Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Penanaman Modal Asing
Penanaman Modal Asing (“PMA”) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.
[1]
Adapun yang dimaksud dengan Penanam Modal Asing adalah perseorangan warga negara asing (“WNA”), badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah Indonesia.
[2]PMA wajib berbentuk perseroan terbatas (“PT”) berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
[3] Dalam praktiknya, PT yang didirikan melalui PMA disebut sebagai PT PMA.
Adapun perseorangan WNA, badan usaha asing, dan/atau pemerintah asing dapat melakukan PMA melalui PT PMA dengan cara mengambil bagian saham pada saat pendirian PT, membeli saham, dan melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[4]
Hak WNA dan PT PMA atas Properti di Indonesia
Sedangkan WNA perseorangan yang berkedudukan di Indonesia hanya dapat mempunyai hak pakai
[9] dan hak sewa.
[10] Selain itu, PT PMA dan WNA juga dapat memiliki hak milik atas satuan rumah susun.
[11]
Penyewaan Properti oleh WNA dan PT PMA
Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang selama suatu waktu tertentu, dengan pembayaran sesuatu harga yang disanggupi pembayarannya oleh pihak yang menikmati suatu barang tersebut.
[12]
Adapun semua jenis barang, baik yang tak bergerak maupun bergerak dapat disewakan.
[13] Dengan demikian, menyambung pertanyaan Anda, bangunan sebagai barang tak bergerak dapat menjadi objek sewa-menyewa.
Ketentuan Pajak Bagi PMA dan WNA atas Penyewaan Properti
Penghasilan sewa merupakan salah satu objek pajak penghasilan sehingga terhadap penghasilan tersebut dikenakan pajak penghasilan (“PPh”).
[14]
Dalam hal ini, subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan disebut wajib pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
[15]
Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
[16] Adapun yang termasuk subjek pajak dalam negeri yaitu:
[17]orang pribadi, baik yang merupakan warga negara Indonesia maupun WNA yang:
bertempat tinggal di Indonesia;
berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan; atau
dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan
warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.
Sedangkan subjek pajak luar negeri adalah subjek-subjek berikut ini yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia:
[18]Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia;
WNA yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
Warga negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan serta memenuhi persyaratan:
tempat tinggal;
pusat kegiatan utama;
tempat menjalankan kebiasan;
status subjek pajak; dan/atau
persyaratan tertentu lainnya yang ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan; dan
Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka PT PMA merupakan subjek pajak dalam negeri, sedangkan WNA dapat dikategorikan sebagai subjek pajak dalam negeri atau subjek pajak luar negeri tergantung kepada kondisi-kondisi yang kami sebutkan di atas.
Sebagai subjek pajak badan dalam negeri, PT PMA menjadi wajib pajak sejak saat didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
[19]
Sedangkan WNA sebagai subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak.
[20]
Adapun WNA sebagai subjek pajak orang pribadi luar negeri menjadi wajib pajak apabila menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dana atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
[21]
Berkaitan dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (“NPWP”), Hotmarojahan Sitanggang selaku Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (“IKHAPI”) menjelaskan bahwa PT PMA merupakan badan hukum yang berkedudukan dan didirikan dengan hukum Indonesia sehingga dalam pendiriannya wajib memiliki NPWP. Sedangkan WNA baru wajib memiliki NPWP apabila telah memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi penghasilan tidak kena pajak.
Pengenaan PPh bagi Penghasilan Sewa
Bagi wajib pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, biaya sewa dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
[22] Apabila penerima penghasilan sewa tidak memiliki NPWP, maka besar tarif pemotongannya lebih tinggi 100% daripada tarif yang seharusnya, sehingga menjadi sebesar 4%.
[23]
Adapun bagi wajib pajak orang pribadi luar negeri, penghasilan atas sewa dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan.
[24]
Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, pajak yang dikenakan terhadap penyewaan properti/bangunan oleh PT PMA atau WNA diatur dalam UU 7/1983 berikut aturan perubahannya. Adapun besaran pajaknya tergantung kepada status pada wajib pajak yang bersangkutan.
Bagi wajib pajak dalam negeri, baik berbentuk badan atau WNA perorangan, pajak penghasilan sewa yang dikenakan yaitu 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta bila memiliki NPWP, dan naik 100% menjadi 4% apabila tidak memiliki NPWP. Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, pajak penghasilan sewa yang dikenakan yaitu 20% dari jumlah bruto.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara via telepon dengan Hotmarojahan Sitanggang selaku Wakil Sekretaris Jenderal Ikatan Kuasa Hukum dan Advokat Pajak Indonesia (IKHAPI) pada 23 Desember 2020, pukul 16.00 WIB.
[2] Pasal 1 angka 6 UU 25/2007
[3] Pasal 5 ayat (2) UU 25/2007
[4] Pasal 5 ayat (3) UU 25/2007
[5] Pasal 30 ayat (1) huruf b UUPA
[6] Pasal 36 ayat (1) huruf b UUPA
[7] Pasal 42 huruf c UUPA
[8] Pasal 45 huruf c UUPA
[9] Pasal 42 huruf b UUPA
[10] Pasal 45 huruf b UUPA
[13] Pasal 1548 KUH Perdata
[14] Pasal 1 UU 7/1983
jo. Pasal 111 angka 2 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 4 ayat (1) huruf I UU 7/1983
[16] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
[17] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (3) UU 7/1983
[18] Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 2 ayat (4) UU 7/1983
[19] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
[20] Penjelasan Pasal 111 angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
[21] Penjelasan Pasal 111 Angka 1 UU Cipta Kerja yang mengubah Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU 7/1983
[22] Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 1 UU 36/2008
[23] Pasal 23 ayat (1a) UU 36/2008
[24] Pasal 111 angka 3 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 26 ayat (1) huruf c UU 7/1983