet sebagai daftar natura/kenikmatan yang diatur dalam peraturan tersebut. Apakah penggunaan private jet oleh pegawai dikenakan objek PPh sebagaimana diatur dalam Permenkeu 66/2023?
  3. Berdasarkan ketentuan Permenkeu 66/2023, apabila perusahaan memberikan fasilitas kepada pegawai berupa klaim kesehatan plafond (di luar BPJS) yang dapat diklaim oleh pegawai apabila telah melakukan pengobatan (misal: kontrol ke dokter spesialis, operasi usus buntu, batuk, flu, demam dsb), apakah jenis fasilitas tersebut tetap dikenakan objek pajak penghasilan terhadap kenikmatan yang diterima pegawai tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, imbalan dalam bentuk natura adalah imbalan atau penggantian yang diberikan kepada penerima dalam bentuk barang selain dalam bentuk uang. Sedangkan, imbalan dalam bentuk kenikmatan adalah imbalan atau penggantian yang diberikan kepada penerima dalam bentuk fasilitas atau pelayanan.

    Lantas, adakah pengecualian imbalan natura dan kenikmatan dari objek Pajak Penghasilan (PPh)?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Sanksi Tidak Lapor SPT: Denda hingga Pidana

    Sanksi Tidak Lapor SPT: Denda hingga Pidana

     

    Imbalan Berupa Natura dan Kenikmatan

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan imbalan dalam bentuk natura dan imbalan dalam bentuk kenikmatan. Pada dasarnya, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan merupakan penghasilan yang menjadi objek Pajak Penghasilan (“PPh”), sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Permenkeu 66/2023.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura adalah penggantian atau imbalan dalam bentuk barang selain uang yang dialihkan kepemilikannya dari pemberi kepada penerima.[1] Sedangkan penggantian atau imbalan dalam bentuk kenikmatan adalah penggantian atau imbalan dalam bentuk hak atas pemanfaatan suatu fasilitas dan/atau pelayanan yang bersumber dari aktiva sebagai berikut:[2]

    1. pemberi penggantian atau imbalan; dan/atau
    2. pihak ketiga yang disewa dan/atau dibiayai pemberi, untuk dimanfaatkan oleh penerima.

    Kemudian, berdasarkan Pasal 3 angka 1 UU 7/2021 yang mengubah Pasal 4 ayat (1) huruf a UU 7/1983 mengatur yang menjadi objek PPh adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, termasuk natura dan/atau kenikmatan kecuali ditentukan lain.

    Berdasarkan beberapa ketentuan di atas, dapat kami simpulkan bahwa imbalan dalam bentuk natura adalah imbalan atau penggantian yang diberikan kepada penerima dalam bentuk barang selain dalam bentuk uang. Kemudian, imbalan dalam bentuk kenikmatan adalah imbalan atau penggantian yang diberikan kepada penerima dalam bentuk fasilitas atau pelayanan.

    Lantas, apakah terdapat pengecualian imbalan natura dan kenikmatan dari objek PPh? Berikut ulasannya.

     

    Pengecualian Natura dan Kenikmatan dari Objek PPh

    Namun kemudian jika merujuk pada ketentuan pasal selanjutnya dalam Pasal 3 angka 1 UU 7/2021 yang mengubah Pasal 4 ayat (3) huruf d UU 7/1983 jo. Pasal 4 Permenkeu 66/2023, yang dikecualikan dari objek PPh adalah penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan, meliputi:

    1. makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
    2. natura dan atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
    3. natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
    4. natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau anggaran pendapatan dan belanja desa; atau
    5. natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

    Berkaitan dengan informasi yang Anda sebutkan, Anda menyebutkan mes atau asrama, fasilitas kesehatan, dan fasilitas private jet. Namun, perlu diketahui bahwa dalam peraturan perundang-undangan, hal-hal tersebut dikenal dengan istilah tempat tinggal, pelayanan kesehatan, dan pengangkutan, yang termasuk dalam natura dan atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu serta natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.

    Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) Permenkeu 66/2023 yang mengatur bahwa natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya, berupa:

    1. tempat tinggal, termasuk perumahan;
    2. pelayanan kesehatan;
    3. pendidikan;
    4. peribadatan;
    5. pengangkutan; dan/atau
    6. olahraga tidak termasuk golf, balap perahu bermotor, pacuan kuda, terbang layang, atau olahraga otomotif, sepanjang lokasi usaha pemberi kerja mendapatkan penetapan daerah tertentu dari Direktur Jenderal Pajak (“Dirjen Pajak”).

    Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja untuk pegawai dan keluarganya dapat diselenggarakan oleh:[3]

    1. pemberi kerja secara mandiri; dan/atau
    2. pihak lain yang bekerja sama dengan pemberi kerja dan pemberi kerja menanggung biaya penyelenggaraan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas.

    Kemudian sebagai informasi, dalam Pasal 8 ayat (1) Permenkeu 66/2023 mengatur daerah tertentu meliputi daerah yang secara ekonomis memiliki potensi yang layak dikembangkan, namun keadaan prasarana ekonominya kurang memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut, maupun udara. Sehingga, untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal perlu menanggung risiko yang cukup tinggi.[4]

    Selengkapnya mengenai pengecualian natura dan kenikmatan dari objek PPh, dapat Anda temukan pada Pasal 4 s.d. Pasal 8 Permenkeu 66/2023.

     

    Fasilitas Tempat Tinggal untuk Pegawai dan Keluarganya

    Pada dasarnya, penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan merupakan penggantian atau imbalan yang berkaitan dengan hubungan kerja antara pemberi kerja dan pegawai.[5] Namun, sebagaimana telah dijelaskan di atas, natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu meliputi sarana, prasarana, dan/atau fasilitas di lokasi kerja selain berlaku untuk pegawai, berlaku juga untuk keluarganya.

    Sehingga menjawab pertanyaan pertama Anda, tamu perusahaan tidak termasuk dalam peruntukkan fasilitas tempat tinggal yang disediakan dari pemberi kerja misalnya mes, asrama, pondokan, atau barak yang dimanfaatkan bersama-sama (komunal).[6]

     

    Fasilitas Kendaraan dari Pemberi Kerja

    Selanjutnya menjawab pertanyaan kedua, mengenai private jet kami asumsikan termasuk pengangkutan meliputi pengangkutan pegawai dan keluarga dalam melaksanakan penugasan.[7]

    Namun, perlu digarisbawahi terdapat batasan fasilitas kendaraan yang disediakan pemberi kerja bagi pegawai yang:[8]

    1. tidak memiliki penyertaan modal pada pemberi kerja; dan
    2. memiliki rata-rata penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir sampai dengan Rp100 juta tiap bulan dari pemberi kerja.

    Jadi, jika pegawai memiliki rata-rata penghasilan bruto lebih dari Rp100 juta tiap bulan dalam 12 bulan terakhir, menurut hemat kami fasilitas kendaraan tersebut menjadi objek PPh.

     

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Pengobatan

    Menjawab pertanyaan terakhir, sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk pegawai dan keluarganya yang diselenggarakan pihak lain yang bekerja sama dengan pemberi kerja berupa pelayanan kesehatan yang terletak di wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja dan/atau wilayah kabupaten atau kota yang berbatasan langsung dengan wilayah kabupaten atau kota lokasi usaha pemberi kerja.[9]

    Namun, terdapat batasan pemberian fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja sebagai berikut:[10]

    1. diterima atau diperoleh pegawai; dan
    2. diberikan dalam rangka penanganan:
    1. kecelakaan kerja;
    2. penyakit akibat kerja;
    3. kedaruratan penyelamatan jiwa; atau
    4. perawatan dan pengobatan lanjutan sebagai akibat dari kecelakaan kerja dan/atau penyakit akibat kerja.

    Jadi, apabila yang diberikan melebihi batasan, sebagai contoh operasi usus buntu, batuk, flu, dan demam sebagaimana Anda tanyakan di luar kriteria penanganan di atas, kami berpendapat bahwa fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan akan dikenakan PPh.

    Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan diubah keempat kalinya dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan.

    [1] Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Penggantian atau Imbalan Sehubungan dengan Pekerjaan atau Jasa yang Diterima atau Diperoleh dalam Bentuk Natura dan/atau Kenikmatan (“Permenkeu 66/2023”)

    [2] Pasal 3 ayat (5) Permenkeu 66/2023

    [3] Pasal 8 ayat (2) Permenkeu 66/2023

    [4] Pasal 9 ayat (1) Permenkeu 66/2023

    [5] Pasal 3 ayat (2) Permenkeu 66/2023

    [6] Bagian A angka 6 Lampiran Permenkeu 66/2023

    [7] Pasal 8 ayat (4) Permenkeu 66/2023

    [8] Bagian A angka 8 Lampiran Permenkeu 66/2023

    [9] Pasal 8 ayat (3) Permenkeu 66/2023

    [10] Bagian A angka 4 Lampiran Permenkeu 66/2023

    Tags

    pajak penghasilan
    pph

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Baca Tips Ini Sebelum Menggunakan Karya Cipta Milik Umum

    28 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!