Selama PPKM, seringkali diberitakan Satpol PP yang menindak pelanggar PPKM dengan kekerasan. Misalnya, kasus penertiban PPKM di Kabupaten Gowa, di mana Satpol PP bahkan menganiaya pemilik kafe yang melanggar aturan PPKM. Bagaimana pandangan hukum terkait ini?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Satuan Polisi Pamong Praja (“Satpol PP”) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan Peraturan Kepala Daerah (Perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
Dalam hal menegakkan peraturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (“PPKM”), Satpol PP wajib menaati kode etik dan peraturan perundang-undangan, serta dilarang menggunakan kekerasan. Lantas, apa sanksinya jika petugas Satpol PP terbukti melakukan kekerasan seperti menganiaya pelanggar PPKM?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Satuan Polisi Pamong Praja (“Satpol PP”) adalah perangkat daerah yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (“Perda”) dan Peraturan Kepala Daerah (“Perkada”), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat. [1] Satpol PP menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat di provinsi dan kabupaten/kota.[2]
Dikaitkan dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (“PPKM”) yang ditetapkan pemerintah pusat dalam rangka menanggulangi COVID-19, dalam praktiknya diatur lebih lanjut oleh setiap daerah, baik dalam bentuk Perda dan Perkada.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berdasarkan Perda dan Perkada yang berlaku di daerah tempat ia ditugaskan, anggota Satpol PP kemudian melaksanakan tugasnya. Untuk itu, anggota Satpol PP berwenang melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.[3]
Disarikan dari Arti Tindakan Penertiban Non-Yustisial oleh Satpol PP, yang dimaksud dengan tindakan penertiban non-yustisial adalah tindakan Polisi Pamong Praja dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada dengan cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan.
Dilarang Menggunakan Kekerasan
Satpol PP saat menegakkan Perda dan Perkada harus mematuhi standar operasional prosedur dan kode etik.[4] Senada dengan ketentuan tersebut, pegawai negeri sipil Satpol PP wajib menjunjung hak asasi manusia, menaati peraturan perundang-undangan dan kode etik serta nilai agama dan etika, bertindak objektif dan tidak diskriminatif, dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa.[5]
Dalam surat edaran tersebut, kepala daerah seluruh indonesia diinstruksikan untuk memerintahkan jajaran Satpol PP di daerah masing-masing untuk mengutamakan langkah-langkah yang profesional, humanis dan persuasif dalam pelaksanaan PPKM pada tahapan:
Penertiban pelaksanaan PPKM sebagaimana yang telah diatur dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri tentang PPKM;
Penegakan hukum/disiplin yang tegas namun santun dan simpatik bagi masyarakat yang melanggar ketentuan PPKM dan dilarang menggunakan kekerasan yang berpotensi pelanggaran hukum; dan
Dalam pelaksanaan huruf a dan huruf b di atas, agar tetap bersinergi dengan jajaran TNI/Polri dan unsur Forkopimda lain yang terkait.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Satpol PP wajib menaati kode etik dan peraturan perundang-undangan, serta dilarang menggunakan kekerasan saat melaksanakan tugasnya.
Sanksi Satpol PP yang Lakukan Kekerasan
Menjawab pertanyaan Anda, Satpol PP yang menggunakan kekerasan saat menindak pelanggar PPKM bisa dikategorikan telah melakukan penganiayaan yang merupakan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 351 – 358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Secara garis besar, penganiayaan dibedakan menjadi:
Penganiayaan biasa (Pasal 351 ayat (1) KUHP);
Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat (Pasal 351 ayat (2) KUHP);
Penganiayaan yang mengakibatkan mati (Pasal 351 ayat (3) KUHP);
Penganiayaan ringan (Pasal 352 KUHP);
Penganiayaan dengan rencana (Pasal 353 KUHP);
Penganiayaan berat (Pasal 354 KUHP).
Oleh karena itu, perbuatan petugas Satpol PP yang menganiaya pelanggar PPKM tidak dibenarkan oleh hukum, dan korban dapat melaporkan perbuatan tersebut ke pihak kepolisian untuk diproses secara hukum.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.