Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Haruskah Menangkap Pencuri Dulu sebelum Menangkap Penadah?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Haruskah Menangkap Pencuri Dulu sebelum Menangkap Penadah?

Haruskah Menangkap Pencuri Dulu sebelum Menangkap Penadah?
Marc Anthonio, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Haruskah Menangkap Pencuri Dulu sebelum Menangkap Penadah?

PERTANYAAN

Dalam Pasal 480 KUHP tentang Penadahan, kenapa si penadah tidak bisa ditangkap apabila si pencuri pertama dari barang tersebut belum ditangkap?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pertama, dalam Pasal 480 Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tidak tercantum ketentuan pelaku Pencurian harus ditangkap terlebih dahulu dari pelaku Penadahan, tetapi dijelaskan tiap–tiap unsur tindak pidana Penadahan yang harus dipenuhi dan dibuktikan terlebih dahulu untuk menyangka/mengira/mencurigai seseorang yang diduga melakukan tindak pidana penadahan.
     
    Kedua, pelaku Penadahan dapat ditangkap terlebih dahulu dari pelaku Pencurian oleh penyidik jika sudah memiliki bukti permulaan yang cukup berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai dasar seseorang diduga melakukan tindak pidana Penadahan yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu dipahami terlebih dahulu unsur–unsur pidana dalam tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan serta kaitannya dengan penangkapan menurut Hukum Acara Pidana atau Hukum Pidana Formil sesuai dengan pertanyaan Anda di atas.
     
    Seperti yang kita ketahui, tindak pidana Penadahan dan tindak pidana Pencurian merupakan delik/tindak pidana umum yang diatur di dalam Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
     
    Pertama, kami akan menerangkan dan menjelaskan terlebih dahulu secara singkat mengenai tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan agar tidak salah ditafsirkan.
     
    Tindak Pidana Pencurian
    P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir dalam bukunya “Delik – Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain-Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik” (hal. 1) menyampaikan bahwa Pencurian merupakan salah satu jenis kejahatan yang termasuk ke dalam golongan “kejahatan yang ditujukan terhadap hak milik dan lain-lain hak yang timbul dari hak milik” atau apa yang di dalam bahasa Belanda disebut “misdrijven tegen de eigendom en de daaruit voortvloeiende zakelijke rechten”.
     
    Tindak Pidana Penadahan
    Menurut Profesor Mr. D. Simons, perbuatan “penadahan” itu sangat erat hubungannya dengan kejahatan–kejahatan seperti pencurian. Dan justru karena adanya orang yang mau melakukan “penadahan” itulah, orang seolah–olah dipermudah maksudnya untuk melakukan pencurian.[1]
     
    Unsur–Unsur Tindak Pidana
    Sebelum menggali lebih dalam mengenai tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan, kami akan menerangkan secara singkat pentingnya unsur suatu delik/tindak pidana dan kaitannya dengan tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan.
     
    Seseorang hanya dapat dipersalahkan telah melakukan suatu delik atau tindak pidana menurut KUHP jika orang tersebut telah terbukti memenuhi tiap–tiap unsur dari delik yang bersangkutan, seperti yang dirumuskan di dalam undang–undang.[2] Perumusan undang-undang mengenai setiap delik/tindak Pidana itu dapat dibagi menjadi beberapa unsur, sedang unsur-unsur mana dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua) jenis unsur, yaitu unsur-unsur obyektif dan unsur-unsur subyektif.[3]
     
    Seperti yang telah diuraikan di atas, “unsur obyektif” adalah unsur yang terdapat di luar si pelaku, sedang “unsur subyektif” adalah unsur yang terdapat pada diri si pelaku atau “in de dader aanwezig”.
      
    Tindak Pidana Pencurian dalam Bentuk Pokok dan Tindak Pidana Penadahan
    Pencurian di dalam bentuk yang pokok diatur di dalam Pasal 362 KUHP. Jika melihat dari rumusan Pasal 362 KUHP, dapat kita ketahui bahwa kejahatan pencurian merupakan delik/tindak pidana yang dirumuskan secara formal, dimana yang dilarang dan diancam dengan hukuman itu adalah suatu perbuatan yang dalam hal ini adalah perbuatan “mengambil” atau “wegnemen”.   
     
    Tindak pidana Pencurian sendiri menjadi tindak pidana awal dari tindak pidana Penadahan. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhirnya kedua tindak pidana tersebut harus dibuktikan semua. Untuk penjelasan unsur tindak pidana Pencurian dan tindak pidana Penadahan secara mendalam dan lebih lengkap dapat di lihat di artikel Masalah Pembuktian Tindak Pidana Penadahan.
     
    Penangkapan Sebagai Salah Satu Bagian dari Proses Hukum Acara Pidana
    Anda menanyakan bahwa mengapa pelaku Penadahan tidak dapat ditangkap terlebih dahulu sebelum pelaku Pencurian ditangkap? Untuk menjawab pertanyaan Anda, maka harus dipahami terlebih dahulu mengenai penangkapan dalam Hukum Acara Pidana seperti yang diatur dalam Kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
     
    Untuk melakukan penangkapan seorang tersangka tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Perlu diperhatikan beberapa hal terkait penangkapan yakni: pihak yang berwenang melakukan penangkapan; penangkapan dilakukan berdasarkan bukti permulaan yang cukup; dan masa waktu dilakukannya penangkapan. Hal-hal tersebut telah diatur di dalam BAB V Bagian Kesatu KUHAP.
     
    Penangkapan Berdasarkan Bukti Permulaan yang Cukup
    Hal yang cukup penting untuk diperhatikan dalam penangkapan adalah mengenai bukti permulaan yang cukup menjadi salah satu hal untuk menjawab pertanyaan Anda. Secara singkat, perintah penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana harus berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Untuk membahas lebih dalam mengenai bukti permulaan yang cukup, kita dapat melihat Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana (“Perkap Polri 14/2012”).
     
    Menurut Pasal 1 angka 10 Perkap Polri 14/2012, seorang tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
     
    Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan sesuai yang tertera dalam Pasal 1 angka 21 Perkap Polri 14/2012.
     
    Dalam melakukan tindakan penangkapan, terhadap seorang tersangka dapat memiliki pertimbangan yang diatur dalam Pasal 36 ayat (1) Perkap Polri 14/2012 yaitu:
     
    Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:
    a. adanya bukti permulaan yang cukup; dan
    b. tersangka telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan yang patut dan wajar.  
     
    Berdasarkan pemaparan mengenai bukti permulaan di atas, maka seseorang tidak dapat dilakukan penangkapan tanpa bukti permulaan yang cukup berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah.
     
    Berkaitan dengan pemahaman di atas, maka untuk menjawab pertanyaan sekaligus meluruskan pertanyaan Anda adalah seorang pelaku penadahan dapat ditangkap terlebih dahulu dari pada pelaku pencurian jika terdapat bukti permulaan yang cukup yaitu Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah terkait Tindak Pidana Penadahan seperti yang diatur dalam Pasal 480 KUHP.
     
    Seandainya proses perkara berlanjut ke tahap penuntutan sampai ke tahap persidangan, maka hal tersebut kembali dipertegas dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972 yang menyatakan bahwa:
     
    Tidak ada peraturan yang mengharuskan untuk lebih dahulu menuntut dan menghukum orang yang mencuri sebelum menuntut dan menghukum orang yang menadah.
     
    Pemeriksaan tindak pidana penadahan tidak perlu menunggu adanya keputusan mengenai tindak pidana yang menghasilkan barang–barang tadahan yang bersangkutan.
     
    Oleh sebab itu, untuk meluruskan dan sekaligus menjawab pertanyaan Anda dapat disimpulkan melalui 2 (dua) penjelasan, yakni: Pertama, bahwa dalam Pasal 480 KUHP tidak tercantum ketentuan pelaku Pencurian (barang hasil kejahatan) harus ditangkap terlebih dahulu dari pelaku penadahan, tetapi dijelaskan tiap–tiap unsur tindak pidana Penadahan yang harus dipenuhi dan dibuktikan terlebih dahulu untuk menyangka/mengira/mencurigai seseorang yang diduga melakukan tindak pidana Penadahan. Kedua, pelaku Penadahan dapat ditangkap terlebih dahulu dari pelaku Pencurian oleh penyidik jika sudah memiliki bukti permulaan yang cukup berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah untuk dijadikan sebagai dasar seseorang diduga melakukan tindak pidana Penadahan yang diatur di dalam Pasal 480 KUHP.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang–Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    1. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 79 K/Kr/1958 tanggal 09 Juli 1958;
    2. Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 126 K/Kr/1969 tanggal 29 November 1972.
     
    Referensi:
    Lamintang, P.A.F dan C. Djisman Samosir. 2011. Delik–Delik Khusus Kejahatan yang Ditujukan Terhadap Hak Milik dan Lain – Lain Hak yang Timbul dari Hak Milik, Cet. 2. Bandung: CV. Nuansa Aulia.
     

    [1] P.A.F. Lamintang dan C. Djisman Samosir, hal. 1
    [2] Ibid, hal. 13.
    [3] Ibid.

    Tags

    acara peradilan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!