KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Suami Sering Merendahkan Istri, Ini Pasal untuk Menggugat Cerai

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Suami Sering Merendahkan Istri, Ini Pasal untuk Menggugat Cerai

Suami Sering Merendahkan Istri, Ini Pasal untuk Menggugat Cerai
Santi Ngalemisa Perangin-Angin, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Suami Sering Merendahkan Istri, Ini Pasal untuk Menggugat Cerai

PERTANYAAN

Saya sedang mempertimbangkan untuk mengajukan cerai pada suami saya, dengan alasan dia telah melakukan penganiayaan verbal terhadap saya, dalam bentuk penghinaan/gurauan yang bersifat menghina, ucapan-ucapan yang merendahkan, dan mengacuhkan kebutuhan emosional saya. Penganiayaan ini telah membuat saya menderita secara emosional. Dasar apakah yang bisa saya pakai untuk mengajukan gugatan cerai? Dan bukti apa yang harus saya ajukan di sidang? Sebab suami saya selalu bersikap manis di hadapan orang luar, dan tidak pernah memukul saya. Akan sangat sulit bagi saya untuk membuktikan penganiayaan ini. Namun, saya sendiri amat tidak berbahagia dan tidak yakin saya bisa bertahan hidup berumah tangga dalam kondisi semacam ini.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri berdasarkan putusan pengadilan disertai dengan dasar dan alasan yang jelas bahwa suami dan istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami dan istri.

    Dalam hal salah satu pihak sering menghina dan merendahkan pihak lain, alasan apa yang dapat dijadikan dalil perceraian?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ingin Cerai Karena Suami Suka Menghina yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 3 Januari 2012.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Cara Mendapatkan Akta Cerai Jika Tidak Hadir saat Sidang

    Cara Mendapatkan Akta Cerai Jika Tidak Hadir saat Sidang

    Sebelumnya, perlu dipahami bahwa seseorang yang mengajukan gugatan perceraian tidak serta merta dapat dikabulkan langsung oleh pengadilan karena harus ada alasan yang kuat dan jelas serta bukti yang mendukung dalam mengajukan gugatan/permohonan cerai.

    Perceraian merupakan putusnya ikatan perkawinan antara suami dan istri berdasarkan putusan pengadilan disertai dengan dasar dan alasan yang jelas bahwa suami dan istri tidak dapat hidup rukun sebagai suami dan istri.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun, gugatan perceraian dapat diajukan ke Pengadilan Negeri (untuk pasangan yang beragama selain Islam) atau Pengadilan Agama (untuk pasangan yang beragama Islam). Penyelesaian perkara perceraian tersebut diselesaikan di muka persidangan, bilamana terhadap suami ataupun istri sudah tidak dapat didamaikan baik secara mediasi di dalam maupun luar pengadilan. 

    Alasan-alasan Perceraian

    Menurut Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan dan Pasal 19 PP 9/1975 alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian adalah sebagai berikut:

    1. Salah satu berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
    2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa ada alasan yang sah atau karena ada hal lain di luar kemampuannya.
    3. Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
    4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
    5. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/istri.
    6. Antara suami atau istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi di dalam rumah tangga.

    Bagi pasangan suami istri yang beragama Islam, berlaku pula alasan-alasan perceraian sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 116 KHI yaitu:

    1. Salah satu pihak atau pasangan berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
    2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut- turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
    3. Salah satu pihak atau pasangan mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
    4. Salah satu pihak atau pasangan melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
    5. Salah satu pihak atau pasangan mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
    6. Di antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
    7. Suami melanggar taklik talak.
    8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadi ketidakrukunan dalam rumah tangga.

    Suami Sering Merendahkan Istri, Ini Pasal dan Bukti untuk Menggugat Cerai

    Berdasarkan penjelasan di atas mengenai alasan-alasan perceraian, maka dasar hukum yang dapat dijadikan dalil gugatan cerai, menurut hemat kami yang pertama adalah Pasal 39 huruf f PP 9/1975 dan Pasal 116 huruf f KHI yaitu berkenaan dengan adanya perselisihan dan pertengkaran antara suami istri dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

    Terhadap dalil tersebut, merujuk ketentuan Pasal 22 ayat (2) PP 9/1975, gugatan dapat diterima apabila telah cukup jelas bagi pengadilan mengenai sebab-sebab perselisihan dan pertengkaran itu dan setelah mendengarkan pihak keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami istri tersebut.

    Alasan-alasan yang dijelaskan di atas merupakan dasar yang dapat diajukan dalam membuat gugatan. Berdasarkan kronologi yang Anda sampaikan kami asumsikan bahwa hinaan yang disampaikan suami Anda berupa kata-kata atau secara verbal yang menyebabkan adanya pertengkaran dan percekcokan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu sehingga dapat diajukan alasan gugatan perceraian.

    Terkait dengan pertanyaan Anda mengenai bukti apa saja yang harus Anda sampaikan untuk membuktikan perbuatan suami Anda, Berdasarkan kronologi kasus yang Anda jelaskan bahwa dalam mengajukan gugatan perceraian Anda harus mempunyai bukti yang mendukung argumen mengenai alasan Anda mengajukan gugatan. Dalam hukum acara perdata dikenal adanya alat bukti yang diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata menjelaskan alat bukti terdiri atas bukti tulisan, bukti dengan saksi-saksi, persangkaan-persangkaan, pengakuan, dan sumpah. Contoh: kesaksian dari keluarga atau orang terdekat Anda.

    Baca juga: 5 Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata

    Termasuk juga alat bukti elektronik, seperti tangkapan layar percakapan via Whatsapp, rekaman audio, dan sebagainya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 5 ayat (1) UU 1/2024 bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.

    Lebih lanjut, dalam buku M. Yahya Harahap yang berjudul Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 628) menjelaskan definisi alat bukti (bewijsmiddel) sebagai bermacam-macam bentuk dan jenis, yang mampu memberi keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat bukti mana diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil bantahan. Berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah hakim melakukan penilaian, pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya.

    Sehingga dapat kami simpulkan bahwa apabila Anda ingin mengajukan gugatan Anda harus memperhatikan alasan-alasan perceraian berdasarkan penjelasan di atas dan juga mempunyai bukti-bukti yang mendukung argumen dalam gugatan Anda. Karena dalam hukum acara perdata dikenal dengan asas  actori incumbit probatio, actori onus probandi atau siapa yang mendalilkan wajib membuktikan.

    Kedua, sebagai informasi, bahwa tindakan menghina, melontarkan ucapan-ucapan yang merendahkan, dan mengacuhkan kebutuhan emosional Anda sehingga membuat Anda menderita secara emosional dapat dikategorikan sebagai kekerasan psikis. Kekerasan psikis menurut Pasal 5 huruf b jo. Pasal 7 UU PKDRT tergolong sebagai kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”) yang merupakan perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.

    Ancaman pidana terhadap pelaku KDRT berupa kekerasan psikis menurut Pasal 45 UU PKDRT diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp9 juta. Apabila kekerasan psikis tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp3 juta.

    Apabila terbukti secara pidana bahwa suami Anda melakukan kekerasan psikis, maka hal tersebut dapat menjadi dasar yang cukup kuat untuk mengajukan gugatan perceraian. Anda dapat menjadikan putusan pengadilan atas perkara KDRT tersebut dalam perkara perceraian Anda sebagai bukti, disamping bukti lain seperti saksi-saksi.

    Baca juga: Cara Pembuktian ke Pengadilan Terkait Kasus Kekerasan Psikis dalam Rumah Tangga.

    Namun demikian, karena jalur hukum pidana merupakan upaya terakhir atau ultimum remedium dalam penyelesaian masalah, kami menyarankan Anda untuk menempuh upaya kekeluargaan terlebih dahulu. Termasuk dalam hal ini mencari bantuan profesional seperti psikolog untuk memberikan solusi terbaik dalam persoalan rumah tangga Anda.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang Undang Hukum Acara Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    6. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    Referensi:

    M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Edisi kedua. Jakarta: Sinar Grafika, 2019.

    Tags

    perceraian
    kdrt

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Hal-hal yang Harus Disiapkan Jika Pindah KPR Bank

    6 Mei 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!