KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Memberi Hadiah kepada Hakim?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bolehkah Memberi Hadiah kepada Hakim?

Bolehkah Memberi Hadiah kepada Hakim?
Ilman Hadi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Memberi Hadiah kepada Hakim?

PERTANYAAN

Apakah boleh memberikan hadiah atas dasar niat pribadi tanpa paksaan kepada hakim setelah hakim memberikan hasil keputusannya? Lebih tepatnya karena dia (hakim) telah memenangkan perkara saya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Menurut Pasal 40 jo. Pasal 41 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman ("UU Kekuasaan Kehakiman") hakim dalam menjalankan tugasnya diawasi oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Pengawasan terhadap perilaku hakim didasarkan pada Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang ditetapkan oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial (Pasal 41 ayat [3] UU Kekuasaan Kehakiman).

     

    Untuk menjawab pertanyaan Saudara, kita perlu mengetahui Kode Etik Hakim mengenai menerima pemberian atau hadiah. Dalam Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (“Kode Etik dan PPH”) setiap hakim diharapkan dapat bersikap jujur dalam menjalankan tugasnya. Penerapan dari prinsip ini, antara lain dijabarkan dalam Kode Etik Hakim dan PPH butir 2.2 mengenai Pemberian Hadiah dan Sejenisnya sebagai berikut:

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi

    Jerat Pidana bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi
     

    (1) Hakim tidak boleh meminta/menerima dan harus mencegah suami atau istri Hakim, orang tua, anak, atau anggota keluarga Hakim lainnya, untuk meminta atau menerima janji, hadiah, hibah, warisan, pemberian, penghargaan dan pinjaman atau fasilitas dari:

    a.    Advokat;
    b.    Penuntut;

    c.    Orang yang sedang diadili;

    d.    Pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili;

    e.    Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang bersangkutan yang secara wajar (reasonable) patut dianggap bertujuan atau mengandung maksud untuk mempengaruhi Hakim dalam menjalankan tugas peradilannya.

     

    Pengecualian dari butir ini adalah pemberian atau hadiah yang ditinjau dari segala keadaan (circumstances) tidak akan diartikan atau dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000,- (Lima ratus ribu rupiah). Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

     

    (2) Hakim dilarang menyuruh/mengizinkan pegawai pengadilan atau pihak lain yang dibawah pengaruh, petunjuk atau kewenangan hakim yang bersangkutan untuk meminta atau menerima hadiah, hibah, warisan, pemberian, pinjaman atau bantuan apapun sehubungan dengan segala hal yang dilakukan atau akan dilakukan atau tidak dilakukan oleh hakim yang bersangkutan berkaitan dengan tugas atau fungsinya dari:

    a.    Advokat;
    b.    Penuntut;

    c.    Orang yang sedang diadili oleh hakim tersebut;

    d.    Pihak lain yang kemungkinkan kuat akan diadili oleh hakim tersebut;

    e.    Pihak yang memiliki kepentingan baik langsung maupun tidak langsung terhadap suatu perkara yang sedang diadili atau kemungkinan kuat akan diadili oleh Hakim yang bersangkutan yang secara wajar patut diduga bertujuan untuk mempengaruhi hakim dalam menjalankan tugas peradilannya

     

    Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, hakim tidak hanya dilarang menerima pemberian terhadap dirinya tetapi juga dilarang menyuruh pegawai pengadilan atau pihak lain termasuk keluarganya sendiri untuk menerima pemberian hadiah yang ditujukan terhadap hakim tersebut.

     

    Pengecualian terhadap larangan ini hanya apabila pemberian tersebut tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi Hakim dalam pelaksanaan tugas-tugas peradilan, yaitu pemberian yang berasal dari saudara atau teman dalam kesempatan tertentu seperti perkawinan, ulang tahun, hari besar keagamaan, upacara adat, perpisahan atau peringatan lainnya, yang nilainya tidak melebihi Rp. 500.000. Pemberian tersebut termasuk dalam pengertian hadiah sebagaimana dimaksud dengan gratifikasi yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Pengertian gratifikasi diatur dalam penjelasan Pasal 12B ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (“UU Tipikor”), sebagai berikut:

     

    “Gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.”

     

    Kode Etik dan PPH mewajibkan hakim yang nemerima gratifikasi untuk melaporkan secara tertulis ke Komisi Pemberantasan Korupsi (“KPK”).

     

    Menurut Kode Etik dan PPH, hakim yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan ini diperiksa oleh Mahkamah Agung RI dan/atau Komisi Yudisial RI. Mahkamah Agung RI atau Komisi Yudisial RI menyampaikan hasil putusan atas hasil pemeriksaan kepada Ketua Mahkamah Agung. Hakim yang diusulkan untuk dikenakan sanksi pemberhentian sementara dan pemberhentian oleh Mahkamah Agung RI atau Komisi Yudisial RI diberi kesempatan untuk membela diri di Majelis Kehormatan Hakim. Lebih jauh, simak juga artikel-artikel berikut:

    -      Mencoba Terima Suap, Hakim PN Sleman Dinonpalukan

    -      Minta Penari Telanjang, Hakim Dipecat

    -      Karaoke dengan Pihak Berperkara, Hakim PN Denpasar Dipecat

     

    Selain itu, berdasarkan UU Tipikor penerima dan pemberi gratifikasi diancam dengan sanksi pidana, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Ancaman Pidana Bagi Pemberi dan Penerima Gratifikasi.

     

    Jadi, walaupun niat Saudara adalah sebagai bentuk terima kasih dan bukan untuk mempengaruhi putusan hakim, pemberian hadiah kepada hakim adalah termasuk bentuk gratifikasi. Hakim yang menerima gratifikasi bisa dikenakan sanksi pemberhentian sementara atau pemberhetian, juga terkena sanksi pidana. Ancaman pidana terhadap gratifikasi tidak hanya akan dikenakan pada hakim yang bersangkutan tetapi juga kepada Anda sebagai pemberi gratifikasi.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    2.    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

    3.    Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perhatikan Ini Sebelum Tanda Tangan Kontrak Kerja

    20 Mar 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!