KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tak Mampu Lunasi Kredit Online, Bisa Dipidana?

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Tak Mampu Lunasi Kredit Online, Bisa Dipidana?

Tak Mampu Lunasi Kredit <i>Online</i>, Bisa Dipidana?
Trian Marfiansyah, S.H.Shinta Sriwijaya & Co.
Shinta Sriwijaya & Co.
Bacaan 10 Menit
Tak Mampu Lunasi Kredit <i>Online</i>, Bisa Dipidana?

PERTANYAAN

Saya memiliki angsuran melalui kredit online, tetapi saya sudah tidak mampu lagi membayar angsuran tersebut kepada pihak terkait. Saya berniat untuk mengembalikan barang tersebut, namun pihak yang memberi saya barang tidak mau barangnya dikembalikan. Apakah saya bisa dikategorikan melakukan penipuan atau penggelapan? 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada dasarnya, seseorang yang tidak mampu memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang tidak boleh dipidana atas putusan pengadilan.

    Namun, tindakan Anda yang tidak membayar cicilan yang menjadi kewajiban Anda sebagaimana tertuang dalam perjanjian, termasuk ke dalam kategori wanprestasi (cidera janji), sehingga pemberi pinjaman dapat menggugat Anda ke pengadilan.

    Lantas, upaya apa yang dapat Anda lakukan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan dipublikasikan pada Kamis, 18 Februari 2021.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Dalam pertanyaan, Anda menjelaskan bahwa Anda menggunakan layanan kredit online, sehingga kami mengasumsikan bahwa dalam hal ini Anda membeli barang yang dijual oleh penjual (B). Namun, dikarenakan Anda ingin membayar barang tersebut dengan mencicil, Anda kemudian mengajukan pembayaran secara kredit melalui pihak lain (C) yang merupakan penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.

    Maka dari itu, permasalahan ini melibatkan tiga pihak. Pihak tersebut yakni Anda (A) selaku pembeli barang sekaligus penerima pinjaman, B selaku penjual barang, dan C selaku pemberi pinjaman.

    Ketentuan Perjanjian Pendanaan

    Untuk mempermudah pemahaman sekaligus kelengkapan kronologi, kami asumsikan bahwa C melakukan pembelian dan pembayaran barang kepada B, yang mana sebagai gantinya A berkewajiban untuk membayar cicilan secara rutin kepada pihak C. Adapun ketentuan cicilan serta jangka waktu yang diperlukan harus disepakati oleh para pihak melalui perjanjian berbasis dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) POJK 10/2022. Perjanjian ini dikenal dengan perjanjian pendanaan antara pemberi dana dan penerima dana.

    Adapun yang dimaksud dengan pendanaan adalah penyaluran dana dari pemberi dana kepada penerima dana dengan suatu janji yang akan dibayarkan atau dikembalikan sesuai dengan jangka waktu tertentu dalam transaksi Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“LPBBTI”).[1] Perjanjian pendanaan yang tertuang dalam dokumen elektronik wajib paling sedikit memuat:[2]

    1. nomor perjanjian;
    2. tanggal perjanjian;
    3. identitas para pihak;
    4. hak dan kewajiban para pihak;
    5. jumlah pendanaan;
    6. manfaat ekonomi pendanaan;
    7. nilai angsuran;
    8. jangka waktu;
    9. objek jaminan, jika ada;
    10. biaya terkait;
    11. ketentuan mengenai denda, jika ada;
    12. penggunaan data pribadi;
    13. mekanisme penyelesaian sengketa; dan
    14. mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jika penyelenggara tidak dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya.

    Kemudian, mengacu pada Pasal 1234 KUH Perdata, perjanjian dibagi menjadi tiga macam, seperti:

    1. Perjanjian untuk memberikan sesuatu;
    2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu; dan/atau
    3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

    Dalam hal ini, menurut hemat kami perjanjian pendanaan merupakan perjanjian penyerahan suatu barang yang mewajibkan para pihak berbuat sesuatu atau memberikan sesuatu sebagai prestasi yang wajib dipenuhi, seperti pemberian dana dan pelunasan atas dana yang diperjanjikan.

    Baca juga: Ini 4 Syarat Sah Perjanjian dan Akibatnya Jika Tak Dipenuhi

    Kemudian, karena dalam hal ini Anda tidak menyebutkan secara spesifik barang apa yang Anda beli, kami mengasumsikan bahwa barang tersebut merupakan benda bergerak karena sifatnya, yakni barang yang dapat berpindah dan dapat dipindahkan.[3] Lebih lanjut, sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Beli Barang dengan Mencicil, Berarti Hak Milik Sudah Berpindah?, untuk benda bergerak hak milik berpindah ketika barang diserahkan penjual dan diterima pembeli.

    Hal tersebut sesuai dengan Pasal 585 jo. Pasal 612 KUH Perdata, yaitu penyerahan hak milik atas benda bergerak hanya akan terjadi apabila dilakukan penyerahan nyata (levering) oleh dan atas nama pemilik. Oleh karena itu, beralihnya hak milik terjadi apabila ada penyerahan nyata dan terdapat perjanjian yang mendasarinya.

    Dengan demikian, mengingat barang tersebut telah diserahkan kepada Anda, yang berarti hak kepemilikannya telah berpindah kepada Anda, maka pembelian barang tersebut oleh pihak C dari pihak B juga telah terlaksana. Sehingga, yang tersisa adalah kewajiban Anda untuk melunasi angsuran/cicilan kepada pihak C berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.

    Lantas, jika A tidak bisa melunasi angsuran/cicilan kepada C, apakah A bisa dipidana? Berikut ulasannya.

    Tidak Sanggup Melunasi Cicilan Barang, Termasuk Tindak Pidana?

    Mengutip artikel Gagal Bayar Pinjaman Fintech, Bisakah Dikenakan Pidana?, Anggota Komisioner Komisi Hak Asasi Manusia (“Komnas HAM”), Mohammad Choirul Anam menjelaskan bahwa penegak hukum tidak bisa menjerat debitur yang tidak mampu membayar pinjaman. Sebab, permasalahan ini termasuk kategori perjanjian utang-piutang dalam ranah perdata, sehingga bukan ranah pidana. 

    Lebih lanjut, Pasal 19 ayat (2) UU HAM mengatur ketentuan sebagai berikut:

    Tidak seorangpun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang.

    Selain itu berdasarkan informasi yang Anda berikan, Anda telah beriktikad baik untuk mengembalikan barang tersebut sehingga sehingga dalam hal ini kami berpendapat bahwa tindakan Anda tidak termasuk ke dalam tindak pidana penggelapan maupun penipuan.

    Selengkapnya mengenai tindak pidana penggelapan dan penipuan dapat Anda baca dalam artikel Perbedaan Penipuan dan Penggelapan.

    Meski demikian, tindakan Anda yang tidak membayar cicilan yang menjadi kewajiban Anda sebagaimana tertuang dalam perjanjian tersebut termasuk ke dalam kategori wanprestasi (cidera janji), sehingga Pihak C selaku pemberi pinjaman berpotensi menggugat Anda secara perdata ke pengadilan.

    Baca juga: Perbedaan Wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum

    Untuk lebih jelasnya lagi, kami menyarankan Anda untuk membaca ulang isi perjanjian dengan pihak C, khususnya di bagian “Pemenuhan Prestasi” serta “Mekanisme Penyelesaian Sengketa”.

    Namun sebelum menempuh jalur pengadilan, berdasarkan praktik kami, pihak pembeli sekaligus penerima dana (A) akan diberi peringatan atau tindakan-tindakan yang dianggap perlu oleh pihak pemberi pinjaman (C) untuk meminta A membayar cicilan.

    Baca juga: Risiko Hukum Galbay Pinjol (Gagal Bayar Pinjol) yang Wajib Kamu Tahu

    Langkah Hukum Bila Tidak Sanggup Melunasi Cicilan

    Kemudian, apabila Anda tidak sanggup untuk melunasi cicilan sebagaimana tertera dalam perjanjian, kami menyarankan Anda untuk melihat juga bagian “Klausul Pembatalan Perjanjian”. Apabila diatur dalam perjanjian, maka Anda dapat mengikuti ketentuan pembatalan sebagaimana yang telah diatur.

    Namun, jika ternyata hal tersebut tidak diatur, ada baiknya Anda berupaya untuk meyakinkan pihak kreditur online untuk menempuh upaya-upaya secara administrasi terlebih dahulu untuk menyelesaikan kredit yang bermasalah.

    Disarikan dari Langkah-Langkah Penyelesaian Kredit Macet, Muhamad Djumhana dalam bukunya Hukum Perbankan di Indonesia (hal. 553-573) menjelaskan bahwa penyelesaian secara administrasi perkreditan dapat dilakukan sebagai berikut:

    1. Penjadwalan kembali (rescheduling), yaitu perubahan syarat kredit yang menyangkut jadwal pembayaran dan/atau jangka waktu termasuk masa tenggang, baik meliputi perubahan besarnya angsuran maupun tidak;
    2. Persyaratan kembali (reconditioning), yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu, dan/atau persyaratan lainnya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimum saldo kredit dan konversi seluruh atau sebagian dari pinjaman menjadi penyertaan bank; dan
    3. Penataan kembali (restructuring), yaitu perubahan syarat-syarat kredit berupa penambahan dana bank; dan/atau konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru, dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan.

    Selain itu, berdasarkan praktik kami, Anda juga dapat melakukan negoisasi dengan pihak C untuk melindungi hak-hak Anda apabila terdapat iktikad buruk dari pihak manapun dalam rangka pelunasan kembali kredit Anda.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi.

    Referensi:

    Muhammad Djumhana. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2012.


    [1] Pasal 1 angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (“POJK 10/2022”)

    [2] Pasal 32 ayat (2) POJK 10/2022

    [3] Pasal 509 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 

    Tags

    penipuan
    utang piutang

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!