Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Pemberian Obat Keras Harus Pakai Resep Dokter

Share
copy-paste Share Icon
Perlindungan Konsumen

Dasar Hukum Pemberian Obat Keras Harus Pakai Resep Dokter

Dasar Hukum Pemberian Obat Keras Harus Pakai Resep Dokter
Rifdah Rudi, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Pemberian Obat Keras Harus Pakai Resep Dokter

PERTANYAAN

Saya ingin menanyakan dasar hukum dari pemberian resep obat dari dokter yakni berupa obat keras. Apakah Pasal 29 PP Farmasi atau Permenkes No. 919/MENKES/PER/X/1993 sebagai dasar hukumnya? Kemudian, apakah obat keras dapat diberikan kepada konsumen tanpa resep dokter? Sementara kita sendiri mengetahui bahwa akan ada efek samping berbahaya atau si konsumen memiliki alergi terhadap obat tertentu.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perlu Anda ketahui bahwa apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Lantas, apakah pemberian obat keras harus disertai dengan resep dokter?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Pemberian Obat Keras Harus dengan Resep Dokter yang dibuat oleh Lezetia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada 17 Desember 2015.

    KLINIK TERKAIT

    Jerat Pidana Bagi Penjual Obat Aborsi

    Jerat Pidana Bagi Penjual Obat Aborsi

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Aturan tentang Pekerjaan Kefarmasian

    Pada dasarnya PP Farmasi mengatur pekerjaan kefarmasian dalam pengadaan, produksi, distribusi atau penyaluran, dan pelayanan sediaan farmasi.[1] Adapun yang dimaksud dengan sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.[2] Sehingga dapat disimpulkan bahwa PP Farmasi ini lebih mengatur kepada pekerjaan dan tenaga kefarmasian yang akan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan sediaan farmasi, termasuk obat. Sementara jika kita lihat ketentuan Permenkes 919/1993 mengatur secara khusus tentang obat yang tidak perlu menggunakan resep dokter.

    Selanjutnya mengenai Pasal 29 PP Farmasi yang Anda tanyakan, berikut ini bunyi selengkapnya:

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dengan Peraturan Menteri.

    Perlu diketahui bahwa Pasal 29 PP Farmasi ini mengatur bahwa ketentuan lebih lanjut dari Pasal 27 PP Farmasi yang selengkapnya sebagai berikut:

    Pekerjaan Kefarmasian yang berkaitan dengan pelayanan farmasi pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya.

    Adapun dapat disimpulkan bahwa Pasal 29 PP Farmasi mengatur mengenai ketentuan lebih lanjut atas kewajiban mencatat tenaga kefarmasian yang diatur dalam Pasal 27 PP Farmasi. Sehingga pasal tersebut tidak ada kaitannya dengan Permenkes 919/1993 sebagaimana Anda tanyakan.

     

    Haruskah Obat Keras Menggunakan Resep Dokter?

    Obat pada dasarnya terdiri atas obat dengan resep dan obat tanpa resep.[3] Penggolongan obat dengan resep mencakup obat keras, narkotika, dan psikotropika.[4] Adapun obat dengan resep diserahkan oleh apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]

    Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian, apoteker dapat menyerahkan obat keras, narkotika dan psikotropika kepada masyarakat atas resep dari dokter sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[6]

    Ini berarti bahwa obat keras tidak bisa dibeli tanpa adanya resep dokter. Hal ini juga dapat dilihat dari ketentuan Pasal 2 Kepmenkes 02396/1986 yang berbunyi sebagai berikut:

    1. Pada etiket dan bungkus luar obat jadi yang tergolong obat keras harus dicantumkan secara jelas tanda khusus untuk obat keras.
    2. Ketentuan dimaksud dalam ayat (1) merupakan pelengkap dari keharusan mencantumkan kalimat “Harus dengan resep dokter” yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 197/A/SK/77 tanggal 15 Maret 1977.
    3. Tanda khusus dapat tidak dicantumkan pada blister, strip, aluminium/selofan, vial, ampul, tube atau bentuk wadah lain, apabila wadah tersebut dikemas dalam bungkus luar.

    Dikutip dari Penandaan Kemasan Obat Berdasarkan Golongan Obat oleh Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, disebutkan:

    Logo Lingkaran

    Keterangan

    Obat keras adalah obat yang hanya boleh dibeli menggunakan resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K di tengah menyentuh garis tepi dalam lingkaran berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam.

     

    Sebagai informasi tambahan, untuk obat yang dapat diserahkan tanpa resep obat dari dokter, Pasal 2 Permenkes 919/1993 mengatur obat tersebut harus memenuhi kriteria:[7]

    1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
    2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.
    3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
    4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
    5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.

    Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya untuk dapat membeli obat keras, maka harus dibutuhkan resep obat dari dokter.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan;
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian;
    3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 Tahun 1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep;
    4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 02396/A/SK/VIII/1986 Tahun 1986 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G.

     

    Referensi:

    Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Penandaan Kemasan Obat Berdasarkan Golongan Obat, yang diakses pada Selasa, 5 Maret 2024, pukul 15.00 WIB. 


    [1] Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (“PP Farmasi”)

    [2] Pasal 1 angka 2 PP Farmasi

    [3] Pasal 320 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)

    [4] Pasal 320 ayat (2) UU Kesehatan

    [5] Pasal 320 ayat (3) UU Kesehatan

    [6] Pasal 24 huruf c PP Farmasi

    [7] Pasal 2 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/Menkes/Per/X/1993 Tahun 1993 tentang Kriteria Obat Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep (“Permenkes 919/1993”)

    Tags

    farmasi
    apoteker

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!