Misalkan PT. AAA memiliki utang kepada PT. XXX sebesar Rp100 juta berdasarkan perjanjian sewa menyewa tanggal 1 Januari 2014 yang mana pembayaran dicicil selama 4 kali sampai Desember 2015. Di sisi lain PT XXX memiliki utang kepada PT AAA per tanggal 31 Desember 2013 sebesar Rp 104 juta berdasarkan rekening koran. PT AAA merupakan holding company dari PT XXX. Dapatkah kedua perusahaan ini melakukan perjumpaan utang berdasarkan Pasal 1425 - 1431 BW? Dan instrumen hukum apa yang dapat digunakan sehingga menjadi bukti telah hapusnya utang-piutang mereka?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pertama perlu saya sampaikan bahwa istilah holding company atau parent company atau perusahaan induk tidak banyak disinggung dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU Perseroan Terbatas”). Saya hanya menemukannya dalam Pasal 84 ayat 2 UU Perseroan Terbatas yang menyatakan ketidakberlakuan dari hak suara (karena kepemilikan saham) induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung.
Justru dalam UU Perseroan Terbatas sebelumnya, yaitu Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (“UU 1/1995”) lebih lengkap dalam menjelaskan mengenai induk dan anak perusahaan. Salah satunya dalam penjelasanPasal 29 UU 1/1995, yang berbunyi:
Yang dimaksud dengan "anak perusahaan" adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang terjadi karena:
a.lebih dari 50% (lima puluh persen) sahamnya dimiliki oleh induk perusahaannya;
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
b.lebih dari 50% (lima puluh persen) suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya; dan atau
c.kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, dan pemberhentian Direksi dan Komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya.
Lebih lanjut, dalam buku Hukum Perseroan Terbatas (hal 49-50), M. Yahya Harahap berpendapat bahwa dalam rangka memanfaatkan prinsip limited liability atau pertanggungjawaban terbatas, sebuah perseroan dapat mendirikan “Perseroan Anak” atau Subsidiary untuk menjalankan bisnis “Perseroan Induk” (Parent Company). Dengan demikian, sesuai dengan prinsip keterpisahan (separation) dan perbedaan (distinction) yang dikenal dengan istilah separate entity, maka aset Perseroan Induk dengan Perseroan Anak “terisolasi” terhadap kerugian potensial (potential losses) yang akan dialami oleh satu di antaranya. Sebagai referensi, Anda dapat membaca artikel Holding Company, Fungsi dan Pengaturannya.
Menjawab pertanyaan Anda, kami merumuskan bahwa Anda pada intinya menanyakan apakah perusahaan induk dan perusahaan yang anak (sebagai dua entitas yang berbeda), yang saling memiliki utang dapat melakukan perjumpaan utang sebagaimana dimaksud Pasal 1425- 1435 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Untuk itu kita perlu mencermati dahulu ketentuan Pasal 1425- 1426 KUH Perdata (terjemahan Subekti), yang berbunyi:
Pasal 1425 KUH Perdata:
“Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini.”
Pasal 1426 KUH Perdata:
“Perjumpaan terjadi demi hukum bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berutang, dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat utang-utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.”
Mengenai frasa “perjumpaan terjadi demi hukum” sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1426 KUH Perdata tersebut, Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian (hal. 73) berpendapat bahwa perjumpaan utang atau kompensasi itu tidak terjadi secara otomatis, tetapi harus diajukan atau diminta oleh pihak yang berkepentingan.
Dari sisi laporan keuangan suatu perusahaan, yang berpedoman pada Standar Akuntasi Keuangan (SAK), maka laporan keuangan dari induk perusahaan dan satu atau lebih anak perusahaan dapat dikonsolidasikan dengan laporan keuangan induk perusahaannya, dengan syarat yaitu: kepemilikan saham induk di anak perusahaan melebihi 50% atau apabila kepemilikan saham induk di anak perusahaan kurang dari 50%, akan tetapi induk perusahaan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan anak perusahaannya.
Dengan demikian, perusahaan induk dan perusahaan anak yang saling memiliki utang yang nilainya sama tersebut dapat melakukan perjumpaan utang atau kompensasi sepanjang memenuhi hal-hal yang telah diuraikan diatas, yaitu dengan adanya konsolidasi laporan keuangan induk dan anak perusahaan.
Sebagai referensi tambahan untuk Anda, berikut ini saya sampaikan hasil wawancara saya dengan Gunawan Widjaja selaku ahli hukum korporasi yang berpendapat bahwa perjumpaan utang (kompensasi) dapat terjadi karena adanya dua subjek hukum yang berbeda, yang kedua utangnya (yang jumlahnya sama) sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dengan adanya konsolidasi laporan keuangan, maka seharusnya akan saling meniadakan utang keduanya.
Demikian yang dapat saya jelaskan. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.