Saya ingin bertanya tentang menaikkan harga sewa. Misalnya menyewakan bangunan dengan sistem uang muka sebagai tanda jadi. Harga sewa awal Rp10 juta, oleh pihak yang ingin menyewa dibayarkan lah uang muka sebesar Rp2,5 juta. Kemudian, suatu waktu pemilik menaikkan harga sewa bangunan tersebut menjadi Rp15 juta dan yang sudah membayar sewa tadi menjadi harus membayar tambahan Rp5 juta nantinya. Apakah hal ini diperbolehkan? Apakah ada hukum yang mengatur hal ini? NB: Tidak ada perjanjian tertulis antara pihak penyewa dan pemilik.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Pada dasarnya, sewa menyewa adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Demikian ketentuan Pasal 1548 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”).
Berdasarkan syarat perjanjian yang terdapat dalam KUHPer, dapat kita simpulkan bahwa perjanjian sewa menyewa tidak perlu dibuat dalam bentuk tertulis. Ini karena pada dasarnya perjanjian tidak disyaratkan untuk dibuat secara tertulis. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 1320 KUHPer, perjanjian adalah sah jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
3.suatu pokok persoalan tertentu;
4.suatu sebab yang tidak terlarang.
Akan tetapi dalam Pasal 4 ayat (1) PP 44/1994, penghunian rumah dengan cara sewa menyewa didasarkan kepada suatu perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. Dalam perjanjian tertulis tersebut sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa, dan besarnya harga sewa (Pasal 4 ayat (2) PP 44/1994). Namun tak ada sanksi atas pelanggaran ketentuan ini.
Karena dalam hal ini Anda mengatakan tidak ada perjanjian tertulis maka kembali lagi kepada pengaturan mengenai perjanjian yang terdapat dalam KUHPer.
Sebagaimana layaknya perjanjian, berdasarkan Pasal 1338 KUHPer, perjanjian sewa menyewa bangunan secara lisan tersebut selama dibuat secara sah (memenuhi syarat sah perjanjian dalam Pasal 1320 KUHPer), berlaku bagi undang-undang untuk mereka yang membuatnya dan tidak dapat ditarik kembali kecuali dengan sepakat kedua belah pihak. Ini berarti isi dari perjanjian yang sah tersebut mengikat kedua belah pihak. Hal ini juga sejalan dengan rumusan dalam Pasal 17 PP 44/1994. Jika harga sewa ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pemilik dengan penyewa, maka perubahan atas harga sewa juga harus disepakati oleh pemilik dan penyewa.
Akan tetapi, sebelumnya Anda harus melihat terlebih dahulu apakah pada saat perjanjian lisan tersebut dilakukan, pemilik bangunan mengatur mengenai perubahan harga sewa yang mungkin dapat terjadi sewaktu-waktu. Jika tidak, maka harga sewa yang telah disepakati pada awal perjanjian mengikat para pihak dan pemilik bangunan tidak dapat mengubah harga sewa tanpa persetujuan penyewa.
Sebaliknya, jika mengenai kenaikan harga sewa sewaktu-waktu tersebut memang telah diperjanjikan oleh pemilik dan penyewa pada saat melakukan perjanjian sewa, maka pemilik bangunan dapat menaikkan harga sewa tersebut.
Sebagai contoh, Anda dapat melihat pada Putusan Mahkamah AgungNo. 2506 K/Pdt/2005. Dalam putusan ini, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang menyatakan tindakan PT Pantjoran Indah Murni menaikkan harga sewa secara sepihak kepada Sulaiman Iwan adalah sebuah perbuatan melawan hukum. Akibatnya, kenaikan harga yang ditetapkan secara sepihak tersebut adalah tidak sah dan mengikat.