KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Masalah Hak Asuh Anak Tiri

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Masalah Hak Asuh Anak Tiri

Masalah Hak Asuh Anak Tiri
Liza Elfitri, S.H., M.H.Mitra Klinik Hukum
Mitra Klinik Hukum
Bacaan 10 Menit
Masalah Hak Asuh Anak Tiri

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya. Ada wanita menikah dengan duda 1 anak yang masih di bawah umur, lalu suaminya meninggal. Apakah istri bisa memiliki hak asuh anak tirinya? Dan jika alm. suami memiliki saudara yang menginginkan mengasuh anak ini, apakah ada kesempatan menang jika ini dibawa ke jalur hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Rekan Penanya yang terhormat,

     

    Definisi dari anak tiri adalah anak bawaan suami atau istri yang bukan hasil perkawinan dengan istri atau suami yang sekarang. Anak tiri hanya memiliki hubungan kewarisan dan keperdataan dengan orang tua sedarahnya. Hal ini secara implisit diatur pada Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

    KLINIK TERKAIT

    Menikahi Sepupu Sendiri dalam Hukum Islam

    Menikahi Sepupu Sendiri dalam Hukum Islam
     

    Pertanyaan Anda akan kami jawab terlebih dahulu berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”).

     

    Mengenai pemeliharaan (pengasuhan) anak, Pasal 105 KHI menyatakan batasan usia anak yang belum mumayyiz (masih di bawah umur) adalah anak yang belum berumur 12 tahun. Apabila terjadi perceraian, maka hak asuh anak yang belum mumayyiz ada pada ibunya, sedangkan bila anak sudah mumayyiz dia dapat memilih di antara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Dengan kata lain, yang paling berhak mengasuh (memelihara) anak adalah ayah atau ibu kandung si anak.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Secara syariah, anak dari suami menjadi mahram bagi istri. Ikatan mahram ini karena adanya pernikahan ayahnya dengan seorang wanita yang bukan ibunya. Sayangnya, dalam pertanyaan Anda tidak terdapat keterangan karena alasan apa hak asuh anak berada di tangan si suami, apakah karena putusan pengadilan agama ataukah cerai mati? Apabila karena putusan pengadilan agama akan menjadi dasar yang cukup bagi si istri untuk memintakan penetapan hak asuh atas anak tersebut ke pengadilan agama.

     

    Pasal 156 KHI mencantumkan tingkatan derajat yang dapat menggantikan kedudukan hadhanah dari ibu karena meninggal dunia:

    1.         Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu;

    2.         Ayah;

    3.         Wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ayah;

    4.         Saudara perempuan dari anak yang bersangkutan;

    5.         Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ibu;

    6.         Wanita-wanita kerabat sedarah menurut garis samping dari ayah.

     

    Kami menyarankan juga kepada si istri untuk terlebih dahulu mencari keluarga dari ibu kandung si anak guna membicarakan pengasuhan si anak dengan pertimbangan kemaslahatan si anak.

     

    Menghadapi adanya keinginan dari saudara alm. suami yang menginginkan hak asuh terhadap anak ini, si istri dapat meminta penetapan ke Pengadilan Agama di wilayah tempat tinggalnya untuk hak asuh terhadap anak tirinya. Saudara alm. si suami terhalang mendapatkan hak asuh terhadap anak ini bila masih ada wanita-wanita dalam garis lurus ke atas dari ibu dan si istri (ibu tiri) sendiri karena sebab pernikahan dengan ayahnya si anak.

     

    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) juga mengatur tentang perwalian anak pada Pasal 229 jo. Pasal 230b KUHPerdata, yakni ke Pengadilan Negerilah diajukan permohonan penetapan tentang perwalian anak, bila si istri tidak beragama Islam.

     

    Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa salah satu prinsip perlindungan anak adalah ‘the best interest of the child’ alias ‘kepentingan terbaik bagi anak.’ Mendengarkan keinginan dan pendapat anak adalah salah satu perwujudan prinsip perlindungan anak.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    2.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

    3.    Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

    4.    Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam

     

    Tags

    uu perkawinan
    uu perlindungan anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!