KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Keberatan Atas Putusan KPPU, ke Pengadilan Negeri atau Niaga?

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Keberatan Atas Putusan KPPU, ke Pengadilan Negeri atau Niaga?

Keberatan Atas Putusan KPPU, ke Pengadilan Negeri atau Niaga?
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Keberatan Atas Putusan KPPU, ke Pengadilan Negeri atau Niaga?

PERTANYAAN

Jika keberatan terhadap putusan KPPU, kemana kami dapat mengajukan keberatan? Pengadilan Negeri atau Niaga?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sebelumnya, wewenang penanganan pemeriksaan keberatan terhadap putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) berada pada Pengadilan Negeri. Tapi, kini hal tersebut menjadi wewenang Pengadilan Niaga, sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah dan menghapus sebagian ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”).

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Pemeriksaan Pelanggaran oleh KPPU

    Pada dasarnya, setiap orang dapat melaporkan secara tertulis kepada Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”), jika:[1]

    KLINIK TERKAIT

    Yang Berwenang Menangani Perkara Kemitraan Usaha

    Yang Berwenang Menangani Perkara Kemitraan Usaha
    1. Mengetahui telah terjadi atau patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999, dengan keterangan yang jelas tentang telah terjadinya pelanggaran, dengan menyertakan identitas pelapor.
    2. Dirugikan sebagai akibat terjadinya pelanggaran UU 5/1999, dengan keterangan yang lengkap dan jelas tentang telah terjadinya pelanggaran serta kerugian yang ditimbulkan, dengan menyertakan identitas pelapor

    Berdasarkan laporan tersebut, KPPU wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu maksimal 30 hari setelah menerima laporan, KPPU wajib menetapkan perlu/tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.[2] Dalam pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib memeriksa pelaku usaha yang dilaporkan.[3]

    Pemeriksaan lanjutan tersebut wajib diselesaikan KPPU maksimal 60 hari sejak dilakukannya pemeriksaan lanjutan, dan dapat diperpanjang maksimal 30 hari jika diperlukan.[4]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Selanjutnya, maksimal 30 hari sejak selesainya pemeriksaan lanjutan, KPPU wajib memutuskan telah terjadi atau tidak terjadi pelanggaran terhadap UU 5/1999, yang dilakukan dalam suatu sidang majelis yang beranggotakan minimal 3 orang anggota komisi.[5] Putusan tersebut harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha.[6]

    Jika pelaku usaha dinyatakan bersalah, KPPU berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif yang dapat berupa:[7]

    1. Penetapan pembatalan perjanjian;
    2. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal, yang antara lain dilaksanakan dengan pembatalan perjanjian, pengalihan sebagian perusahaan kepada pelaku usaha lain, atau perubahan bentuk rangkaian produksi;
    3. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktik monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/atau merugikan masyarakat. Patut diperhatikan, yang diperintahkan untuk dihentikan hanya kegiatan/tindakan tertentu, bukan kegiatan usaha pelaku usaha secara keseluruhan;
    4. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan;
    5. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham;
    6. Penetapan pembayaran ganti rugi, yang diberikan kepada pelaku usaha dan pihak lain yang dirugikan;
    7. Pengenaan denda minimal Rp1 miliar.

    Sanksi tersebut dijatuhkan:[8]

    1. Sesuai dengan tingkat atau dampak pelanggaran yang dilakukan;
    2. Dengan memperhatikan kelangsungan kegiatan usaha dari pelaku usaha; dan/atau
    3. Dengan dasar pertimbangan dan alasan yang jelas.

    Lantas, jika pelaku usaha keberatan dengan putusan KPPU tersebut, ke pengadilan manakah pelaku usaha dapat mengajukan upaya keberatan? Pengadilan Negeri atau Niaga?

    Pengadilan Niaga Berwenang Memeriksa Keberatan terhadap Putusan KPPU

    Sebelumnya, wewenang penanganan pemeriksaan keberatan terhadap putusan KPPU merupakan wewenang Pengadilan Negeri berdasarkan Pasal 44 ayat (2) UU 5/1999. Tapi, kini ketentuan tersebut telah diubah dan hal tersebut saat ini menjadi kewenangan Pengadilan Niaga, sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 118 angka 2 UU Cipta Kerjayang merubahPasal 45 ayat (1) UU 5/1999 yang berbunyi:

    Pengadilan Niaga harus memeriksa keberatan pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya keberatan tersebut.

    Ketentuan mengenai pemeriksaan keberatan atas putusan KPPU oleh Pengadilan Niaga diatur lebih lanjut dalam Pasal 19PP 44/2021, sebagai berikut:

    1. Pelaku usaha mengajukan keberatan kepada Pengadilan Niaga sesuai domisilinya maksimal 14 hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan KPPU.
    2. Pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilakukan baik menyangkut aspek formil maupun materiil atas fakta yang menjadi dasar putusan KPPU.
    3. Pemeriksaan keberatan dilakukan dalam jangka waktu minimal 3 bulan dan maksimal 12 bulan.

    Kecuali ditentukan lain dalam PP 44/2021, tata cara pemeriksaan keberatan di Pengadilan Niaga dilaksanakan sesuai dengan hukum acara perdata.[9]

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata–mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
    2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

    [1] Pasal 38 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“UU 5/1999”)

    [2] Pasal 39 ayat (1) UU 5/1999

    [3] Pasal 39 ayat (2) UU 5/1999

    [4] Pasal 43 ayat (1) dan (2) UU 5/1999

    [5] Pasal 43 ayat (3) UU 5/1999 beserta penjelasannya

    [6] Pasal 43 ayat (4) UU 5/1999

    [7] Pasal 118 angka 3 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) dan penjelasannya yang mengubah Pasal 47 ayat (1) dan (2) UU 5/1999 dan penjelasannya

    [8] Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“PP 44/2021”)

    [9] Pasal 19 ayat (4) PP 44/2021

    Tags

    pengadilan negeri
    bisnis

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!