Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Menuntut Masinis Jika Pejalan Kaki Tertabrak Kereta di Perlintasan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Menuntut Masinis Jika Pejalan Kaki Tertabrak Kereta di Perlintasan?

Bisakah Menuntut Masinis Jika Pejalan Kaki Tertabrak Kereta di Perlintasan?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Menuntut Masinis Jika Pejalan Kaki Tertabrak Kereta di Perlintasan?

PERTANYAAN

Bagaimana hukumnya jika ada seseorang yang sedang berjalan di perlintasan kereta api lalu tertabrak kereta api? Apakah masinis kereta tersebut dapat dituntut? Apakah korban berhak memperoleh asuransi? Dan bagaimana jika ternyata korban tidak memiliki asuransi atau asuransi korban telah daluwarsa?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Kami berasumsi bahwa perlintasan kereta api yang Anda maksud adalah bagian kiri dan kanan jalan rel. Bagian kanan dan kiri jalan kereta termasuk dalam ruang manfaat jalur kereta api. Hal ini dapat diihat dalam Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (“UU Perkeretaapian”):

     

    “Ruang manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya.”

    KLINIK TERKAIT

    Tentang Istilah Perusahaan Pelat Merah

    Tentang Istilah Perusahaan Pelat Merah
     

    Menurut Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian, setiap orang dilarang:

    a.    berada di ruang manfaat jalur kereta api;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    b.    menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau

    c.    menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.

     

    Pelanggaran terhadap Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian yang dapat mengganggu perjalanan kereta api, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), sebagaimana terdapat dalam Pasal 199 UU Perkeretaapian:

     

    “Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).”

     

    Ini berarti jika seseorang berjalan di perlintasan kereta api, yang berdasarkan UU Perkeretaapian tidak diperbolehkan, maka orang itu sendiri sebenarnya telah melakukan kesalahan.

     

    Mungkin sekilas terlihat seperti masinis tersebut dapat dijerat pidana dengan Pasal 359 atau Pasal 360 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), akan tetapi perlu dilihat lagi unsur-unsur dari pasal tersebut:

     
    Pasal 359

    “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”

     
    Pasal 360

    (1) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

    (2) Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

     

    Menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang dimaksud “karena salahnya” adalah kurang hati-hati, lalai lupa, amat kurang perhatian.

     

    Dalam hal ini, pejalan kaki itu sendiri telah melanggar peraturan, dan jika pada saat itu masinis juga telah membunyikan klakson untuk memperingati si pejalan kaki, maka masinis tidak dapat dipersalahkan.

     

    Jika tidak ada unsur kesalahan pada si masinis, maka masinis kereta api tersebut tidak dapat dituntut.

     

    Mengenai asuransi, pada dasarnya penyelenggara sarana perkeretaapian wajib mengasuransikan:

    a.    tanggung jawabnya terhadap pengguna jasa;

    b.    awak sarana perkeretaapian dan orang yang dipekerjakan oleh penyelenggara sarana perkeretaapian di atas kereta api;

    c.    sarana perkeretaapian; dan

    d.    kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

    (lihat Pasal 179 Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api)

     

    Mengenai asuransi terhadap korban kecelakaan, dapat melihat pada Pasal 10 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (“PP 18/1965”):

     

    “Setiap orang yang berada di luar alat angkutan lalu lintas jalan yang menimbulkan kecelakaan, yang menjadi korban akibat kecelakaan dari penggunaan alat angkutan lalu lintas jalan tersebut sebagai demikian, diberi hak atas suatu pembayaran dari Dana Kecelakaan Lalu lintas Jalan.”

     

    Yang dimaksud dengan alat angkutan lalu lintas jalan ialah kendaraan bermotor dan kereta api seperti dimaksudkan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (Pasal 1 huruf c PP 18/1965).

     

    Akan tetapi, atas ketentuan Pasal 10 PP 18/1965 tersebut terdapat pengecualiannya sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 PP 18/1965:

     

    “Hak atas pembayaran Dana seperti termaksud pada pasal 10 di atas dinyatakan tidak ada, dalam hal-hal sebagai berikut:

    a.    jika korban/ahli warisnya telah mendapat jaminan berdasarkan Undang-undang No.33 tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Penumpang;

    b.    bunuh diri, percobaan bunuh diri atau sesuatu kesengajaan lain pada pihak korban atau ahli warisnya;

    c.    kecelakaan-kecelakaan yang terjadi pada waktu korban sedang:

    I.     dalam keadaan mabuk atau tak sadar;

    II.   melakukan perbuatan kejahatan;

    III.ataupun diakibatkan oleh atau terjadi karena korban mempunyai cacat badan atau keadaan badaniah/rohaniah luar biasa lain;

    d.    kecelakaan yang terjadi tidak langsung disebabkan oleh penggunaan kendaraan bermotor atau kereta api yang bersangkutan dalam fungsinya sebagai alat angkutan lalu lintas jalan, yaitu misalnya dalam hal-hal sebagai berikut:

    1.    alat angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan sedang dipergunakan untuk turut serta dalam sesuatu perlombaan kecakapan atau kecepatan.

    2.    kecelakaan terjadi pada waktu di dekat alat angkutan lalu lintas jalan yang bersangkutan ternyata ada akibat-akibat gempa bumi atau letusan gunung berapi, angin puyuh atau sesuatu gejala geologi atau meteorologi lain;

    3.    kecelakaan, akibat dari sebab yang langsung atau tidak langsung mempunyai hubungan dengan perang, bencana perang atau sesuatu keadaan perang lainnya, penyerbuan musuh sekalipun Indonesia tidak termasuk dalam negara-negara yang turut berperang pendudukan, perang saudara, pemberontakan, huru-hara, pemogokan dan penolakan kaum buruh (uitsluiting vanwerklieden), perbuatan sabot, perbuatan teror, kerusuhan atau kekacauan yang bersifat politik atau bersifat lain;

    4.    kecelakaan, akibat dari senjata-senjata perang;

    5.    kecelakaan, akibat dari sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan sesuatu perintah, tindakan atau peraturan dari pihak Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau asing yang diambil berhubung dengan sesuatu keadaan tersebut di atas; kecelakaan akibat dari melalaikan sesuatu perbuatan dalam penyelenggaraan tersebut;

    6.    kecelakaan yang diakibatkan oleh alat angkutan lalu lintas jalan yang dipakai, atau dikonfisikasi, atau direkwisisi, atau disita untuk tujuan-tujuan tindakan Angkatan Bersenjata seperti tersebut di atas;

    7.    kecelakaan yang terjadi sebagai akibat reaksi inti atom.”

     

    Mengenai jika yang bersalah adalah pejalan kaki yang berjalan di pinggir rel kereta api, tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan di atas. Namun, sebagaimana terdapat dalam laman resmi Jasa Raharja, pejalan kaki atau pengemudi/penumpang kendaraan bermotor yang dengan sengaja menerobos palang pintu kereta api yang sedang difungsikan sebagaimana lazimnya kereta api akan lewat, apabila tertabrak kereta api maka korban tidak terjamin oleh UU No. 34/1964.

     

    Sedangkan, mengenai asuransi pribadi si korban kecelakaan sendiri, hal tersebut bergantung pada ketentuan dalam perjanjian polis asuransinya.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang No.34 Tahun 1964 tentang Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

    3.    Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;

    4.    Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Kereta Api.

    5.    Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan-Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan

     
     
    Referensi:

    R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia – Bogor.

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Mempekerjakan TKA untuk Sementara

    21 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!