Saya mau tanya mengenai rehabilitasi tersangka dan terdakwa. Apakah syarat dan bagaimana prosedur dalam rehabilitasi? Atas perhatiannya saya ucapkan banyak terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau pengadilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau pun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang, karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Bagaimana syarat dan prosedur pengajuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Rehabilitasi yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 21 Juli 2010.
Rehabilitasi adalah hak seseorang untuk mendapat pemulihan haknya dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya yang diberikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, atau peradilan karena ditangkap, ditahan, dituntut atau pun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya, atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).[1]
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa rehabilitasi dapat diberikan kepada seseorang tersangka dan/atau terdakwa yang memenuhi kondisi berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Tersangka/terdakwa ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau diadili; dan
Penangkapan, penahanan, penuntutan dan/atau peradilan tersebut dilakukan tanpa alasan berdasarkan undang-undang atau karena adanya kekeliruan mengenai orang (error in persona) atau kekeliruan mengenai hukum yang diterapkan.
Perlu diketahui, terdapat perbedaan aturan antara rehabilitasi untuk tersangka dan terdakwa.
Rehabilitasi untuk Terdakwa
Rehabilitasi untuk terdakwa diatur dalam Pasal 97 ayat (1) KUHAP:
Seorang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Jadi, apabila seorang terdakwa diputus bebas, atau pun diputus lepas oleh suatu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, ia berhak untuk memperoleh rehabilitasi. Rehabilitasi ini dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan yang membebaskan atau melepaskan terdakwa tersebut.[2]
Tapi, bagaimana jika amar putusan pengadilan tersebut tidak mencantumkan pemberian rehabilitasi bagi terdakwa?
Terdakwa dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.
Setelah menerima permohonan itu, Ketua Pengadilan Negeri kemudian memberikan rehabilitasi dalam bentuk penetapan.
Rehabilitasi untuk Tersangka
Rehabilitasi untuk tersangka diatur dalam Pasal 97 ayat (3) KUHAP:
Permintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri diputus oleh hakim praperadilan yang dimaksud dalam Pasal 77.
Jadi, seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka berhak menuntut rehabilitasi jika penangkapan, penahanan, penggeledahan atau penyitaannya dilakukan tanpa alasan hukum yang sah atau adanya kekeliruan mengenai orang maupun hukum yang diterapkan.
Bagaimana cara rehabilitasi untuk tersangka? Merujuk pada ketentuan di atas, permintaan rehabilitasi untuk tersangka yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan dilakukan melalui proses praperadilan. Hal demikian untuk memastikan keabsahan penangkapan atau penahanan yang dialami seseorang dalam tahap penyidikan.
Prosedur Permohonan Rehabilitasi bagi Tersangka
Mengajukan permohonan praperadilan kepada Ketua Pengadilan Negeri
Dalam hal ini, tersangka atau pihak ketiga yang berkepentingan dapat mengajukan permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan, penahanan, atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.[3]
Pemeriksaan praperadilan oleh hakim, dengan tahapan sebagai berikut:
Hakim menetapkan hari sidang
Dalam waktu 3 hari setelah diterimanya permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang.[4]
Hakim memeriksa dan memutus permintaan rehabilitasi
Dalam memeriksa dan memutus permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi akibat tidak sahnya penangkapan atau penahanan, atau akibat sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, hakim mendengar keterangan baik dari tersangka/pemohon maupun dari pejabat yang berwenang.[5]
Hakim menjatuhkan putusan
Pemeriksaan dilakukan secara cepat. Maksimal 7 hari terhitung sejak pemeriksaan dimulai, hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.[6] Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus memuat dengan jelas dasar dan alasannya.[7] Selain itu, putusan hakim juga memuat hal-hal sebagai berikut berkaitan dengan rehabilitasi:[8]
Jika putusan menetapkan suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka penyidik/jaksa penuntut umum dalam tingkat pemeriksaan masing-masing harus segera membebaskan tersangka.
Jika putusan menetapkan suatu penangkapan atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan jumlah besar ganti kerugian dan rehabilitasi yang diberikan.
Jika putusan menetapkan suatu penghentian penyidikan atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan, maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.