Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan

Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Khawatir Anak Diasuh Istri yang Egois, Langkah Ini Bisa Dilakukan

PERTANYAAN

Saya dalam proses perceraian dengan istri saat ini. Kami memiliki seorang putra berusia 3,5 tahun. Kami berdua benar-benar tidak cocok satu sama lain, selalu bertengkar karena istri saya orangnya terlalu egois dan tidak pernah menghargai suami. Dan sekarang istri bersikukuh ingin mengasuh anak. Apakah yang bisa saya lakukan agar bisa mendapat hak asuh atas anak? Karena saya khawatir apabila anak diasuh istri. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Setelah bercerai, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak.

    Namun terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, orang tua dapat mengajukan permohonan penetapan hak asuh anak ke pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Umum bagi yang beragama selain Islam.

    Kapan permohonan tersebut dapat diajukan? Lalu, apa langkah yang bisa dilakukan jika di kemudian hari, ternyata pemegang hak asuh anak tersebut tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hak Asuh Anak Dalam Perceraian oleh Si Pokrol yang dipublikasikan pertama kali pada 20 Oktober 2006.

    KLINIK TERKAIT

    Dilarang Bertemu Anak Kandung oleh Pemegang Hadhanah

    Dilarang Bertemu Anak Kandung oleh Pemegang <i>Hadhanah</i>

    Alasan Perceraian

    Kami turut prihatin atas kondisi rumah tangga Anda saat ini. Sebelumnya, perlu dipahami bahwa untuk melakukan perceraian, harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri tidak akan hidup rukun sebagai suami istri.[1] Alasan yang dapat dijadikan alasan perceraian, di antaranya sebagai berikut:[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain;
    2. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.

    Sehingga jika memang pertengkaran antara Anda dan istri terjadi secara terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun kembali dalam rumah tangga, hal ini dapat menjadi alasan untuk melakukan perceraian.

     

    Yang Berhak atas Hak Asuh Pasca Perceraian

    Selanjutnya menjawab pertanyaan Anda, mengenai siapa yang berhak atas hak asuh, setelah bercerai, baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak. Tapi jika terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan memberikan keputusannya.[3] Dalam hal ini, yang dimaksud dengan pengadilan yakni Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Umum bagi yang beragama selain Islam.[4]

    Oleh karenanya berdasarkan ketentuan tersebut, pasca bercerai baik bapak dan ibu sama-sama berkewajiban memelihara dan mendidik anak. Tapi, jika terjadi perselisihan atau perebutan hak asuh anak, orang tua dapat meminta penetapan hak asuh anak ke pengadilan. Nantinya, pengadilan yang akan menilai dan menentukan siapa yang berhak atas hak asuh anak tersebut.

    Dalam hal permohonan diajukan ke Pengadilan Agama, permohonan penetapan tersebut dapat diajukan bersama-sama atau setelah terjadi perceraian, sebagaimana diatur dalam Huruf C angka 2 Lampiran Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (“SEMA 3/2015”):

    Perkara kumulasi antara persoon recht dan zaken recht dapat diajukan bersama-sama atau setelah terjadi perceraian, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 66 ayat (5) jo. Pasal 86 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009.

    Patut diperhatikan, jika penetapan hak asuh anak tersebut tidak diajukan dalam gugatan/permohonan, maka hakim tidak boleh menentukan secara ex-officio siapa pengasuh anak tersebut.[5]

    Sebagai informasi tambahan, dalam hal Anda dan keluarga beragama Islam, disarikan dari Bisakah Hak Asuh Anak dari Ibu Beralih ke Ayah? jika nantinya pengadilan menetapkan hak asuh berada di tangan Ibu, tetapi ternyata si pemegang hak asuh tersebut tidak dapat menjamin keselamatan jasmani dan rohani anak, Anda selaku Ayah dapat mengajukan permohonan pemindahan hak asuh anak (hadhanah) ke Pengadilan Agama, disertai alasan-alasan yang kuat untuk mendukung terkabulnya permohonan peralihan hak asuh anak tersebut.

    Selain itu, secara hukum, bapak bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak. Namun, jika kenyataannya bapak tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut.[6]

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    2. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2015 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

    [1] Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”)

    [2] Penjelasan 39 ayat (2) UU Perkawinan

    [3] Pasal 41 huruf a UU Perkawinan

    [4] Pasal 63 UU Perkawinan

    [5] Huruf C angka 10 SEMA 3/2015

    [6] Pasal 41 huruf b UU Perkawinan

    Tags

    hak asuh anak
    keluarga dan perkawinan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Balik Nama Sertifikat Tanah karena Jual Beli

    24 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!