Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Pelecehan Seksual Verbal Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Pelecehan Seksual Verbal Dipidana?

Bisakah Pelecehan Seksual Verbal Dipidana?
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Pelecehan Seksual Verbal Dipidana?

PERTANYAAN

Dalam kasus pelecehan seks secara verbal yang terjadi di tempat umum (contoh: di jalanan umum) seperti dengan kata-kata porno, ekspresi-ekspresi porno terhadap seorang wanita pengguna jalan umum tersebut, apakah mungkin dilakukan proses hukum terhadap pelaku? Undang-undang mana dan pasal mana sajakah yang bisa dimungkinkan untuk menjerat pelaku seperti itu? Hal ini saya pikir adalah perkara ringan tetapi sangat sering dijumpai di masyarakat. Mohon pencerahannya, terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pelecehan seksual adalah salah satu bentuk kekerasan seksual yang dapat berupa pelecehan seksual fisik ataupun nonfisik. Apa itu pelecehan seksual verbal? Yaitu pelecehan seksual nonfisik yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata bernuansa seksual yang tidak patut dan mengarah pada seksualitas dengan tujuan merendahkan dan mempermalukan.

    Lantas, bisakah pelecehan seksual secara verbal yang terjadi di tempat umum dipidana? Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Bagaimana Menjerat Pelaku Pelecehan Seksual Secara Verbal? yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. Si Pokrol dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 9 Mei 2013.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pengertian Pelecehan Seksual

    Di dalam KUHP sebagaimana dijelaskan oleh Ratna Batara Munti dalam Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitatidak dikenal istilah pelecehan seksual melainkan hanya mengenal istilah perbuatan cabul, yakni diatur dalam Pasal 289 s.d. 296 KUHP.

    Ratna mengutip pendapat R. Soesilo dalam KUHP Serta Komentar-komentarnya yang menyatakan bahwa istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.

    Menurut Ratna, berdasarkan pengertian di atas berarti segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul.

    Sementara itu, pelecehan seksual menurut Komnas Perempuan dalam 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengantar adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun nonfisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Ia termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, mempertunjukkan materi pornografis dan keinginan seksual, colekan atau sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat yang bersifat seksual sehingga mengakibatkan rasa tidak nyaman, tersinggung, merasa direndahkan martabatnya, dan mungkin sampai menyebabkan masalah kesehatan dan keselamatan (hal. 6).

    Lebih lanjut, dalam UU TPKS pelecehan seksual termasuk bentuk kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan nonfisik.[1]

    Baca juga: Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

    Pelecehan Seksual Verbal dalam KUHP

    Unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

    Terkait dengan Pasal 281 KUHP, R. Soesilo mengatakan bahwa kesopanan dalam pasal tersebut berarti kesusilaan; perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin misalnya bersetubuh, meraba buah dada orang perempuan, meraba tempat kemaluan perempuan, memperlihatkan anggota kemaluan wanita atau pria, mencium, dan sebagainya.

    Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perusakan kesopanan ini semuanya dilakukan dengan perbuatan. Dapatkah hal itu dilakukan dengan perkataan? Prof. Dr. D. Simons menentang kemungkinan perkosaan terhadap kesopanan dengan perkataan. Dalam hal jika tindakan tersebut dilakukan dengan perkataan, maka dapat dikenakan Pasal 315 KUHP.

    Kemudian, sebagaimana dikutip oleh R. Soesilo, Mr. W.F.L. Buschkens berpendapat bahwa merusak kehormatan (penghinaan) secara umum juga termasuk merusak kesopanan apabila meliputi pernyataan (baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan-perbuatan) yang mengenai nafsu kelamin, maka kesopanan itu merupakan suatu pengertian yang khusus yang lebih sempit dan bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP, maka Pasal 281 KUHP lebih baik digunakan daripada Pasal 315 KUHP.

    Adapun, bunyi lengkap ketentuan yang disebutkan di atas berdasarkan ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[2] yakni pada tahun 2026 yaitu:

    KUHP

    UU 1/2023

    Pasal 63 ayat (2) KUHP

    Jika suatu perbuatan masuk dalam suatu aturan pidana yang umum, diatur pula dalam aturan pidana yang khusus, maka hanya yang khusus itulah yang diterapkan.

    Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023

    Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan pidana khusus, kecuali undang-undang menentukan lain.

    Pasal 281 KUHP

    Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta:[3]

    1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
    2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

    Pasal 406 UU 1/2023

    Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta,[4] setiap orang yang:

    1. melanggar kesusilaan di muka umum; atau
    2. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.

    Pasal 315 KUHP

    Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan

    terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan

    lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena

    penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[5]

     

    Pasal 436 UU 1/2023

    Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang

    dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan,

    maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan

    perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya,

    dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta.[6]

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, sebagaimana diuraikan di atas, tindakan pelecehan seksual secara verbal yang terjadi di tempat umum dapat dipidana menurut KUHP. Akan tetapi, masih terdapat pro dan kontra mengenai pasal mana dalam KUHP yang dapat digunakan. Ada yang berpendapat menggunakan Pasal 281 KUHP dan Pasal 406 UU 1/2023. Ada juga yang berpendapat untuk menggunakan Pasal 315 KUHP dan Pasal 436 UU 1/2023 tentang penghinaan ringan.

    Pelecehan Seksual Verbal Menurut UU TPKS

    Terkait dengan pelecehan seksual yang Anda sampaikan, kami simpulkan melontarkan kata-kata porno/bernuansa sensual tergolong sebagai pelecehan seksual nonfisik.

    Menurut UU TPKS, pelecehan seksual nonfisik adalah perbuatan seksual secara nonfisik yang ditujukan terhadap tubuh, keinginan seksual, dan/atau organ reproduksi dengan maksud merendahkan harkat dan martabat berdasarkan seksualitas dan/atau kesusilaannya.[7]

    Adapun yang dimaksud dengan ‘perbuatan seksual nonfisik’ adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah pada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan.[8]

    Menurut KBBI, pernyataan berarti tindakan menyatakan. Adapun menyatakan berarti mengatakan, mengemukakan (pikiran, isi hati). Artinya mengucapkan kata-kata termasuk dalam bentuk pernyataan. Adapun mengucapkan kata-kata bernuansa seksual termasuk dalam kategori pernyataan yang tidak patut dan mengarah pada seksualitas termasuk perbuatan seksual nonfisik.

    Lantas, apa itu pelecehan seksual secara verbal? Yaitu pelecehan seksual nonfisik yang dilakukan dengan mengucapkan kata-kata bernuansa seksual yang tidak patut dan mengarah pada seksualitas dengan tujuan merendahkan dan mempermalukan.

    Apakah pelecehan seksual verbal bisa dipidana? Bisa. Menurut Pasal 5 UU TPKS, pelecehan verbal dan pelecehan nonfisik lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 bulan dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 juta.

    Pidana tersebut ditambah 1/3 jika pelecehan verbal dilakukan:[9]

    1. dalam lingkup keluarga;
    2. tenaga kesehatan, tenaga medis, pendidik, tenaga kependidikan, atau tenaga profesional lain yang mendapatkan mandat untuk penanganan, pelindungan dan pemulihan;
    3. pegawai, pengurus, atau petugas terhadap orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga;
    4. pejabat publik, pemberi kerja, atasan, atau pengurus terhadap irang yang dipekerjakan atau bekerja dengannya;
    5. lebih dari 1 kali atau terhadap lebih dari 1 orang;
    6. oleh 2 orang atau lebih dengan bersekutu;
    7. terhadap anak;
    8. terhadap penyandang disabilitas;
    9. terhadap perempuan hamil;
    10. terhadap seseorang dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;
    11. terhadap seseorang dalam keadaan darurat, keadaan bahaya, situasi konflik, bencana atau perang;
    12. dengan menggunakan sarana elektronik.

    Selain itu, dapat juga dijatuhkan pidana tambahan oleh hakim berupa:[10]

    1. pencabutan hak asuh anak atau pencabutan pengampunan;
    2. pengumuman identitas pelaku; dan/atau
    3. perampasan keuntungan dan/atau harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana kekerasan seksual.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Referensi:

    1. Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengantar;
    2. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor, 1991;
    3. KBBI, menyatakan yang diakses pada Senin, 12 Juni 2023 pukul 15.45 WIB;
    4. KBBI, pernyataan yang diakses pada Senin, 12 Juni 2023 pukul 15.47 WIB.

    [1] Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”)

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (“Perma 2/2012”), denda dikali 1000 kali

    [4] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [5] Pasal 3 Perma 2/2012

    [6] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [7] Pasal 5 UU TPKS

    [8] Penjelasan Pasal 5 UU TPKS

    [9] Pasal 15 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf l UU TPKS

    [10] Pasal 16 ayat (2) UU TPKS

    Tags

    kekerasan seksual
    kesusilaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!