Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya?

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Bolehkah Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya?

Bolehkah Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Hakim Berdiskusi dengan Advokat yang Menangani Kasus Keluarganya?

PERTANYAAN

Dalam sebuah kasus, seorang advokat menangani kasus pidana anak seorang hakim senior. Dia ditunjuk sebagai advokat oleh hakim tersebut karena teman lamanya. Karena itu advokat sering berkunjung ke rumah hakim untuk berdiskusi soal kasus anak hakim tersebut. Apakah seorang advokat boleh berdiskusi mengenai kasus tertentu dengan seorang hakim yang tidak menangani kasus tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

     
     

    Dengan mengacu pada kode etik hakim dan kode etik advokat, diskusi antara hakim dan advokat yang menangani kasus anak seorang hakim, bukanlah tindakan yang dapat disalahkan. Kedudukan hakim di sini adalah selaku anggota keluarga dari anak yang perkaranya sedang ditangani advokat, bukan sebagai hakim yang turut memutus dan memeriksa perkaranya. Oleh karena itu, tidak ada kaitannya dengan independensi hakim dalam memutus perkara.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami mengacu pada Kode Etik Advokat Indonesia yang kami akses dari laman Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI).

    KLINIK TERKAIT

    Tahapan Menjadi Advokat di Indonesia

    Tahapan Menjadi Advokat di Indonesia
     

    Soal hubungan antara advokat dengan hakim tersebut, pada dasarnya sebagai sesama penegak hukum memang harus memiliki hubungan yang baik. Advokat sebagai profesi terhormat (officium nobile) yang dalam menjalankan profesinya berada di bawah perlindungan hukum, undang-undang dan Kode Etik, memiliki kebebasan yang didasarkan kepada kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada Kemandirian, Kejujuran, Kerahasiaan dan Keterbukaan. Di samping itu, advokat adalah juga penegak hukum yang sejajar dengan instansi penegak hukum lainnya, oleh karena itu satu sama lainnya harus saling menghargai antara teman sejawat dan juga antara para penegak hukum lainnya. Demikian antara lain yang diterangkan dalam Pembukaan Kode Etik Advokat.

     

    Berdasarkan keterangan yang Anda berikan, hakim tersebut memang tidak memiliki hubungan dengan perkaranya langsung. Menurut hemat kami dengan mengacu pada Kode Etik Advokat, advokat berdiskusi dengan hakim terkait kasus anaknya (yang mana juga tidak ditangani oleh si hakim) bukanlah tindakan yang dapat disalahkan. Kedudukan hakim di sini adalah selaku anggota keluarga dari anak yang perkaranya sedang ditangani advokat, bukan sebagai hakim yang turut memutus dan memeriksa perkaranya.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Berbeda halnya apabila hakim itu yang memeriksa dan memutus perkara tersebut. Dari sisi kedudukan hakim, hakim tersebut dilarang memeriksa dan memutus perkara anggota keluarganya. Hakim dilarang mengadili perkara di mana anggota keluarga hakim yang bersangkutan bertindak mewakili suatu pihak yang berperkara atau sebagai pihak yang memiliki kepentingan dengan perkara tersebut.[1]

     

    Hakim juga dilarang berdiskusi dengan pihak-pihak yang berperkara di luar pengadilan karena ini akan mempengaruhi independensi hakim dalam mengadili perkara. Hal ini juga telah dirumuskan dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (“UUD 1945”):

     

    Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.

     

    Prinsip ini dipertegas kembali dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU 48/2009”):

     

    “Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan.”

     

    Yang dimaksud dengan kemandirian peradilan adalah bebas dari campur tangan pihak luar dan bebas dari segala bentuk tekanan, baik fisik maupun psikis. Jadi, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, termasuk dalam menjatuhkan putusan, hakim tidak boleh diintervensi oleh pihak luar. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Apakah Hakim Boleh Mengadili Kasus Keluarganya? dan Putusan Pengadilan sebagai Alat Menilai Perilaku Hakim.

     

    Sedangkan dari sisi kedudukan advokat, dalam perkara perdata yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan advokat pihak lawan. Sementara dalam perkara pidana yang sedang berjalan, advokat hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama dengan jaksa penuntut umum.[2]

     

    Jadi, boleh saja advokat sering berkunjung kerumah hakim untuk berdiskusi soal kasus anak hakim tersebut, sepanjang memang baik advokat dan hakim tidak terlibat menangani kasus yang sama. Jika advokat terbukti melanggar kode etik, maka proses hukum terhadap advokat tersebut dapat Anda simak dalam artikel Prosedur Pemanggilan Advokat yang Diduga Melanggar Hukum.

     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945;

    2.    Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat;

    3.    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

    4.    Kode Etik Advokat Indonesia;

    5.    Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor: 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

     
     

     


    [1] Pasal 7 ayat (3) huruf a dan Pasal 9 ayat (5) huruf a Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor: 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“Kode Etik dan PPH”)

    [2] Pasal 7 huruf c dan d Kode Etik Advokat

    Tags

    advokat

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!