Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Satpol PP Bukan Anggota Kepolisian
Sebelum mulai membahas lebih dalam, perlu kami klarifikasi bahwa yang disebut sebagai Satuan Polisi Pamong Praja (“Satpol PP”) bukanlah anggota dari Kepolisian Republik Indonesia (“Polri”).
Polisi Pamong Praja yang selanjutnya disebut Pol PP adalah anggota Satpol PP sebagai aparat Pemerintah Daerah yang diduduki oleh pegawai negeri sipil dan diberi tugas, tanggung jawab, dan wewenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman serta pelindungan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, definisi Satpol PP sudah jelas. Artinya, Satpol PP yang Anda maksud tidak dapat dipersamakan dengan anggota Polri pada umumnya.
Lebih lanjut, kami asumsikan bahwa tugas kepolisian yang Anda tanyakan adalah tugas Satpol PP. Pasal 5 PP 16/2018 menyebut dengan jelas mengenai tugas Satpol PP, yaitu:
menegakkan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah;
menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman; dan
menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Berdasarkan penjelasan di atas, kegiatan Anda masuk ke dalam poin huruf (b), yang mana Satpol PP mempunyai tugas dalam menjaga ketertiban umum dalam menangani aksi unjuk rasa yang Anda lakukan di dalam lingkungan kampus. Wewenang terkait unjuk rasa ini juga diakui dalam Pasal 11 huruf g PP 16/2018.
Terlepas dari hal itu, kami asumsikan bahwa aksi unjuk rasa yang Anda lakukan sudah mendapatkan izin dari pejabat kampus terkait. Jadi sepanjang aksi unjuk rasa yang Anda lakukan tidak menganggu ketertiban umum, tidak ada dasar bagi Satpol PP untuk mengambil tindakan apapun, terlebih lagi melakukan kekerasan.
Satpol PP Melakukan Kekerasan
Menindaklanjuti pertanyaan Anda, dalam hal ini Anda sudah melaporkan “aksi main hakim sendiri” yang dilakukan oleh oknum Satpol PP terkait. Tindakan tersebut sudah benar dan sesuai dengan prosedur hukum yang ditentukan oleh undang-undang. Namun yang menjadi permasalahan yakni laporan yang Anda masukkan ke Polres setempat tidak kunjung berkembang, setelah kurang lebih dua tahun terjadinya dugaan tindak pidana tersebut.
Pasal 11 ayat (1) dan (2) Perkap 21/2011, berbunyi:
Informasi penyidikan melalui surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf a, diberikan dalam bentuk SP2HP yang disampaikan kepada:
pelapor/pengadu atau keluarga; dan
pimpinan atau atasan tersangka, khusus bagi tersangka berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, dan penyelenggara negara lainnya;
SP2HP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
pokok perkara;
tindakan yang telah dilaksanakan penyidik dan hasilnya; dan
permasalahan/kendala yang dihadapi dalam penyidikan.
Perlu diketahui bahwa yang disebut dengan SP2HP atau Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan kini dapat diakses secara online melalui
Layanan SP2HP Online. Di dalamnya dijelaskan sampai mana usaha yang dilakukan oleh aparat kepolisian, serta kendala atau hambatan yang dialami oleh penyidik dalam melakukan penyidikan terhadap perkara yang Anda laporkan.
Atas dasar SP2HP yang nantinya Anda dapatkan, Anda dapat meminta pertanggungjawaban dari pihak kepolisian selaku penyidik, guna memperlancar proses perkembangan penyidikan. Penjelasan lebih lanjut mengenai SP2HP dan prosedur pemantauan laporan polisi dapat Anda baca pada artikel
Prosedur Bila Polisi Tidak Menindaklanjuti Laporan Perkara.
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Demikian jawaban kami. Semoga jawaban ini dapat membantu dalam perkara yang sedang Anda hadapi.
Dasar Hukum:
Referensi: