Ada seorang perempuan yang melangsungkan pernikahan dengan seorang laki-laki. Pada saat pengisian data status, perempuan tersebut mengakui bahwa statusnya perawan. Setelah pernikahan tersebut berlangsung 5 tahun, diketahui bahwa perempuan tersebut ternyata sebelumnya pernah melangsungkan pernikahan dengan laki-laki lain, namun pernikahan tersebut berakhir tanpa adanya akta cerai, atau hanya perceraian di bawah tangan saja. Yang ingin saya tanyakan apakah perempuan tersebut dapat dilaporkan atas keterangan palsu? Sekian dan terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan perempuan dalam cerita Anda yang mengaku belum kawin kepada pejabat pembuat akta padahal ia telah kawin dan belum cerai, dengan tujuan agar ia dapat melangsungkan pernikahan dengan pria lain dan mendapatkan akta nikah oleh pejabat pembuat akta nikah dapat dijerat pasal mengenai pemberian keterangan palsu ke dalam akta autentik. Bagaimana bunyi pasalnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Bila Mengaku Lajang di Akta Nikah yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 13 Februari 2014.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Barang siapa menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta otentik mengenai sesuatu hal yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai akta itu seolah-olah keterangannya, sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 tahun;
Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai akta tersebut seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika karena pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian.
Setiap orang yang meminta untuk dimasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta autentik mengenai suatu hal yang kebenarannya seharusnya dinyatakan oleh akta tersebut, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah keterangan tersebut sesuai dengan yang sebenarnya, jika penggunaan tersebut dapat menimbulkan kerugian, dipidana penjara paling lama 7 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 miliar.[1]
Terkait dengan pasal ini, menurut R. Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal mengatakan bahwa yang dinamakan akta autentik yaitu suatu surat yang dibuat menurut bentuk dan syarat-syarat yang ditetapkan oleh undang-undang, oleh pegawai umum. Yang dapat dihukum menurut pasal ini misalnya orang yang memberikan keterangan tidak benar kepada pegawai Burgerlijke Stand untuk dimasukkan ke dalam akta kelahiran yang harus dibuat oleh pegawai tersebut, dengan maksud untuk mempergunakan atau menyuruh orang lain mempergunakan akta itu seolah-olah keterangan yang termuat di dalamnya itu benar (hal. 197).
Lebih lanjut R. Soesilo menyatakan yang diancam hukuman itu tidak hanya orang yang memberikan keterangan tidak benar, akan tetapi juga orang yang dengan sengaja menggunakan akta yang memuat keterangan tidak benar itu. Kedua hal ini harus dibuktikan bahwa orang itu bertindak seakan-akan isi surat itu benar dan perbuatan itu dapat mendatangkan kerugian (hal. 197-198).
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, apabila perempuan dalam cerita Anda mengaku belum kawin kepada pejabat pembuat akta padahal ia telah kawin dan belum cerai, dengan tujuan agar ia dapat menikah dengan pria lain dan dibuatkan akta nikah oleh pejabat pembuat akta nikah, maka ia dapat dijerat Pasal 266 KUHP atas perbuatan memberikan keterangan palsu.
Contoh Kasus
Guna mempermudah pemahaman Anda, berikut kami berikan contoh kasus serupa dalam Putusan PN Sibolga Nomor 460/PID.B/2012/PN.SBG. Putusan ini menyatakan bahwa perbuatan terdakwa dalam kasus ini telah memenuhi unsur tindak pidana dari Pasal 266 ayat (1) KUHP, yaitu (hal. 14-21):
Barang siapa
Barangsiapa di sini menunjukkan kepada orang atau subjek hukum yang melakukan perbuatan pidana.
Menempatkan keterangan palsu
Terdakwa telah menempatkan keterangan palsu (tidak benar) dengan cara mengisi data yang tidak sebenarnya pada formulir Data Pegawai Negeri Sipil (“PNS”) Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 yang diminta oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Tengah untuk diisi oleh Calon/Pegawai Negeri Sipil yang bertugas di Puskesmas Kolang, di mana terdakwa mengisi data bahwa dirinya berstatus “duda” sedangkan yang sebenarnya ia masih berstatus suami sah dari saksi dan belum ada perceraian yang sah.
Ke dalam sesuatu akta otentik tentang suatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu
Formulir Data PNS Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2012 merupakan akta otentik karena merupakan surat resmi dari Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah yang harus diisi oleh setiap pegawai secara periodik (setiap tahun) bertujuan untuk mengetahui biodata tentang riwayat pribadi, riwayat pendidikan serta riwayat kepangkatan setiap pegawai untuk diketahui apakah ada perubahan atau tidak.
Dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akta itu seolah-olah keterangannya itu dengan hal sebenarnya
Terdakwa mengetahui dengan jelas bahwa biodata yang diisi terdakwa tersebut adalah biodata tentang riwayat pribadi, riwayat pendidikan serta riwayat kepangkatan setiap pegawai untuk diketahui apakah ada perubahan. Data tersebutlah bermaksud akan digunakan terdakwa sebagai biodata dalam kedinasan sebagai Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah dan bahkan menurut terdakwa dapat mempengaruhi tunjangan fungsional.
Dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan kerugian
Akibat perbuatan terdakwa, saksi korban sebagai istri sah dari terdakwa merasa terhina (kehormatan) karena merasa tidak dianggap sebagai istri dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kedinasan.
Dalam amar putusan, hakim kemudian menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik sesuai dengan Pasal 266 ayat (1) KUHP dan menjatuhkan pidana penjara selama 15 hari (hal. 23).
Pemalsuan Data Pribadi
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PDP status perkawinan termasuk pada salah satu jenis data pribadi yang bersifat umum. Dengan demikian, perbuatan perempuan yang memberikan keterangan palsu belum kawin selain dihukum berdasarkan KUHP juga dapat dihukum berdasarkan Pasal 66 jo. 68 UU PDP bahwa setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Pelaku bisa dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.