KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penunjukan Kuasa Substitusi oleh Pimpinan Daerah Ormas

Share
copy-paste Share Icon
Profesi Hukum

Penunjukan Kuasa Substitusi oleh Pimpinan Daerah Ormas

Penunjukan Kuasa Substitusi oleh Pimpinan Daerah Ormas
Adv. Agus Candra Suratmaja, S.P., S.H.Kongres Advokat Indonesia
Kongres Advokat Indonesia
Bacaan 10 Menit
Penunjukan Kuasa Substitusi oleh Pimpinan Daerah Ormas

PERTANYAAN

Saya adalah seorang pimpinan tingkat daerah suatu ormas. Suatu hari saya diberi kuasa untuk mewakili pimpinan pusat di pengadilan dalam suatu perkara perdata. Apakah berdasarkan surat kuasa yang saya terima saya dapat menunjuk pengacara untuk mewakili saya di pengadilan? Mengingat di dalam AD/ART ormas kami, yang diberi wewenang bertindak di dalam pengadilan dan di luar pengadilan adalah pimpinan pusat dan sekretaris.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jika Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga suatu organisasi kemasyarakatan (“Ormas”) memberikan wewenang untuk bertindak di dalam dan di luar pengadilan kepada pimpinan pusat dan sekretaris, maka pimpinan daerah ormas membutuhkan surat kuasa untuk menggantikan pelaksanaan wewenang tersebut. Pimpinan daerah pun tidak dapat sembarangan menunjuk pengacara sebagai kuasa substitusi atau kuasa pengganti. Apabila wewenang ini tidak disebutkan di dalam surat kuasa, maka penunjukan kuasa substitusi tersebut tidak sah.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Organisasi Kemasyarakatan (Ormas)
    Ketentuan umum mengenai organisasi kemasyarakatan (“Ormas”) dapat Anda temukan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“UU Ormas”) sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (“Perppu Ormas”) yang telah ditetapkan menjadi undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017.
     
    Pengertian ormas dapat ditemukan dalam Pasal 1 angka 1 Perppu Ormas, yang berbunyi:
     
    Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
     
    Pasal 5 UU Ormas jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013 kemudian mengatur bahwa ormas bertujuan untuk:
    1. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat;
    2. memberikan pelayanan kepada masyarakat;
    3. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
    4. melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat;
    5. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
    6. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat;
    7. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan/atau
    8. mewujudkan tujuan negara.
     
    Ormas dapat berbentuk badan hukum atau tidak berbadan hukum.[1] Ormas yang berbentuk badan hukum dapat berbentuk perkumpulan atau yayasan.[2] Ormas didirikan oleh tiga orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali ormas yang berbentuk yayasan.[3]
     
    Anggaran Dasar (“AD”) dan Anggaran Rumah Tangga (“ART”) merupakan landasan operasional dalam menjalankan suatu ormas. AD adalah peraturan dasar ormas, sedang ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD ormas.[4] Setiap ormas yang berbadan hukum dan yang terdaftar wajib memiliki AD dan ART, yang memuat paling sedikit:[5]
    1. nama dan lambang;
    2. tempat kedudukan;
    3. asas, tujuan, dan fungsi;
    4. kepengurusan;
    5. hak dan kewajiban anggota;
    6. pengelolaan keuangan;
    7. mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal; dan
    8. pembubaran organisasi.
     
    Pada kasus Anda, AD/ART juga mengatur wewenang pimpinan pusat dan sekretaris untuk mewakili ormas di dalam pengadilan dan di luar pengadilan. Dengan demikian, jika Anda selaku pimpinan daerah ormas ditunjuk mewakili kepentingan organisasi oleh pimpinan pusat ormas di pengadilan, maka Anda harus mendapatkan surat kuasa terlebih dahulu dari pimpinan pusat, yang secara khusus menguraikan hak dan kewenangan Anda.
     
    Kuasa Ormas
    Lebih lanjut, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, beberapa pengertian “kuasa” yang relevan dengan pertanyaan Anda adalah:
    1. kemampuan atau kesanggupan (untuk berbuat sesuatu); kekuatan;
    2. wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dan sebagainya) sesuatu;
    3. orang yang diserahi wewenang.
     
    Sedangkan Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) menyatakan bahwa:
     
    Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
     
    Terkait pertanyaan Anda, menurut Pasal 1795 KUH Perdata:
     
    Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa.
     
    Selaku orang yang telah diberi wewenang oleh pemberi kuasa, penerima kuasa mempunyai kewajiban-kewajiban antara lain:
    1. melaksanakan kuasanya dan bertanggung jawab atas segala biaya, kerugian, dan bunga yang timbul karena tidak dilaksanakannya kuasa itu;[6]
    2. memberi laporan kepada kuasa tentang apa yang telah dilakukan serta memberikan perhitungan tentang segala sesuatu yang diterimanya berdasarkan kuasanya, sekalipun apa yang diterima itu tidak harus dibayar kepada pemberi kuasa.[7]  
     
    Tidak hanya penerima kuasa yang mempunyai kewajiban. Pemberi kuasa juga memiliki kewajiban antara lain:
    1. memenuhi perikatan-perikatan yang dibuat oleh penerima kuasa menurut kekuasaan yang telah ia berikan kepadanya;[8]
    2. mengembalikan persekot dan biaya yang telah dikeluarkan oleh penerima kuasa untuk melaksanakan kuasanya. Begitu pula membayar upahnya bila tentang hal ini telah diadakan perjanjian. Jika penerima kuasa tidak melakukan suatu kelalaian, maka pemberi kuasa tidak dapat menghindarkan diri dari kewajiban mengembalikan persekot dan biaya serta membayar upah tersebut di atas, sekalipun penerima kuasa tidak berhasil dalam urusannya itu.[9]
     
    Jika dalam surat kuasa yang telah Anda terima membolehkan Anda menunjuk pengacara untuk menyelesaikan perkara tersebut, maka Anda dapat melakukan penunjukkan pengacara. Namun jika surat kuasa tidak mencakup hal tersebut, maka Anda tidak berwenang untuk melakukan penunjukkan pengacara untuk menggantikan Anda. Hal ini sesuai dengan Pasal 1797 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:
     
    Penerima kuasa tidak boleh melakukan apa pun yang melampaui kuasanya, kekuasaan yang diberikan untuk menyelesaikan suatu perkara secara damai, tidak mengandung hak untuk menggantungkan penyelesaian perkara pada keputusan wasit.
     
    Di sisi lain, Pasal 1803 angka 1 KUH Perdata mengatur bahwa penerima kuasa bertanggung jawab atas orang lain yang ditunjuknya sebagai penggantinya dalam melaksanakan kuasanya, bila tidak diberikan kuasa untuk menunjuk orang lain sebagai penggantinya. Hal ini seolah menunjukkan bahwa Anda boleh menunjuk kuasa, sepanjang bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul nantinya. Namun menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata (hal. 22-23), hak dan kewenangan dalam pasal tersebut tidak dengan sendirinya menurut hukum dan harus tegas disebutkan dalam surat kuasa. Jadi, harus ada klausul dalam surat kuasa yang berisi pernyataan, bahwa kuasa dapat melimpahkan kuasa itu kepada seorang atau beberapa orang pihak ketiga, yang akan bertindak sebagai kuasa substitusi, menggantikan kuasa semula mewakili kepentingan pemberi kuasa di sidang pengadilan. Apabila kuasa menunjuk kuasa substitusi, dan kewenangannya untuk itu tidak disebutkan dalam surat kuasa, kuasa substitusi tersebut tidak sah.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;.
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XI/2013.
     
    Referensi:
    1. Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring, diakses pada 5 Desember 2019, pukul 09.40;
    2. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
     

    [1] Pasal 10 ayat (1) UU Ormas
    [2] Pasal 11 ayat (1) UU Ormas
    [3] Pasal 9 UU Ormas
    [4] Pasal 1 angka 2 dan 3 Perppu Ormas
    [5] Pasal 35 UU Ormas
    [6] Pasal 1800 KUH Perdata
    [7] Pasal 1802 KUH Perdata
    [8] Pasal 1807 KUH Perdata
    [9] Pasal 1808 KUH Perdata

    Tags

    surat kuasa
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!