KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Pemberian Surat Peringatan Karyawan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Aturan Pemberian Surat Peringatan Karyawan

Aturan Pemberian Surat Peringatan Karyawan
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Aturan Pemberian Surat Peringatan Karyawan

PERTANYAAN

Dalam hal pengusaha memberikan surat peringatan untuk karyawan, dapatkah surat peringatan 1, 2 dan 3 tersebut diberikan dalam rentang waktu 3 hari berturut-turut, sesuai dengan urutan peringatan yang diberikan? Surat peringatan karyawan itu pula yang dijadikan alasan oleh pengusaha melakukan PHK sepihak dan tanpa pesangon. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pelanggaran terhadap ketentuan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama oleh pekerja setelah sebelumnya diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut dapat menjadi alasan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) berdasarkan UU Cipta Kerja.

    Namun, apakah surat peringatan pertama hingga ketiga tersebut dapat diberikan dalam rentang waktu 3 hari berturut-turut dan benarkah pekerja yang di-PHK setelah diberi SP tidak berhak atas pesangon?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran ketiga dari artikel dengan judul Pemberian Surat Peringatan dalam Jangka Waktu Berdekatan yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 9 Maret 2015, yang pertama kali dimutakhirkan pada Senin, 16 November 2020, dan kedua kalinya pada 1 Maret 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Bolehkah Di-PHK karena Gagal Penuhi Target?

    Bolehkah Di-PHK karena Gagal Penuhi Target?

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Surat Peringatan (“SP”)

    SP adalah suatu bentuk pembinaan perusahaan kepada karyawan sebelum menjatuhkan Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) terhadap karyawannya yaitu berupa surat peringatan kesatu, kedua dan ketiga, demikian antara lain yang dikatakan oleh Pengacara Publik LBH Jakarta, Maruli Tua dalam artikel Bank Bukopin Pecat Pengurus Serikat Pekerja.

    Pemberian surat peringatan karyawan dan kriteria karyawan yang mendapatkan surat peringatan diatur dalam Pasal 81 angka 42 Perppu Cipta Kerja  yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf k UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:

    1. Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:

    k. pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Berdasarkan ketentuan di atas, menjawab pertanyaan Anda, pemberian surat peringatan untuk karyawan dapat dilakukan secara berturut-turut dengan masa berlaku masing-masing paling lama 6 bulan, kecuali jika ditentukan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Dengan demikian, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama dapat mengatur masa berlaku SP yang lebih singkat maupun lebih lama dari 6 bulan.

    Adapun yang dimaksud dengan masa berlaku 6 bulan adalah, jika seandainya seorang pekerja melakukan pelanggaran, lalu diberikan SP pertama, kemudian pekerja kembali melakukan pelanggaran dalam masa berlaku tersebut, pengusaha dapat memberikan SP kedua, yang juga berlaku selama 6 bulan.

    Selanjutnya jika pekerja tetap melakukan pelanggaran dalam masa berlaku SP kedua, pengusaha dapat menerbitkan SP ketiga (terakhir) yang berlaku selama 6 bulan. Apabila dalam kurun waktu itu, pekerja kembali melakukan pelanggaran, maka ini dapat dijadikan sebagai alasan terjadinya PHK.

    Akan tetapi, dalam hal jangka waktu 6 bulan sejak diterbitkannya SP pertama sudah terlampaui, pekerja melakukan kembali pelanggaran, maka surat peringatan yang diterbitkan pengusaha adalah kembali sebagai peringatan pertama, demikian pula berlaku juga bagi peringatan kedua dan ketiga.

    Menjawab pertanyaan Anda, ini artinya skenario yang Anda sebutkan dalam pertanyaan bisa saja terjadi jika pekerja terus melakukan pelanggaran perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama setiap kali diberi SP. Hal ini berarti, pekerja tersebut melakukan paling tidak 3 kali pelanggaran dalam jangka waktu 3 hari berturut-turut.

    Lalu menjawab pertanyaan Anda selanjutnya, apakah surat peringatan harus ditandatangani karyawan? Sepanjang penelusuran kami, tidak ada aturan yang menyebutkan SP harus ditandatangani karyawan. Melainkan yang diatur adalah ketentuan pemberian SP pertama hingga ketiga.

     

    Prosedur PHK

    Mengenai PHK, pekerja, serikat pekerja, pengusaha, dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi PHK.[1] Kalaupun PHK tak bisa dihindari, maksud dan alasan PHK diberitahukan pengusaha kepada pekerja dan/atau serikat pekerja[2] dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut maksimal 14 hari kerja sebelum PHK.[3]

    Jika pekerja telah diberitahu dan tidak menolak PHK, pengusaha harus melaporkan PHK tersebut kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota.[4]

    Adapun apabila pekerja yang bersangkutan menolak PHK, maka ia harus membuat surat penolakan disertai alasan maksimal 7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.[5]

    Dalam hal terjadi perbedaan pendapat mengenai PHK, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja dan/atau serikat pekerja.[6]

    Namun jika perundingan bipartit tidak mencapai kesepakatan, PHK dilakukan melalui mekanisme penyelesaian perselisihan hubungan industrial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[7]

     

    Hak Pekerja yang di-PHK akibat Melakukan Pelanggaran Setelah Diberi SP

    Mengenai pekerja yang mengalami PHK karena telah diberikan SP sebagaimana dijelaskan sebelumnya, pengusaha wajib membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima, sebagai berikut:[8]

    1. uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan pesangon;
    2. uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) sebesar 1 kali ketentuan UPMK; dan
    3. uang penggantian hak (“UPH”) sesuai ketentuan.

    Ketentuan besaran uang pesangon bergantung pada masa kerja pekerja yang bersangkutan, yaitu:[9]

    1. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
    2. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
    3. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
    4. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
    5. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
    6. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
    7. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
    8. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
    9. masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

    Adapun ketentuan besaran UPMK ialah sebagai berikut:[10]

    1. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
    2. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
    3. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
    4. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
    5. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
    6. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
    7. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah; dan
    8. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.

     Sedangkan UPH yang seharusnya diterima meliputi:[11]

    1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
    2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja diterima bekerja; dan
    3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

    [1] Pasal 81 angka 40 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 151 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 81 angka 40 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 151 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 37 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)

    [4] Pasal 38 PP 35/2021

    [5] Pasal 39 ayat (1) PP 35/2021

    [6] Pasal 81 angka 40 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 39 ayat (2) PP 35/2021

    [7] Pasal 81 angka 40 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 151 ayat (4) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 39 ayat (3) PP 35/2021

    [8] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [9] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 40 ayat (2) PP 35/2021

    [10] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 40 ayat (3) PP 35/2021

    [11] Pasal 81 angka 47 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 40 ayat (4) PP 35/2021

    Tags

    pecat
    phk

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!