Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Mengenal Hukum Pemasangan Chip bagi Pemerkosa Anak

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Mengenal Hukum Pemasangan Chip bagi Pemerkosa Anak

Mengenal Hukum Pemasangan <i>Chip</i> bagi Pemerkosa Anak
Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Mengenal Hukum Pemasangan <i>Chip</i> bagi Pemerkosa Anak

PERTANYAAN

Apakah benar pelaku pemerkosaan anak juga dapat dikenakan tindakan pemasangan chip? Jika benar, lalu bagaimana pengaturannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik atau dalam bahasa Inggris disebut dengan “chip” telah diatur dalam Pasal 81 ayat (7) dan Pasal 82 ayat (6) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tindakan ini dapat dilakukan terhadap pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak, termasuk pula tindakan pemerkosaan sebagaimana yang Anda maksud, meskipun dengan kondisi-kondisi tertentu.
     
    Penjelasan selengkapnya dapat Anda klik ulasan di bawah ini

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Peristilahan Chip
    Perlu diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 23/2012”) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tidak dikenal istilah chip.
     
    Namun, berdasarkan penelusuran kami, chip adalah alat pendeteksi keberadaan pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Demikian antara lain informasi yang kami dapatkan dari Majalah Info Singkat Hukum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR): Kontroversi Ancaman Hukuman Kebiri dalam Perppu No. 1 Tahun 2016 Vol. VIII, No. 11/I/P3DI/Juni/2016 (hal. 2) yang kami akses dari laman Dewan Perwakilan Rakyat (“Majalah DPR”).
     
    Selain itu, dalam artikel Problematika Perppu Kebiri Oleh: Alfian Sulaiman, SH, MH juga disebutkan bahwa chip merupakan istilah bahasa Inggris dari alat pendeteksi elektronik.
     
    Perlindungan Khusus Bagi Anak Korban Kejahatan Seksual
    UU 23/2012 mengatur mengenai perlindungan anak dari kekerasan seksual. Secara khusus, Pasal 1 angka 16 UU 35/2014 berbunyi:
     
    Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
     
    Lebih lanjut, pada Pasal 15 huruf f UU 35/2014 juga telah ditegaskan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kejahatan seksual. Bahkan dalam Pasal 59 ayat (1) dan ayat (2) huruf j UU 35/2014 pun memberikan perlindungan khusus kepada anak dari kejahatan seksual. Perlindungan khusus bagi anak tersebut dilakukan melalui upaya:[1]
    1. penanganan yang cepat, termasuk pengobatan dan/atau rehabilitasi secara fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan penyakit dan gangguan kesehatan lainnya;
    2. pendampingan psikososial pada saat pengobatan sampai pemulihan;
    3. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
    4. pemberian perlindungan dan pendampingan pada setiap proses peradilan.
     
    Pemasangan Chip bagi Pemerkosa Anak
    Menjawab pertanyaan Anda, Pasal 76D dan Pasal 76E UU 35/2014 menyatakan bahwa:
     
              Pasal 76D UU 35/2014
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain
     
              Pasal 76E UU 35/2014
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Terhadap pelanggaran Pasal 76D UU 35/2014, ketentuan pidana yang dapat dikenakan kepada pelaku adalah Pasal 81 ayat (7) Perppu 1/2016. Sementara itu, terhadap pelanggaran Pasal 76E UU 35/2014, ketentuan pidana yang dapat dikenakan adalah Pasal 82 ayat (6) Perppu 1/2016. Pasal 81 ayat (7) Perppu 1/2016 menyatakan bahwa:
     
    Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
     
    Sementara itu, ketentuan pidana yang terkandung dalam Pasal 82 ayat (6) adalah:
     
    Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik
     
    Pemasangan alat pendeteksi elektronik dalam ketentuan Pasal 81 ayat (7) dan Pasal 82 ayat (6) Perppu 1/2016 hanya dapat dikenakan kepada:[2]
    1. Pelaku merupakan orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama;
    2. Pelaku tersebut sebelumnya telah dipidana karena tindak pidana dalam Pasal 76D UU 35/2014 atau Pasal 76E UU 35/2014; dan  
    3. Pelaku menimbulkan korban lebih dari satu orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.
     
    Di samping pemasangan cip, pelaku dijatuhi pidana pokok berupa penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp.5 miliar jika melanggar ketentuan Pasal 76D UU 35/2014.[3] Ketentuan pidana ini juga berlaku bagi orang yang melanggar ketentuan Pasal 76E UU 35/2014.[4]
     
    Kedudukan Hukum Pemasangan Chip
    Pada Penjelasan Pasal 81 ayat (7) Perppu 1/2016 dinyatakan bahwa:
     
    Pemasangan alat pendeteksi elektronik dalam ketentuan ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan mantan narapidana.
     
    Menurut hemat kami, bunyi penjelasan tersebut sejalan dengan istilah yang digunakan dalam ketentuan pemasangan chip yang telah dijelaskan di atas, yaitu “tindakan”. Menurut Marcus Priyo Gunarto dalam artikel Sikap Memidana yang Berorientasi pada Tujuan Pemidanaan, tindakan atau maatregel merupakan bagian dari sanksi pidana yang bersifat antisipatif terhadap pelaku perbuatan (hal.99) yang bersumber dari ide dasar perlindungan masyarakat dan pembinaan atau perawat si pelaku yang bersangkutan (hal.100). Tindakan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memberi pertolongan pada pelaku agar ia berubah (hal. 100).
     
    Sebagai informasi tambahan untuk Anda, bersumber dari Majalah DPR hal. 2, beberapa kalangan berpendapat hukuman tersebut layak dikenakan kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak, karena penderitaan dan dampak yang dirasakan oleh korban sangat besar. Sementara kalangan pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) keberatan dengan materi ancaman pidana di dalam Perppu 1/2016 tersebut, khususnya mengenai pengenaan ancaman pidana hukuman mati dan tindakan kebiri kimia yang dianggap bertentangan dengan HAM.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
     
    Referensi:
    1. Marcus Priyo Gunarto. Sikap Memidana yang Berorientasi pada Tujuan Pemidanaan. “Mimbar Hukum”, vol.21, No.1. Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 2009;
    2. Dewan Perwakilan Rakyat, diakses pada 3 Oktober 2019, pukul 11.12 WIB.
     

    [1] Pasal 59A UU 35/2014
    [2] Pasal 81 dan Pasal 82 Perppu 1/2016
    [3] Pasal 81 ayat (1) Perppu 1/2016
    [4] Pasal 81 ayat (2) jo. Pasal 82 ayat (1) Perppu 1/2016

    Tags

    hukumonline
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!