Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama oleh
Sovia Hasanah S.H., yang pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 9 Mei 2019.
Tanda Tangan
Suatu pernyataan kemauan pembuat tanda tangan (penandatanganan), bahwa ia dengan membubuhkan tanda tangannya di bawah suatu tulisan menghendaki agar tulisan itu dalam hukum dianggap sebagai tulisannya sendiri (si pembuat tanda tangan).
Mengenai tanda tangan diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), khususnya pada Buku Keempat Bab II tentang Pembuktian dengan Tulisan, yaitu pada Pasal 1867 – 1894 KUH Perdata.
Pasal 1875 KUH Perdata menjelaskan suatu keabsahan tanda tangan sebagai berikut:
Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871 berlaku terhadap tulisan itu.
Keabsahan Tanda Tangan Elektronik
Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
Tanda tangan elektronik meliputi:
[1]Tanda tangan elektronik tersertifikasi, yang harus memenuhi persyaratan:
memenuhi keabsahan kekuatan hukum dan akibat hukum tanda tangan elektronik;
menggunakan sertifikat elektronik yang dibuat oleh jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia; dan
dibuat dengan menggunakan perangkat pembuat tanda tangan elektronik tersertifikasi.
Tanda tangan elektronik tidak tersertifikasi, dibuat tanpa menggunakan jasa penyelenggara sertifikasi elektronik Indonesia.
Tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat autentikasi dan verifikasi atas:
[2]identitas penanda tangan; dan
keutuhan dan keautentikan informasi elektronik.
Persetujuan penanda tangan terhadap informasi elektronik yang akan ditandatangani dengan tanda tangan elektronik harus menggunakan mekanisme afirmasi dan/atau mekanisme lain yang memperlihatkan maksud dan tujuan penanda tangan untuk terikat dalam suatu transaksi elektronik.
[3]
Jadi, tanda tangan elektronik tersebut lazimnya dilakukan pada transaksi elektronik, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
[4]
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penanda tangannya; dan
terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
Berdasarkan penjelasan di atas, suatu tanda tangan elektronik dapat dikatakan sah apabila memenuhi ketentuan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE dan Pasal 59 ayat (3) PP PSTE, tanpa melihat jabatan dan profesi seseorang.
Penggunaan Tanda Tangan Elektronik oleh Notaris
Kemudian menjawab pertanyaan Anda tentang keabsahan tanda tangan elektronik notaris, perlu diperjelas dulu kedudukan notaris yang Anda tanyakan.
Jika tanda tangan notaris yang Anda maksud adalah atas nama pribadi dan tidak ada hubungan dengan jabatan notarisnya, tentu dapat dikatakan sah selama memenuhi ketentuan Pasal 11 ayat (1) UU ITE dan Pasal 59 ayat (3) PP PSTE.
Tetapi jika notaris menggunakan tanda tangan elektronik terkait dengan jabatannya sebagai notaris, secara eksplisit memang belum ada aturan yang mengatur hal ini.
Maka, bagaimana legalitas penggunaan tanda tangan elektronik oleh notaris dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya?
Berikut bunyi pasal dan penjelasannya:
Pasal 15 ayat (3) UU 2/2014:
Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU 2/2014:
Yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang.
Tetapi dalam praktiknya, menurut praktisi hukum Irma Devita Purnamasari, ada beberapa masalah dalam tanda tangan elektonik terkait dengan kewajiban notaris. Salah satunya adalah kewajiban membacakan akta di hadapan para pihak.
Ada dua jenis akta notaris, pertama, akta partij (para pihak langsung berhadapan dengan notaris dan pihak tersebut yang menandatangani akta) dan kedua, akta relaas (menceritakan suatu kejadian dan notaris yang menandatanganinya).
Untuk akta partij, menurutnya, belum bisa menerapkan tanda tangan elektronik karena:
belum ada suatu digital signature yang dibuktikan dengan digital certificate yang terpercaya;
masalah kepastian waktu dan tempat pembuatan akta; dan
masalah tempat pelaksanaan.
Selama ketiga hal tersebut belum terpenuhi, maka tanda tangan elektronik belum bisa diberlakukan.
Berbeda halnya dengan akta partij, akta relaas memungkinkan menggunakan tanda tangan elektronik. Misalnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) yang diadakan dengan metode video conference. Hal ini dimungkinkan karena notaris secara langsung terlibat dan hadir menyaksikan RUPS tersebut.
Dalam artikel itu, Edmon Makarim, dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menyatakan bahwa kehadiran secara fisik menjadi perdebatan, padahal secara elektronik, seperti video conference juga kehadiran secara fisik.
Kemudian, menurut Deputi Teknologi Keamanan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika, Riki Arif Gunawan, sistem dan teknologi saat ini sudah memungkinkan para notaris untuk go digital. Sistem pendaftaran di e-commerce harus digabungkan dengan verifikasi identitas di perbankan. Teknologi tanda tangan digital saat ini, sudah bisa menggabungkan keduanya, kemudahan e-commerce dan verifikasi identitas perbankan.
Lebih lanjut dalam artikel yang sama, tanda tangan digital dari PrivyID disebut dalam rapat pleno Ikatan Notaris Indonesia, sebagai solusi alternatif bagi para notaris untuk berubah jadi cyber notary.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Praktisi Hukum Irma Devita Purnamasari via telepon pada 8 Mei 2019, pukul 18.32 WIB.
[1] Pasal 60 ayat (2), (3), dan (4) PP PSTE
[2] Pasal 60 ayat (1) PP PSTE
[3] Pasal 62 ayat (4) PP PSTE
[4] Pasal 1 angka 2 UU 19/2016