Salam, saya mau bertanya: 1. Apakah ada batas minimal tinggi badan laki-laki dan perempuan untuk menjadi jaksa? Sebagaimana syarat tersebut berlaku kepada profesi hakim. 2. Syarat menjadi jaksa minimal harus menempuh S1 ilmu hukum (S.H.). Apabila S1-nya hukum Islam (S.H.I.) apakah juga bisa menjadi jaksa? Terima kasih, saya menanyakan ini karena sebelumnya belum ada artikel Hukumonline yang membahasnya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Intisari:
Tidak ada syarat tertentu soal minimal tinggi badan untuk menjadi seorang jaksa. Secara fisik, peraturan menyebutkan bahwa calon jaksa harus sehat fisik dan mempunyai postur badan yang ideal. Soal sarjana hukum Islam, syarat menjadi jaksa minimal harus berpendidikan sarjana hukum sebagaimana yang diatur dalam UU Kejaksaan. Sarjana hukum Islam perlu dibekali ilmu hukum umum untuk mencalonkan diri menjadi jaksa.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
1.Untuk menjawab pertanyaan pertama, kita perlu mengetahui apa saja syarat-syarat menjadi seorang jaksa itu. Menurut Pasal 9 ayat (1) jo. ayat (2)Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (“UU Kejaksaan”), syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi jaksa adalah:
c.setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
d.berijazah paling rendah sarjana hukum;
e.berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f.sehat jasmani dan rohani;
g.berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h.pegawai negeri sipil
Selain syarat-syarat di atas, untuk dapat diangkat menjadi jaksa, harus lulus pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa.
Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Jalan Berliku Seorang Jaksa, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejagung Babul Khoir Harahap menegaskan bahwa proses rekrutmen menjadi seorang jaksa itu tidak mudah dan panjang. Ia menyatakan syarat-syaratnya telah diatur dalam UU Kejaksaan dan Peraturan Jaksa Agung (Perja).
Peraturan Jaksa Agung (Perja) yang dimaksud adalah Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-064/A/Ja/07/2007 tentang Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia (“Perja 2007”).
Bagi yang ingin menjadi jaksa, ia harus mengikuti Rekrutmen Calon Jaksa, yakni serangkaian kegiatan yang meliputi penyusunan dan pengisian formasi, pengumuman, pendaftaran, pembuatan soal seleksi, seleksi dan pengolahan hasil seleksi serta penetapan kelulusan, pengumuman hasil seleksi, pengiriman peserta hasil seleksi calon jaksa ke lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Pasal 1 angka 7 Perja 2007).
Persyaratan untuk mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa, adalah :
a.Pegawai Kejaksaan dengan masa kerja sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
d.Usia serendah-rendahnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun pada saat dilantik menjadi Jaksa.
e.Berkelakuan tidak tercela.
f.Sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap (general check up) pada rumah sakit yang ditunjuk, mempunyai postur badan yang ideal dan keterangan bebas dari narkoba yang dibuktikan dengan hasil laboratorium.
g.Memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam melaksanakan jabatan jaksa yang dinyatakan secara obyektif oleh atasan minimal eselon III.
h.Telah membantu melaksanakan proses penanganan perkara baik dalam perkara pidana, perdata dan tata usaha negara serta dibuktikan dengan sertifikasi oleh Kepala Kejaksaan setempat dengan standar yang ditentukan.
i.Lulus penyaringan yang diselenggarakan oleh Panitia Rekrutmen Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.
Sedangkan persyaratan khusus bagi Pelamar Calon Pegawai Negeri Sipil Kejaksaan Republik Indonesia yang berpendidikan sarjana, adalah sebagai berikut: (lihat Pasal 8 Perja 2007)
(1)Pelamar Pascasarjana (S-2)
a.Berusia setinggi-tingginya 30 (tiga puluh) tahun pada saat lamaran diajukan.
b.Belum menikah dan bersedia tidak akan menikah sampai dengan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
c.Tidak buta warna, tidak cacat fisik, tidak bertato dan bebas Narkoba serta mempunyai postur badan yang ideal.
d.berijazah komputer minimal pada program microsoft office dan pengoperasian internet.
e.Menguasai bahasa Inggris dibuktikan dengan nilai TOEFL minimal 450.
f.Telah memiliki Ijazah S2 sesuai formasi yang dibutuhkan pada saat melamar dan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) serendah-rendahnya 3.00 (tiga koma nol nol).
g.Berasal dari Perguruan Tinggi yang terakreditasi B, kecuali untuk propinsi tertentu yang akan ditetapkan oleh Jaksa Agung.
(2)Pelamar Sarjana (S-1)
a.Berusia setinggi-tingginya 28 (dua puluh delapan) tahun pada saat lamaran diajukan.
b.Belum menikah dan bersedia tidak akan menikah sampai dengan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil.
c.Tidak buta warna, tidak cacat fisik, tidak bertato dan bebas Narkoba serta mempunyai postur badan yang ideal.
d.Berijazah komputer pada program microsoft office dan pengoperasian internet.
e.Menguasai bahasa Inggris dibuktikan dengan nilai TOEFL minimal 400.
f.Telah memiliki Ijazah S1 sesuai formasi yang dibutuhkan pada saat melamar dan memiliki Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) serendah-rendahnya 2,75 (dua koma tujuh lima).
g.Berasal dari Perguruan Tinggi yang terakreditasi B, kecuali untuk propinsi tertentu yang akan ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Menjawab pertanyaan Anda soal tinggi badan, dari UU Kejaksaan maupun Perja 2007 yang mengatur soal fisik calon jaksa hanya menyebut bahwa sehat fisik dan mental dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan secara lengkap (general check up) danmempunyai postur badan yang ideal, tidak menyebut secara spesifik soal tinggi badan.
2.Kemudian kami akan menjawab pertanyaan Anda kedua soal apakah boleh menjadi jaksa jika sarjana ilmu hukumnya adalah sarjana ilmu hukum Islam. Sebagaimana yang kami sebut di atas, salah satu syarat menjadi jaksa adalah berijazah paling rendah sarjana hukum sebagaimana disebut dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan. Namun pasal ini tidak menjelaskan lebih lanjut soal ilmu hukum yang dimaksud.
Namun, untuk menjelaskan soal ini, kami mengacu pada pendapat Jaksa Agung Basrief Arief, S.H., M.H. saat menyampaikan kuliah umum di depan sivitas akademika Fakultas Syariah dan Hukum (FSH) UIN Jakarta yang informasinya kami akses dari laman resmi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam laman tersebut Basrief menyebutkan bahwa sarjana lulusan fakultas syariah (sarjana syariah atau hukum Islam) dapat berpeluang menjadi tenaga advokat. Akan tetapi, untuk menjadi jaksa, sarjana hukum Islam atau sarjana syariah itu harus dibekali dengan ilmu hukum umum. Sampai saat ini, sesuai UU Kejaksaan, persyaratan seorang calon jaksa masih mensyaratkan paling rendah berpendidikan sarjana hukum.
Menurut Basrief, sarjana syariah apabila eksistensinya ingin disejajarkan dengan sarjana hukum umum, maka harus dibekali ilmu hukum umum. Dengan demikian, sarjana syariah nantinya mempunyai nilai tambah. Selain paham mengenai hukum umum juga paham hukum Islam.
Dengan demikian, menjawab pertanyaan Anda, hingga saaat ini memang UU Kejaksaan mensyaratkan seorang calon jaksa berpendidikan paling rendah sarjana hukum, namun dalam konteks ilmu hukum umum, bukan ilmu hukum Islam. Seseorang yang berpendidikan sarjana hukum Islam yang ingin menjadi calon jaksa harus dibekali dengan ilmu hukum umum.
2.Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Per-064/A/Ja/07/2007 tentang Rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil dan Calon Jaksa Kejaksaan Republik Indonesia.