Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata; dan
Fiksasi adalah perekaman suara yang dapat didengar, perekaman gambar atau keduanya, yang dapat dilihat, didengar, digandakan, atau dikomunikasikan melalui perangkat apapun.
Lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks merupakan ciptaan yang dilindungi berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta.
Yang dimaksud dengan "lagu atau musik dengan atau tanpa teks" diartikan sebagai satu kesatuan karya cipta yang bersifat utuh.
[2]
Selanjutnya kami asumsikan bahwa usaha karaoke tersebut telah mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta atas lagu dan membayar royalti untuk mengumumkan atau memperdengarkan lagu miliknya di karaoke tersebut (performance royalties) maupun royalti untuk melakukan penggandaan (mechanical royalties).
Dilansir dari artikel
Mechanical Royalties vs. Performance Royalties: What's the Difference? dari laman Royalty Exchange yang merupakan sebuah
marketplace yang menghubungkan artis dengan investor, bahwa
performance royalties adalah biaya yang dibayarkan oleh pengguna lagu saat lagu dipertunjukan di depan umum. Sementara itu,
mechanical royalties dibayarkan kepada pencipta lagu dan artis ketika musik dijual (dalam bentuk CD atau vinil) tetapi juga ketika musik dialirkan (
streaming mechanicals) "
on-demand" (seperti Spotify).
Jika melihat artikel
Lima Pencipta Lagu Laporkan Perusahaan Karaoke,
mechanical royalties (hak di bidang penggandaan)
dibayarkan karena pada saat pelaku usaha memperbanyak lagu ciptaan seorang pencipta dari satu server ke server lain di beberapa ruangan karaoke, maka yang bersangkutan telah melakukan penggandaan.
Hak Eksklusif Pelaku Pertunjukan
Dalam kasus Anda yang menjadi permasalahan utama adalah perubahan fiksasi pada video klip lagu yang terdapat pada list lagu karaoke.
Perlu diketahui bahwa dalam video klip tersebut terdapat pelaku pertunjukan, yang dalam Pasal 1 angka 6 UU Hak Cipta didefinisikan sebagai berikut:
Pelaku Pertunjukan adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menampilkan dan mempertunjukkan suatu Ciptaan
Kemudian, hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga penyiaran.
[3]
Hak eksklusif bagi pelaku pertunjukan tersebut terbagi atas:
[4]Hak moral pelaku pertunjukan; dan
Hak ekonomi pelaku pertunjukan.
Hak moral pelaku pertunjukan merupakan hak yang melekat pada pelaku pertunjukan yang tidak dapat dihilangkan atau tidak dapat dihapus dengan alasan apapun walaupun hak ekonominya telah dialihkan.
[5] Hak moral pelaku pertunjukan meliputi hak untuk:
[6]namanya dicantumkan sebagai pelaku pertunjukan, kecuali disetujui sebaliknya; dan
tidak dilakukannya distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal-hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya kecuali disetujui sebaliknya.
Dalam kasus Anda, apabila tidak disetujui oleh pelaku pertunjukan yang ada pada video klip yang asli, maka perbuatan usaha karaoke yang merubah gambar
background/latar belakang video klip yang berbeda dengan versi aslinya merupakan pelanggaran hak moral pelaku pertunjukan atau dalam hal ini melakukan modifikasi ciptaan. Yang dimaksud dengan "modifikasi ciptaan" adalah pengubahan atas karya pelaku pertunjukan.
[7]
Sebagai informasi tambahan, pelindungan hak ekonomi bagi pelaku pertunjukan, berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertunjukannya difiksasi dalam fonogram atau audiovisual. Masa berlaku pelindungan hak ekonomi terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
[8]
Sanksi yang Dapat Diterapkan
Sayangnya, tidak ada ketentuan pidana yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran hak moral jika kita mendasarkan pada UU Hak Cipta (yang berlaku saat ini). Berbeda dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (yang sudah dicabut), dalam Pasal 72 ayat (6) mengatur bahwa pelanggaran atas hak moral dapat dipidana penjara selama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150 juta.
Lantas untuk saat ini, upaya yang dapat dilakukan adalah mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
[9]
Gugatan ganti rugi dapat berupa permintaan untuk menyerahkan seluruh atau sebagian penghasilan yang diperoleh dari penyelenggaraan ceramah, pertemuan ilmiah, pertunjukan atau pameran karya yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta atau produk hak terkait.
[10]
Selain gugatan ganti rugi, pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait dapat memohon putusan provisi atau putusan sela kepada Pengadilan Niaga untuk:
[11]meminta penyitaan ciptaan yang dilakukan pengumuman atau penggandaan, dan/atau alat penggandaan yang digunakan untuk menghasilkan ciptaan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak terkait; dan/atau
menghentikan kegiatan pengumuman, pendistribusian, komunikasi, dan/atau penggandaan ciptaan yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta dan produk hak terkait.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
[1] Pasal 1 angka 1, angka 3, dan angka 13 UU Hak Cipta
[2] Penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf d UU Hak Cipta
[3] Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta
[4] Pasal 20 huruf a dan b UU Hak Cipta
[5] Pasal 21 UU Hak Cipta
[6] Pasal 22 UU Hak Cipta
[7] Penjelasan Pasal 22 huruf b UU Hak Cipta
[8] Pasal 63 ayat (1) huruf a dan ayat (2) UU Hak Cipta
[9] Pasal 99 ayat (1) UU Hak Cipta
[10] Pasal 99 ayat (2) UU Hak Cipta
[11] Pasal 99 ayat (3) UU Hak Cipta