Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Menghitung Pajak Penghasilan untuk Pegawai Lajang dan Menikah

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Cara Menghitung Pajak Penghasilan untuk Pegawai Lajang dan Menikah

Cara Menghitung Pajak Penghasilan untuk Pegawai Lajang dan Menikah
Ari Irfano, S.E., S.H., M.Ak., M.KnPT HSI Consulting
PT HSI Consulting
Bacaan 10 Menit
Cara Menghitung Pajak Penghasilan untuk Pegawai Lajang dan Menikah

PERTANYAAN

Mohon penjelasannya bagaimana cara menghitung PPh atau pajak penghasilan dari pegawai yang belum menikah ataupun yang telah menikah? Bisakah diberikan contoh atau ilustrasi perhitungannya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perhitungan pajak penghasilan (PPh) bagi pegawai yang belum menikah dan yang sudah menikah memiliki perbedaan, karena adanya perbedaan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Jika sudah menikah, kewajiban perpajakan bisa dikenakan secara terpisah atau digabung. Sehingga, status pernikahan akan mempengaruhi besarnya PTKP.

    Lantas, bagaimana cara menghitung PPh baik bagi pegawai yang belum menikah dan yang sudah menikah?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Cara Menghitung Pajak Penghasilan yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 28 Maret 2012, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh  Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. pada Senin, 25 September 2017.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

    Ketentuan PPh Pasal 21, Pasal 25, dan Pasal 29

    Perbedaan Ketentuan PPh bagi Lajang dan Sudah Menikah

    Cara menghitung pajak penghasilan bagi pegawai lajang berbeda dengan yang sudah menikah. Bagi pegawai yang sudah menikah, suami istri yang memiliki perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (“PH”) atau istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajibannya sendiri/terpisah dari suami (“MT”), sesuai dengan Pasal 2 ayat (4) PP 50/2022, maka penghasilannya akan dikenakan pajak secara terpisah.

    Sementara, perempuan yang sudah menikah yang tidak hidup terpisah, tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis, atau memiliki hak dan kewajiban perpajakan yang wajib digabungkan dengan hak dan kewajiban perpajakan suaminya, maka tidak dikenakan pajak secara terpisah.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Perbedaan perhitungan pajak penghasilan (“PPh”) antara pegawai yang belum menikah ataupun yang sudah menikah adalah pada bagian penghasilan tidak kena pajak (“PTKP”). PTKP ialah besaran penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak yang diatur dalam undang-undang.  Adapun, status pernikahan akan mempengaruhi besarnya PTKP tersebut.

    Untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak (“PKP”) dari wajib pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah PTKP.[2] PTKP akan ditentukan berdasarkan status wajib pajak yang digolongkan berdasarkan tanggungan wajib pajak yaitu maksimal 3 orang,[3] status NPWP, hingga status pernikahan. Status tersebut dilihat saat keadaan pada awal tahun berjalan atau pada 1 Januari tahun berjalan.[4]

    Cara Menghitung Penghasilan Tidak Kena Pajak

    Adapun ketentuan PTKP per tahun diberikan paling sedikit:[5]

    1. Rp54 juta untuk wajib pajak orang pribadi;
    2. Rp4.5 juta untuk wajib pajak yang kawin;
    3. Rp54 juta untuk tambahan seorang istri yang penghasilannya digabung dengan suami;
    4. Rp 4.5 juta untuk tambahan setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus dan anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 orang untuk tiap keluarga.

    Agar lebih mudah dipahami ketika menghitung PPh, berikut perbedaan antara PTKP wajib pajak lajang dan wajib pajak yang sudah menikah (kawin).

    • Pria/Wanita (TK = Tidak Kawin)

     

    PTKP

    TK/0

    Rp54.000.000

    TK/1

    Rp58.500.000

    TK/2

    Rp63.000.000

    TK/3

    Rp67.500.000

     

    • Pria/Wanita (K = Kawin)

     

    PTKP

    K/0

    Rp58.500.000

    K/1

    Rp63.000.000

    K/2

    Rp67.500.000

    K/3

    Rp72.000.000

     

    • Menikah dan NPWP Gabung (K/I = kawin dan penghasilan suami dan istri digabung)

     

    PTKP

    K/I/0

    Rp112.500.000

    K/I/1

    Rp117.000.000

    K/I/2

    Rp121.500.000

    K/I/3

    Rp126.000.000

    Apabila istri yang memiliki pekerjaan, penghasilan, dan NPWP sendiri, maka PTKP istri menggunakan status TK/0. Tapi PTKP suami tetap dianggap status K/0 – K/3.

    Contoh Cara Menghitung Pajak Penghasilan

    Sebelum memberikan contoh cara menghitung PPh orang pribadi, perlu diketahui terlebih dahulu tarif pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut.

    Lapisan Penghasilan Kena Pajak

     

    Tarif Pajak

    sampai dengan Rp60 juta

     

    5%

    >60 juta sampai dengan Rp250 juta

    15%

    >Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta

    25%

    >Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar

    30%

    >5 miliar

     

    35%

    Kemudian, contoh cara menghitung PPh atau pajak penghasilan sebelum menikah dan setelah menikah adalah sebagai berikut.

    1. PPh Pegawai Lajang/Belum Menikah

    A merupakan seorang pegawai swasta dengan gaji per bulan Rp7.000.000,00 dan belum memiliki tanggungan, sehingga PTKP A adalah TK/0. PPh yang harus dibayarkan A adalah:

    Gaji sebulan

    = Rp7.000.000

    Gaji setahun

    = Rp7.000.000 x 12  = Rp84.000.000

    PKP

    = Penghasilan Neto – PTKP (TK/0)

     

    = Rp84.000.000 - Rp54.000.000 = Rp30.000.000

    PPh 21

    = PKP x tarif pajak I  = Rp30.000.000 x 5%  = Rp1.500.000

    1. PPh Pegawai Menikah – Gabung NPWP

    B merupakan seorang pegawai swasta dengan gaji Rp108.000.000 per tahun. B memiliki 2 orang anak, yang berarti PTKP B yaitu (K/2). B dan istri sepakat untuk menggabungkan NPWP mereka yang berarti PTKP istri (TK/0). Penghasilan istri B Rp85.000.000 per tahun.

    Selain itu, PPh 21 B yang dipotong pemberi kerja adalah Rp2.025.000,00 dan PPh 21 istri yang dipotong pemberi kerja adalah Rp1.550.000,00, yang nantinya dapat menjadi pengurang untuk kekurangan bayar pajak masing-masing

    PPh yang harus dibayarkan keduanya adalah sebagai berikut.

    Gaji B per tahun

    = Rp108.000.000

    Gaji istri B per tahun

    = Rp85.000.000

    PKP B

    = Penghasilan Neto –  PTKP (K/2)

     

    = Rp108.000.000 – Rp67.500.000  

     

    = Rp40.500.000

    PPh 21 B

    = PKP x tarif pajak I

     

    = Rp40.500.000 x 5%

    PPh 21 B yang dipotong pemberi kerja  

    = Rp2.025.000

    PKP isti B

    = Penghasilan Neto –  PTKP (TK/0)

     

    = Rp85.000.000 - Rp54.000.000

     

    = Rp31.000.000

    PPh 21 istri B

    = PKP x tarif pajak I

     

    = Rp31.000.000 x 5%

    PPh 21 istri B yang dipotong pemberi kerja

    = Rp1.550.000

    B berkewajiban melaporkan penghasilannya dan penghasilan istrinya dalam SPT B.

    1. PPh Pegawai Menikah – Pisah NPWP

    Dengan kondisi yang sama seperti contoh di atas, maka cara menghitung PPh B dan istri adalah sebagai berikut.

    Gaji B per tahun

    = Rp108.000.000

     

    Gaji istri per tahun

    = Rp85.000.000

     

    Total penghasilan neto

    = Rp193.000.000

     

    PTKP (K/I/2)

    = Rp121.500.000

     

    Total PKP

    = Total Penghasilan Neto – PTKP (K/I/2)

     

     

    = Rp193.000.000 - Rp 121.500.000

     

     

    = Rp71.500.000

     

    PPh 21 (B dan istri) 

    = PKP x tarif pajak II

     

     

    = Rp60.000.000 x 5%

    = Rp3.000.000

     

    = Rp11.500.000  x 15%

    = Rp1.725.000

    Total PPh terutang gabungan (B dan Istri)

     

    = Rp4.725.000                        

    PPh terutang yang ditanggung B pada SPT-nya yaitu:

    = (Penghasilan B : Penghasilan Neto) x PPh Terutang Gabungan

    = (Rp108.000.000 : Rp193.000.000) x Rp4.725.000

    = Rp2.645.000

    PPh 21 yang sudah dipotong pemberi kerja        

    = Rp2.025.000

    PPh kurang bayar

    = Rp620.000

    PPh terutang yang ditanggung istri B pada SPT-nya yaitu:

    =(Penghasilan istri : Penghasilan Neto) x PPh Terutang Gabungan

    = (Rp85.000.000 : Rp193.000.000) x  Rp4.725.000

    = Rp2.080.000

    PPh 21 yang sudah dipotong pemberi kerja        

    = Rp1.550.000

    PPh kurang bayar

    = Rp530.000

     

    Berdasarkan contoh perhitungan di atas, dapat dilihat besar PPh yang harus dilunasi oleh masing-masing adalah berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami istri yang kemudian dihitung secara proporsional sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.[6]

    Sehingga jika memilih menggunakan NPWP terpisah, berdasarkan contoh perhitungan di atas, akan ada kekurangan bayar pajak yang harus dibayar B sebesar Rp620.000,00 sedangkan kekurangan bayar pajak yang harus dibayar istri sebesar Rp530.000,00. B dan istri berkewajiban untuk melaporkan penghasilannya ke dalam SPT masing-masing

    Baca juga: Sanksi Wajib Pajak yang Tidak Lapor SPT

    Demikian jawaban kami tentang cara menghitung PPh pribadi, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan diubah keempat kalinya dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
    2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.

    [1] Pasal 2 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

    [2] Penjelasan Pasal 3 angka 3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (“UU 7/2021”) yang mengubah Penjelasan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU 36/2008”)

    [3] Pasal 3 angka 3 UU 7/2021 yang mengubah Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU 36/2008 dan penjelasannya

    [4] Penjelasan Pasal 3 angka 3 UU 7/2021 yang mengubah Penjelasan Pasal 7 ayat (2) UU 36/2008

    [5] Pasal 3 angka 3 UU 7/2021 yang mengubah Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU 36/2008

    [6] Penjelasan Pasal 8 ayat 3 UU 36/2008

    Tags

    pajak
    pajak penghasilan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!