Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Dipidana karena Berduaan dengan Pacar di Kamar Hotel?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Dipidana karena Berduaan dengan Pacar di Kamar Hotel?

Bisakah Dipidana karena Berduaan dengan Pacar di Kamar Hotel?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Dipidana karena Berduaan dengan Pacar di Kamar Hotel?

PERTANYAAN

  1. Bisakah orang dipidana karena berduaan dengan pacar di kamar hotel? Pasangan tersebut mengaku tidak melakukan hubungan badan/persetubuhan selama berada di hotel.
  2. Bagaimana hukumnya jika salah satu dari pasangan tersebut adalah anak di bawah umur? Adakah perbedaan hukumnya jika pasangan tersebut keduanya orang dewasa?
  3. Seandainya setelah dilakukan visum terhadap si anak dan tidak didapati bekas penetrasi sebagai indikasi hubungan badan, apakah pasangan yang sudah dewasa tetap bisa dikenai pasal perlindungan anak?

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, hakim memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

    Lantas, dapatkah orang dipidana karena berada di kamar hotel berdua dengan pacar?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. yang dipublikasikan pada Jumat, 1 Maret 2019.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Berdasarkan informasi yang Anda sampaikan, pasangan tersebut mengaku tidak melakukan hubungan badan. Namun, berikut kami jelaskan tindak pidana yang mungkin terjadi.

    Tindak Pidana yang Mungkin Terjadi

    1. Persetubuhan

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan sampaikan ketentuan dalam KUHP lama yang saat artikel ini terbit masih berlaku dan juga berdasarkan KUHP baru yaitu UU 1/2023 yang berlaku 3 tahun setelah diundangkan.[1]

    Dalam hukum positif Indonesia, perbuatan berupa hubungan badan atau persetubuhan antara pria dan wanita yang salah satu atau keduanya terikat dalam perkawinan dikenal dengan perzinaan. Berdasarkan Pasal 284 KUHP, pelaku perzinaan dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 bulan. Anda dapat membaca selengkapnya mengenai pidana perzinaan dalam artikel Risiko Hukum Menjadi ‘Pelakor’.

    Dalam Pasal 284 KUHP mensyaratkan tindak pidana perzinaan dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menikah.[2] Namun, dalam UU 1/2023 perzinaan dapat dijerat kepada pria dan wanita yang belum menikah, sebagaimana diatur dalam Pasal 411 ayat (1) jo. Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023 yaitu perzinaan atau persetubuhan yang dilakukan oleh orang yang bukan suami atau istrinya dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 1 tahun atau pidana denda maksimal Rp10 juta.

    Makna dari ‘orang yang bukan suami atau istrinya’ ini dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 411 ayat (1) UU 1/2023 sebagai berikut:

    1. laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
    2. perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
    3. laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
    4. perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut dalam ikatan perkawinan; atau
    5. laki-kaki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.

    Namun demikian, patut diperhatikan bahwa baik dalam KUHP lama maupun UU 1/2023, tindak pidana perzinaan baru dapat dituntut apabila ada pengaduan. Dalam KUHP lama, aduan dilakukan oleh suami/istri,[3] sedangkan dalam UU 1/2023, aduan dilakukan oleh suami/istri bagi yang terikat perkawinan atau orang tua/anak bagi yang tidak terikat perkawinan.[4]

    Kemudian, berdasarkan pertanyaan Anda mengenai bagaimana hukumnya jika salah satu dari pasangan tersebut adalah seorang anak, maka sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan anak. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

    Dikutip dari artikel Bisakah Dipenjara karena Berhubungan Seks dengan Pacar?, pada dasarnya walaupun persetubuhan atau hubungan seksual dilakukan secara konsensual, ketentuan dalam UU Perlindungan Anak dan perubahannya memuat larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan persetubuhan baik dengannya atau orang lain. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.[5]

    1. Percabulan

    R. Soesilo dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 212) menjelaskan perbuatan cabul adalah semua perbuatan yang melanggar kesusilaan dalam lingkup nafsu birahi. Contohnya, berciuman, bersetubuh, meraba alat vital perempuan, memperlihatkan alat kelamin, dan lain sebagainya.

    Berdasarkan Pasal 289 KUHP, setiap orang yang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Lebih lanjut, menurut Pasal 414 ayat (1) huruf b UU 1/2023, setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Kemudian, jika perbuatan cabul dilakukan terhadap seseorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, maka pelaku percabulan dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun, sebagaimana diatur dalam Pasal 290 ayat (2) KUHP. Lalu, berdasarkan Pasal 415 huruf b UU 1/2023, orang yang melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak berpotensi dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

    Perbuatan cabul juga diatur secara khusus dalam Pasal 76E UU 35/2014 sebagai berikut:

    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

    Kemudian, orang yang melanggar ketentuan di atas dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar.[6]

    Anak yang Berkonflik dengan Hukum

    Dalam penjelasan sebelumnya kami sudah menjelaskan mengenai tindak pidana yang dilakukan oleh sesama orang dewasa atau yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak. Dengan demikian, dalam pembahasan ini kami akan jelaskan tindak pidana yang dilakukan oleh anak.

    Perlu diketahui, anak yang melakukan tindak pidana disebut dengan ‘anak yang berkonflik dengan hukum’ yaitu anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.[7]

    Kemudian, hukuman pidana penjara anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (“LPKA”) dapat dijatuhkan paling lama 1/2 dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.[8] Adapun anak yang telah menjalani 1/2 dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat.[9] Mengingat pidana penjara anak hanya digunakan sebagai upaya terakhir.[10] Sedangkan, apabila dalam hukum materiel diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.[11]

    Selengkapnya mengenai sanksi pidana anak dapat Anda baca pada artikel Mengenal Macam-macam Sanksi Pidana Anak.

    Adapun, terhadap anak yang berkonflik dengan hukum wajib mengedepankan pendekatan restoratif. Selengkapnya dapat Anda baca dalam Sistem Peradilan Pidana Anak serta Pendekatan Restoratif dan Diversi.

    Pembuktian dalam Hukum Acara Pidana

    Berdasarkan pertanyaan Anda yang berkaitan dengan visum, disarikan dari artikel Syarat dan Prosedur Melakukan Visum sebagai Alat Bukti, surat visum adalah surat keterangan atau laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaan terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain. Hasil pemeriksaan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.

    Meninjau fungsi visum dari definisi tersebut, visum dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat sebagaimana tertuang dalam Pasal 187 huruf c KUHAP yang menyebutkan bahwa surat sebagai alat bukti yang sah merupakan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya.

    Kemudian, perlu Anda ketahui bahwa sistem pembuktian pidana di Indonesia digambarkan dalam ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan:

    Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

    Artinya, putusan pemidanaan harus didasari dengan 2 alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim. Oleh karena itu, untuk dapat menyatakan pasangan tersebut bersalah melakukan tindak pidana, harus dilengkapi dengan 2 alat bukti yang sah.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
    4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016;
    5. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor, 1991.


    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”).

    [2] Pasal 284 ayat (1) angka 1 huruf a dan b Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).

    [3] Pasal 284 ayat (2) KUHP

    [4] Pasal 411 ayat (2) UU 1/2023.

    [5] Pasal 81 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”).

    [6] Pasal 82 ayat (1) Perppu 1/2016.

    [7] Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”).

    [8] Pasal 81 ayat (1) dan (2) UU SPPA.

    [9] Pasal 81 ayat (4) UU SPPA.

    [10] Pasal 81 ayat (5) UU SPPA.

    [11] Pasal 71 ayat (3) UU SPPA.

    Tags

    anak
    cabul

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!