Intisari :
Pada dasarnya untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa dalam kasus tindak pidana korupsi. Jika bank tidak memberikan keterangan rekening tersangka, maka hal ini dapat digolongkan sebagai tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Rahasia Bank
Rekening bank menurut Pasal 1 angka 28 UU 10/1998 adalah rahasia bank yaitu segala sesuatu yang dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
Sedangkan yang dimaksud dengan nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
[1]
Adapun pihak-pihak yang wajib menjaga rahasia bank adalah bank dan pihak terafiliasi dengan bank, antara lain:
[2]anggota dewan komisaris, pengawas, direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank;
anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;
pihak yang menurut perdamaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga komisaris, keluarga pengawas, keluarga direksi. keluarga pengurus.
Memberikan Data Nasabah Bank untuk Proses Perkara Pidana
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, Pasal 42 UU 10/1998 mengatur bahwa bank dapat memberikan data kepada pihak yang berwenang dalam proses hukum pidana baik penyelidikan maupun penyidikan, pasal tersebut berbunyi:
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua Mahkamah Agung.
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Jadi jika dalam proses perkara pidana polisi, jaksa, atau hakim memerlukan keterangan mengenai rekening terdakwa (sebagai nasabah bank), maka bank dapat memberikannya atas izin pimpinan Bank Indonesia.
Pemberian izin oleh Bank Indonesia harus dilakukan selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap.
[3]
Permintaan Keterangan kepada Bank dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi
Permintaan keterangan kepada bank tersebut diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Gubernur Bank Indonesia berkewajiban untuk memenuhi permintaan dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.
[4]
Dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan mengenai jangka waktu untuk pemenuhan permintaan oleh pimpinan / Gubernur Bank Indonesia antara kasus biasa dengan kasus tindak pidana korupsi (“tipikor”). Dalam kasus biasa, waktu yang diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah dokumen permintaan diterima secara lengkap, sementara untuk kasus tipikor, selambat-lambatnya 3 hari kerja, terhitung sejak dokumen permintaan diterima secara lengkap.
Selanjutnya penyidik, penuntut umum, atau hakim dapat meminta kepada bank untuk memblokir rekening simpanan milik tersangka atau terdakwa yang diduga hasil dari korupsi. Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap tersangka atau terdakwa tidak diperoleh bukti yang cukup, atas permintaan penyidik, penuntut umum, atau hakim, bank pada hari itu juga mencabut pemblokiran.
[5]
Bagaimana konsekuensinya jika bank tidak mau memberikan data nasabah (rekening nasabah)? Mengenai hal ini, Pasal 22 UU 31/1999 mengatur sanksi untuk siapa saja yang dengan sengaja tidak mau memberikan keterangan yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi.
Pasal 22 UU 31/1999
Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.
Hal senada juga disampaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam bukunya
Memahami untuk Membasmi: Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi (hal. 99), bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka merupakan tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi. Tindakan tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 22 jo. Pasal 29 UU 31/1999.
Jadi menjawab pertanyaan Anda, untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa dalam kasus tipikor. Jika bank tidak memberikan keterangan rekening tersangka, maka hal ini dapat digolongkan sebagai tindak pidana lain yang berkaitan dengan korupsi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Referensi:
Komisi Pemberantasan Korupsi. Memahami untuk Membasmi: Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006.
[1] Pasal 1 angka 17 UU 10/1998
[2] Pasal 40 jo. Pasal 1 angka 22 UU 10/1998
[3] Penjelasan Pasal 42 ayat (2) UU 10/1998
[4] Pasal 29 ayat (2) dan (3) UU 31/1999
[5] Pasal 29 ayat (4) dan (5) UU 31/1999