KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Keluarga Korban Kecelakaan Bisa Menggugat Produsen Pesawat

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Dasar Keluarga Korban Kecelakaan Bisa Menggugat Produsen Pesawat

Dasar Keluarga Korban Kecelakaan Bisa Menggugat Produsen Pesawat
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Keluarga Korban Kecelakaan Bisa Menggugat Produsen Pesawat

PERTANYAAN

Apakah dasar gugatan perdata yang dilakukan keluarga korban kecelakaan pesawat terbang Lion Air ke perusahaan Boeing di Amerika? Apakah dibolehkan menurut hukum internasional?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Dalam hukum internasional, terdapat hukum perdata internasional yang memungkinkan untuk menggugat pihak lain yang merugikan secara perdata yang berkedudukan di negara lain, atau disebut juga transnational litigation. Meski dimungkinkan, pada praktiknya tentu akan banyak hambatan yang akan terjadi dalam proses persidangan yang berlangsung.
     
    Namun bukan tidak mungkin dengan melakukan gugatan perdata secara transnational litigation dapat memberikan “keadilan” bagi keluarga korban kecelakaan pesawat yang merasa dirugikan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Dalam hukum internasional, terdapat hukum perdata internasional yang memungkinkan untuk menggugat pihak lain yang merugikan secara perdata yang berkedudukan di negara lain, atau disebut juga transnational litigation. Meski dimungkinkan, pada praktiknya tentu akan banyak hambatan yang akan terjadi dalam proses persidangan yang berlangsung.
     
    Namun bukan tidak mungkin dengan melakukan gugatan perdata secara transnational litigation dapat memberikan “keadilan” bagi keluarga korban kecelakaan pesawat yang merasa dirugikan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Menurut informasi yang kami dapat dalam artikel Colson Hicks Eidson and Bartlett Chen File Lawsuit Against Boeing on Behalf of Plane Crash Victim Aboard Lion Air Flight 610 yang kami akses dari laman law firm Colson Hicks Eidson (law firm yang mewakili gugatan oleh keluarga dari salah satu korban kecelakaan Lion Air JT 610), keluarga dari salah satu korban (Dr. Rio Nanda Pratama) jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 itu menggugat The Boeing Company. Perusahaan yang memproduksi pesawat Boeing 737-8 Max itu digugat karena tragedi jatuhnya pesawat pada 29 Oktober 2018 setelah lepas landas selama 13 menit. The Boeing Company telah gagal memperingatkan klien dan pilot pesawat 737 MAX mengenai perubahan sistem kontrol penerbangan yang signifikan ini dan gagal menyampaikan instruksi yang benar dalam manualnya.
     
    Lalu apakah tindakan keluarga yang menggugat The Boeing Company dibenarkan menurut hukum, khususnya hukum internasional? Untuk itu mari kita simak penjelasan berikut.
     
    Hukum Perdata Internasional
    Hukum internasional dibagi menjadi hukum internasional publik, dan hukum perdata internasional. Sebagaimana kami rangkum dalam buku Pengantar Hukum Internasional yang ditulis oleh Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes (hal. 1-2), hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang megatur hubungan perdata yang melintasi batas negara. Dengan perkataan lain, hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang belainan.
     
    Menurut mereka, yang membedakan hukum perdata internasional dengan hukum internasional publik terletak dalam sifat hukum hubungan atau persoalan yang diaturnya (objeknya).
     
    Transnational Litigation
    Menurut Iman Prihandono, Ph.D., Ketua Departemen Hukum Internasional di Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR), gugatan yang ditujukan kepada Boeing akan mengandung beberapa isu dalam hukum perdata internasional.  Isu ‘conflict of law’ akan mengemukan karena penggugat berasal dari Negara yang berbeda dengan tempat pengadilan dimana kasus disidangkan.
     
    Pada prinsipnya siapapun dapat membawa kasusnya ke pengadilan di luar wilayah domisilinya (negara), termasuk bila kedudukan hukum tergugat berada di Negara yang berbeda dengan penggugat. Di Amerika Serikat, gugatan perdata oleh orang asing atas kelalaian atau kesalahan yang menimbulkan kerugian dapat dilakukan, gugatan ini sering disebut dengan transnational litigation. Demikian menurut Iman.
     
    Iman lebih lanjut menjelaskan bahwa karena gugatan ini diajukan ke pengadilan di Amerika Serikat, Negara yang menganut sistem hukum common law, maka dalam prosesnya nanti pengadilan akan memeriksa perkara dengan menggunakan prinsip-prinsip conflict of law yang telah menjadi preseden. Hakim akan melihat putusan-putusan sebelumnya dalam kasus yang serupa.
     
    Baca juga: Perbedaan Karakteristik Sistem Civil Law dengan Common Law.
     
    Menurut dosen yang menggeluti bidang transnational litigation ini, setidaknya ada beberapa keuntungan dan hambatan yang dapat dihadapi oleh penggugat asing di pengadilan luar negeri.
     
    Keuntungan pertama, nilai ganti rugi yang mungkin diperoleh di Pengadilan Amerika Serikat dapat lebih besar jumlahnya. Di pengadilan Amerika Serikat, penggugat dimungkinkan untuk menuntut ganti kerugian yang disebut dengan Punitive Damages. Ganti kerugian ini di luar dari kerugian materiil yang diderita penggugat. Bila dikabulkan, nilai ganti rugi Punitive Damages ini dapat lebih besar jumlahnya dibanding kerugian materiil itu sendiri.
     
    Keuntungan kedua, pengadilan di Amerika Serikat telah memiliki pengalaman dalam menyelesaikan perkara-perkara ganti kerugian akibat kecelakaan pesawat, atau kelalaian perusahaan. Hakim-hakim telah memiliki pengalaman yang cukup dan preseden yang lengkap. Sehingga hasil akhir dari gugatan dapat lebih diprediksi.
     
    Namun penggugat asing juga harus menghadapi beberapa hambatan. Pertama, hambatan non-teknis. Penggugat tidak familiar dengan hukum di Amerika Serikat, oleh karena itu memerlukan penasihat hukum yang dapat dipercaya untuk mewakili kepentingan penggugat. Sedangkan mendapatkan penasihat hukum yang dapat dipercaya seringkali tidaklah mudah.
     
    Kedua, hambatan teknis hukum. Sebelum pokok perkaranya diperiksa oleh hakim, penggugat seringkali harus menghadapi perlawanan dari tergugat. Di antara perlawanan yang paling sering adalah Forum non Coveniens (“FNC”). Perlawanan FNC berarti tergugat mendalilkan bahwa pengadilan tidak tepat mengadili perkara ini karena ada pengadilan lain yang lebih sesuai (appropriate).
     
    Diakses dari laman Forum non Conveniens, definisi dari FNC antara lain sebagai berikut:
     
    A court's discretionary power to decline to exercise its jurisdiction where another court may more conveniently hear a case.
     
    Perlawanan FNC adalah perlawanan yang paling sering digunakan di pengadilan dengan sistem hukum common law. Hakim harus mempertimbangkan banyak hal, di antaranya kepentingan penggugat dan kepentingan publik. Untuk memutuskan perlawanan ini saja, dapat memakan waktu persidangan yang lama, termasuk proses banding sampai ke pengadilan tingkat tertinggi.   
     
    Perlawanan FNC pernah digunakan dalam kasus kecelakaan pesawat sebelumnya, yaitu pada kasus Clerides v. Boeing Company. Kasus ini diajukan ke pengadilan Nothern District of Illinois atas kecelakaan pesawat Boeing 737-300 milik maskapai Helios yang jatuh dalam perjalanan dari Larnaca ke Athena. Tergugat (Boeing) mengajukan perlawanan FNC dengan alasan bahwa pengadilan yang sesuai memeriksa perkara ini adalah di Cyprus maupun Yunani.
     
    Setelah memeriksa bahwa saksi-saksi dan alat-alat bukti lebih tersedia baik di Cyprus maupun Yunani. Maka hakim pengadilan tingkat pertama mengabulkan perlawanan FNC dari Boeing. Putusan ini diperkuat oleh Pengadilan Court of Appeal 7th Circuit, pada tahun 2008. (Kasus selengkapnya dapat dilihat di Clerides v. Boeing Company).
     
    Mengapa Menggugat di Luar Negeri?
    Menurut Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M., Dosen Hukum Udara dan Angkasa Fakultas Hukum Universitas Airlangga (FH UNAIR) dalam menggugat manufaktur pesawat berarti di luar konvensi-konvensi internasional tentang penerbangan, karena tidak ada konvensi yang mengatur mengenai hal itu.
     
    Ada 3 faktor dalam hal seseorang menggugat manufaktur pesawat terbang:
    1. Manufacture defect;
    2. Design defect;
    3. Failure to warn.
     
    Terkait kasus gugatan keluarga korban kecelakaan maskapai Lion Air dengan pesawat Boeing 737 MAX yang ditujukan ke Boeing di AS, bisa disebabkan atas alasan ketiga di atas ketika Boeing mengeluarkan manual Automated stall-prevention system untuk pesawatnya setelah kecelakaan JT610 yang dianggap baru bagi para pilotnya.
     
    Ganti rugi kecelakaan pesawat udara di Indonesia sebagaimana kita ketahui mengacu kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara (“Permenhub 77/2011”), memang untuk ganti kerugian  jika penumpang meninggal dunia di dalam pesawat akibat kecelakaan berjumlah Rp 1,25 miliar,[1] nilainya jauh lebih kecil daripada yang diberikan Konvensi Montreal 1999 yang nilainya bisa mencapai hingga kisaran Rp 2 miliar. Pada kecelakaan Lion Air ini penerbangannya dalam rute domestik sehingga tidak dapat menggunakan konvensi montreal yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada 2016 melalui Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2016 tentang Pengesahan Convention for The Unification of Certain Rules for International Carriage by Air (Konvensi Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu tentang Angkutan Udara International) karena konvensi tersebut berlaku untuk mengganti kerugian terhadap penerbangan internasional saja. Sehingga pada praktiknya di hukum udara, nilai ganti kerugian antara penumpang satu dengan yang lainnya bisa berbeda terkait tujuan dari penerbangannya.
     
    Namun menurut Dosen Hukum Udara dan Angkasa di FH UNAIR ini, terkait gugatan perdata yang dilakukan keluarga korban terhadap Boeing di AS bukan semata-mata terkait nilai kerugian / kompensasi di Indonesia yang lebih kecil. Namun hal ini terkait rasa keadilan, karena ada pihak lain yang berhak bertanggung jawab terkait kecelakaan tersebut (dalam hal ini Boeing).
     
    Pendapat Adhy tersebut sejalan dengan pernyataan Ayah korban dalam laman Colson Hicks Eidson Attorneys at Law (laman di paragraf 1), menyatakan bahwa gugatan dilakukan karena seluruh keluarga korban ingin tahu kebenaran dan penyebab tragedi kecelakaan pesawat Lion Air, kesalahan yang sama harus dihindarkan di kemudian hari dan mereka yang bertanggung jawab harus diadili di pengadilan. Gugatan ini untuk mencari keadilan yang diderita anaknya dan seluruh korban yang meninggal dunia pada kecelakaan pesawat terbang yang terjadi 29 Oktober 2018 lalu.
     
    Kesimpulan
    Dalam hukum internasional, terdapat hukum perdata internasional yang memungkinkan untuk menggugat pihak lain yang merugikan secara perdata yang berkedudukan di negara lain, atau disebut juga transnational litigation. Meski dimungkinkan, pada praktiknya tentu akan banyak hambatan yang akan terjadi dalam proses persidangan yang berlangsung.
     
    Namun bukan tidak mungkin dengan melakukan gugatan perdata secara transnational litigation dapat memberikan “keadilan” bagi keluarga korban kecelakaan pesawat yang merasa dirugikan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
     
    Referensi:
    1. Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT. Alumni, 2003;
    2. Clerides v. Boeing Company, diakses pada tanggal 19 November 2018, pukul 12.30 WIB.
    3. Forum non Conveniens, diakses pada tanggal 22 November 2018, pukul 11.42 WIB.
     
    Catatan:
    1. Kami telah melakukan wawancara dengan Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D,, via telepon pada 19 November 2018 pukul 09:10 WIB.
    2. Kami telah melakukan wawancara dengan Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M., via telepon pada 19 November 2018 pukul 10:30 WIB.

    [1] Pasal 3 huruf a PM 77/2011

    Tags

    kecelakaan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!